"Kakak, aku sebenarnya mendengar banyak rumor mengenaimu," kata Ryle, berusaha mencairkan suasana yang canggung akibat topik sebelumnya mengenai pembatalan pertunangan antara Ryle dan Claria.
Cassius melirik Ryle dengan senyuman palsunya. "Benarkah? Rumor apa itu, Ryle?"
"Tidak perlu merendah, Kakak. Rumornya sudah tersebar hampir ke seluruh Embrose. Apa Kakak tidak tahu? Rumor mengenai Kakak yang melakukan penyerangan pada tempat pelelangan budak," kata Ryle, menelan kepahitannya kala menyebutkan dua kata terakhir dalam kalimatnya.
Cassius menyembunyikan seringaiannya dengan jemarinya, berpura-pura tertawa. "Ah, berita yang itu, ya? Aku juga tidak menyangka jika rumornya akan menyebar dengan cepat seperti itu."
"Tentu saja akan menyebar dengan sangat cepat. Lagipula, informasi ini menunjukkan kualitas Kakak sebagai seorang putra mahkota. Terlebih, ada juga rumor mengenai Kakak yang merupakan kekasih dari putri ketiga Baron Clairemont."
Cassius hanya tersenyum halus. Saat ini, Cassius sangat tahu intensi apa yang Ryle inginkan pada saat Ryle membicarakan kembali topik-topik seputar Cassius. Sebab, rutinitas keduanya ketika keluarga kerajaan berkumpul adalah untuk merendahkan martabat satu sama lain di hadapan raja.
Jika harga diri mereka dianggap rendah oleh sang raja, maka tamat sudah takhta dari genggaman. Maka dari itu, keduanya tak akan segan membuka banyak rahasia untuk saling merendahkan.
"Cassius."
Ryle bersorak dalam hati kala nama Cassius akhirnya dipanggil oleh Russell. Artinya, sudah waktunya Cassius untuk menjawab pertanyaan menjebak raja. Bisa saja pertanyaan tersebut menjadi keberuntungan, tetapi kebanyakan adalah kesialan. Seperti percakapan Ryle barusan.
"Ya, Yang Mulia," balas Cassius dengan tenang.
"Yah, akhir-akhir ini memang bisa dikatakan bahwa rumor mengenaimu menyebar seperti api di atas kayu," komentar Russell, tetapi wajahnya tak begitu menampilkan sorot yang berarti. "Syukurlah, rumor yang beredar itu adalah rumor yang baik."
"Terima kasih, Yang Mulia."
"Hanya saja ...." Russell memberi jeda. "Mengapa kamu menyembunyikan hubunganmu dengan Clairemont?"
Cassius tersenyum tenang. "Ah, seperti Yang Mulia ketahui, putri ketiga Baron Clairemont, Nona Camery adalah pribadi yang anti sosial dan tidak menyukai pesta. Nona Camery lebih suka mengurung diri di dalam perpustakaan daripada bergaul dengan teman sebayanya, maka saya rasa Nona Camery akan sangat canggung dalam berinteraksi."
Manik Russel yang berwarna biru menatap tajam pada Cassius, tetapi hebatnya, tidak membuat Cassius merasa gugup. Bahkan kata-kata yang dikeluarkan dari bibirnya sama sekali tidak latah, sangat mulus seolah jawaban tersebut adalah sebuah penjelasan pada anak berusia lima tahun agar mudah dimengerti.
"Jika saya langsung mengenalkan Nona Camery pada publik tepat setelah kami berhubungan, maka Nona Camery akan merasa syok," lanjut Cassius, "Tentu saja Nona Camery embutuhkan waktu hingga akhirnya dia siap untuk diumumkan sebagai kekasih saya."
"Hm," Russell bergumam, "Baguslah. Kamu bisa mencari pasanganmu sendiri, Cassius."
"Terima kasih, Yang Mulia."
"Kalau begitu, kita harus segera mengunjungi kediaman Clairemont untuk membicarakan perihal pertunanganmu dengan Camery."
"Ya?" Cassius tampak syok, badannya terlonjak, dan matanya membola.
"Mengapa kamu terlihat sangat terkejut?" tanya Russell, "Bukankah memastikan hubunganmu dengan Camery lebih cepat akan lebih baik juga ke depannya, Cassius? Kamu adalah putra mahkota, tetapi kamu bahkan tidak memiliki pendukungmu atas takhta."
KAMU SEDANG MEMBACA
END | Not Your Typical Protagonist
Historical Fiction"Ketika asa seumur hidup yang dilalui lewat jalur iblis rupanya hanyalah tipuan manis." Putra Mahkota Cassius Embrose menghadapi teror dari serangkaian pembunuhan misterius yang mengguncang kerajaannya. Untuk memecahkan kasus ini, Cassius bekerja sa...