[37] TRENTE SEPT

150 22 1
                                    

Setelah menelepon Aldric, Renata merasa kosong. Ia juga merasa butuh seseorang untuk berbagi cerita.

Kembali menghampiri di mana Bibi Ju berada, Renata duduk di kursi dekat dapur.

"Bibi Ju?" Renata memanggil wanita paruh baya itu lalu mengetuk jari di meja.

"Ya, Nona?" balas Bibi Ju sambil mendekati Renata yang terlihat tidak seperti biasa sehabis pulang dari Menara Eiffel.

"Bibi Ju, apakah kau memiliki cinta pertama?" Bibi Ju terlihat langsung mengernyit dan Renata menanti jawaban.

"Tentu, Bibi memilikinya. Tapi kami tidak bisa bersama." jawaban Bibi Ju membuat wajah Renata terlihat murung.

"Apa alasannya?" Bibi Ju terlihat sedang berpikir atau mengingat-ingat.

"Bibi tidak bisa bersamanya karena kami berbeda status sosial. Dia seorang anak konglomerat dan Bibi hanya seorang anak pelayan. Cinta kami tidak direstui oleh keluarganya dan juga keluargaku." Renata menatap Bibi Ju dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Bibi, boleh aku bercerita?" Bibi Ju pun mengangguk lalu ikut duduk di hadapan perempuan hamil itu.

"Aku juga memiliki cinta pertama. Aku sangat mencintainya hingga saat ini. Dulu, aku selalu berpikir jika aku dan dia pasti akan selalu bersama. Sampai aku pergi ke Beijing, aku menyadari satu hal. Bahwa kami tidak akan bisa bersama lagi seperti dulu." Bibi Ju mendengarnya dengan baik.

"Beberapa hari yang lalu, saat kita pergi ke Menara Eiffel. Aku bertemu dengannya, dia ..., dia sudah menikah." tepat setelah selesai mengucapkan tersebut, Renata menangis dengan pilu. Ia tidak dapat menahannya, ia sangat sedih dan kecewa. Sedih dengan kenyataan bahwa Harel sudah menikah dan kecewa dengan takdir yang ia miliki.

Bibi Ju yang mengerti perasaan Renata pun langsung berdiri dari duduknya dan memeluk perempuan hamil itu dari samping. Mengelus rambut tergerai Renata yang sudah panjang hampir sepinggang. Renata belum memotong rambut lagi setelah kembali lagi pada pelukan mereka.

"Bibi Ju, aku harus apa?" suara Renata terdengar pelan sambil menghentikan tangisan. Wajah cantiknya basah karena air mata yang masih mengalir dan membuat pandangannya tidak jelas.

Bibi Ju tidak menjawab dan terus memeluk dan mengelus rambut Renata. Berharap perempuan hamil itu bisa lebih tenang.

Dari awal, Bibi Ju sudah merasa ada hal yang tidak beres dengan Tuan-Tuan dan Nyonya rumah tersebut. Tapi Bibi Ju tidak ingin terlalu ikut campur dan hanya fokus pada pekerjaannya.

Namun, kini Bibi Ju ingin tahu semua hal yang terjadi pada Nyonya satu-satunya di rumah mewah tersebut setelah melihat kesedihan nya dan jika Renata ingin berbagi padanya.

Melvin dan Ken saling bertatapan dengan tatapan yang tidak dimengerti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Melvin dan Ken saling bertatapan dengan tatapan yang tidak dimengerti. Lalu Ken tersenyum dan menyentuh bahu Melvin dengan tegas.

"Aku merindukan teman-teman ku." Melvin masih terus menatap Ken. Saat ini mereka berada di dalam kafe dekat kantor pria Lee itu.

SIX HOMMESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang