BAB 4 BUNGA DI KELAS

7 3 0
                                    


Suasana di kantin siang itu sangat ramai. Kios-kios dipenuhi antrian para siswa yang mengular, menunggu giliran untuk memesan makanan. Dan meja-meja yang penuh oleh para siswa yang sedang menikmati makanan mereka. Suara riuh obrolan dan percakapan memenuhi kantin. Seperti susana kantin sekolah pada umumnya.

Terlihat beberapa siswa mulai membentuk gerombolan sesuai dengan kelasnya masing-masing, tidak terkecuali dengan siswa kelas satu. Segerombolan siswa perempuan memenuhi sebuah meja di salah satu sudut kantin. Sedang asyik mengobrol tanpa mempedulikan suasana di sekitarnya.

" Kamu beneran tinggal di Sunrise Hill Village?"

" Sudah pernah traveling kemana saja?"

" Orang tuamu kerja di bidang apa?"

" Kamu punya private pool di rumah?"

Gempuran pertanyaan tersebut berasal dari segerombolan siswa perempuan yang ditujukan kepada seseorang, Clarissa. Seorang siswi cantik dengan perawakan tubuh mungil yang menyita perhatian di kelasnya, selain Nura tentunya. Semua tentang dirinya menjadi pertanyaan bagi teman-teman di kelasnya. Terutama soal status keluarganya.

Soal dirinya yang tinggal di Sunrise Hill Village, komplek perumahan paling elit di kota itu yang mana penghuninya adalah orang-orang yang berpengaruh di kota ini. Membuat teman-teman di kelasnya penasaran.

" Hehe gimana ya cara ngejawabnya. Bisnis orang tuaku di bidang traveling dalam dan luar negeri, jadi bisa dibilang keluargaku lumayan mampu dari segi finansial." Jawab Clarissa.

" Jangan bilang kalau biro jasa perjalanan wisata Rin Tour itu punya keluargamu. Bukan Cuma mampu Clar, keluargamu itu tajir."

" Bisa bahas topik yang lain nggak? Aku kurang nyaman ngomongin gituan." Pinta Clarissa kepada teman-teman barunya.

Teman-teman barunya mulai merasa canggung dan berusaha mengubah topik obrolan. Clarissa memang tidak suka membicarakan status keluarganya, terutama tentang kekayaan. Dia tidak ingin dikenal sebagai anak orang kaya, sebagai anak manja seorang keluarga yang memilik pengaruh di kotanya. Dia ingin dikenal sebagai dirinya, sebagai Clarissa sepenuhnya tanpa ada latar belakang keluarganya yang dibawa. Memang keputusan yang salah sedari awal perkenalan di kelas apabila menyebutkan alamat sebenarnya.

Tapi ya mau bagaimana lagi, Clarissa juga takut dijauhi teman-temannya apabila mereka tahu kepribadian sebenarnya. Tidak seperti penampilan luarnya yang terlihat sebagai gadis anggun mungil yang senang akan hal-hal yang berbau imut dan lucu. Jauh dalam dirinya dia menyukai hal-hal yang berbau misteri dan menyeramkan. Juga berita-berita konspirasi yang belum diketahui kebenarannya.

" Eh, lihat kesana coba Sa." Ucap seorang temannya sembari memegang tangan Clarissa."

" Lihat apaan?" Tanya Clarissa sembari melihat ke arah tempat yang ditunjuk temannya.

Meja kantin barisan depan lah yang ternyata ditunjuk oleh temannya yang dikerumuni banyak siswa laki-laki. Mereka sedang asik mengobrol dan menikmati makanan mereka, sepertinya mereka adalah anggota dari grup sepak bola dan osis. Karena beberapa dari mereka terlihat memakai jersey bola dan memakai jas osis.

" Ada apa memangnya?"

" Kamu nggak lihat? Meja yang di depan itu lagi dipenuhi sama siswa hits sekolah kita." Jawab temannya antusias.

" Siapa mereka emangnya?"

" Mereka yang di tengah itu Kak Jason, Kak Andra, Kak Dito sama Kak Ava. Yang jadi pusat keramaiannya. " Jelas temannya dengan semangat.

" Siapa?" Tanya Clarissa kurang paham.

" Aduh Clarissa, kamu ini emang harus lebih update informasi. Kak Jason itu ketua regu paduan suara sekolah kita sekaligus vocalis band sekolah juga, yang pake kacamata itu dianya."

" Ohh, yang ganteng itu." Jawab Clarissa.

" Terus dua orang yang pake jersey bola itu Kak Dito sama Kak Andra. Mereka itu pemain andalan di grup sepak bola sekolah kita. Kak Dito yang warna kulitnya lebih coklat dibandingkan dengan Kak Andra. "

" Hm, tipe cowok tampan atletik ya." Gumam Clarissa.

" Iya bener. Terus yang terakhir, yang pake jas osis itu Kak Ava. Ketua osis di sekolah kita."

" Eh, bentar-bentar. Kenapa mereka good looking semua?" Tanya Clarissa.

" Ya sebab itu mereka itu jadi siswa hits sekolah kita. Boyfriend material banget kan mereka." Puji temannya tanpa henti.

" Yang kayak gitu pasti udah punya pacar semua kan?" Tanya Clarissa lagi.

" Sepertinya belum, kayaknya. Sebab aku tuh udah stalker sosmed mereka, dan hasilnya nihil nggak ada foto cewek." Jawab temannya sumringah.

" Tapi kayaknya udah nggak ada harapan buat kita ngedeketin mereka deh, aku mah apa atuh. Tapi beda buat kamu Clar, kamu masih ada kesempatan." Ucap temannya menambahi.

" Kok bisa aku masih ada kesempatan sedangkan kalian nggak? Kan sama aja."

" Beda Clarissa. Kamu itu kandidat cewek hits di sekolah kita, kamu aja udah jadi bunga di kelas kita." Jawab temannya sembari mencubit pipi Clarissa dengan gemas.

" Aw aw aw, iya-iya nurut aja tapi ini lepasin dulu." Ucap Clarissa sembari tertawa.

Tanpa diduga meja yang ditempati Clarissa dan teman-temannya mulai riuh dan mencuri perhatian dari meja lain tidak terkecuali meja bagian depan yang dikerumuni banyak siswa laki-laki. Meja para siswa hits sekolah itu.

" Apaan itu ketawa rame-rame?" Tanya Dito yang teralihkan dari bakso di depannya.

" Biasa cewek, anak kelas satu kayaknya itu." Jawab Jason masih focus ke makanannya.

" Ada yang bening tuh di meja cewek-cewek. Bener kelas satu deh, nggak ada yang familiar wajahnya soalnya." Ucap salah satu temannya melihat kearah meja Clarissa.

" Iya yang ditengah itu lumayan cantik, kapan-kapan harus minta kenalan sama nomor HP nih." Timpal Andra masih melihat kearah meja Clarissa.

" Nggak usah aneh-aneh deh Ndra. Kamu tuh mending focus ke pelajaran, perbaiki tuh nilai-nilai." Jawab Dito ketus.

" Kan bisa buat penyemangat belajar. Iya kan Va?" Tanya Andra mencari pembenaran.

" Orang tua bisa kok jadi penyemangat kita." Jawab Ava dengan cepat.

" Salah nih tanya sama jomblo abadi." Ejek Andra.

" Mending nggak usah tanya aja deh. Cepet makan aja sebelum waktu istirahat habis." Ucap Jason mengingatkan teman-temannya.

Meja Clarissa mulai tenang seiring makanan pesanan mereka sudah sampai di meja. Tanpa disadari mereka mulai sibuk dengan makanan masing-masing. Suara sendok dan piring yang saling bersahutan mendominasi tanpa percakapan, tanda mereka menikmati makanan tersebut. Sampai Clarissa membuka percakapan.

" Kalian lihat Nura di kantin ini nggak?" Tanya Clarissa.

" Nggak lihat, Nura yang mejanya di samping kamu kan? Yang perkenalannya aneh tadi?" timpal temannya.

" Bisa jadi dia anaknya introvert deh. Dia kan nggak suka keramaian, nggak keinget perkenalan tadi?" Tanya teman satunya.

" Iya bisa jadi, ini dilihat-lihat juga nggak Nampak wajahnya di kantin. Apa dia bawa makannan dari rumah biar nggak usah makan di kantin." Jawab Clarissa.

" Tapi kalian penasaran nggak sih? Misalkan si Nura itu introvert kok bisa-bisanya dia milih jalan pemakaman daripada taman kota. Ya walaupun memang lebih cepet lewat pemakanan kan ya apa bahayanya sih lewat taman?" Ucap temannya.

" Iya bener banget. Pun itu selisih jaraknya nggak beda jauh juga."

" Apa si Nura itu anaknya indigo ya?" Ucap Clarissa tanpa sadar yang langsung disambut pandangan aneh dari teman-teman semejanya.

DUNIA NURATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang