BAB 15 BERTEMU

8 3 0
                                    

Pagi itu Nura terbangun karena silauan cahaya matahari yang menembus kain gordennya. Setelah meregangkan tubuh di atas ranjang, dia langsung mengambil posisi duduk. Dikumpulkannya kesadaran yang belum seutuhnya terkumpul, dan setelah terdiam beberapa saat Nura langsung berdiri keluar dari kamarnya.

" Sudah bangun anak gadis?" Suara tersebut langsung menyambut Nura yang baru keluar dari kamar, tidak lain adalah Ibunya.

" Hm.." Jawab Nura masih lemas dan langsung mendekati Ibu yang sedang sibuk membuat sarapan.

" Sana siapkan meja makan dulu, sarapannya sebentar lagi siap." Pinta sang Ibu yang langsung dilaksanakan Nura.

Dia mengeluarkan alat makan dari lemari penyimpanan dan meletakkan di meja makan. Tidak lupa juga Nura menyeduh teh di teko kecil untuk menemami sarapan pagi ini. Dikarenakan hari ini adalah hari libur, mereka terlihat santai dan tidak terburu-buru dalam menyiapkan sarapan.

" Dimana Ayah?" Tanya Nura disela dia menyeduh teh.

" Ayah sudah berangakat kerja tadi."

" Hari ini tidak libur?"

" Tidak, ada tamu penting yang harus dia temui di kampus hari ini." Jawab Ibu.

" Oh.." Jawaban singkat itu menimbulkan sedikit rasa kecewa di hati Nura. Hari minggu adalah hari dimana Nura bisa sarapan bersama dengan Ayah dan Ibunya, namun hal itu tidak bisa terjadi hari ini.

" Nanti malam kita bisa makan malam bersama." Ucap Ibu mencoba menghibur Nura.

Nura pun tersenyum, dia tahu bahwa Ibunya mengkhawatirkan dirinya dan memberikan jawaban tersebut untuk menghibur dirinya. Tidak lama kemudian Ibu membawa fry pan besar berisi nasi goreng ke meja makan untuk sarapan mereka.

" Hari ini sarapannya niat sekali ya, tidak seperti biasanya." Ucap Nura sedikit meledek Ibunya.

" Hahaha.. Jarang-jarang kan kita bisa sarapan mewah seperti ini. Mumpung sekarang hari libur dan Ayahmu tidak di rumah." Jawab Ibu. Memang yang diucapkan Ibu ada benarnya, sebab kalau Ayah ada di rumah dia tidak akan mau sarapan pagi dengan menu berat seperti nasi goreng. Ayah lebih menyukai sarapan sederhana yang tidak terlalu berat seperti segelas kopi yang di dampingi roti isi.

Mereka berdua kemudian duduk di meja makan sembari menikmati nasi goreng yang baru matang. Tidak lupa sesekali mereka menyeruput teh buatan Nura tadi. Sungguh ketenangan yang salalu Nura tunggu-tunggu.

" Hari ini tidak ada jadwal?" Tanya Ibu yang memulai percakapan.

" Tidak ada." Jawab Nura singkat sembari menikmati sarapannya.

" Kalau begitu Ibu minta tolong boleh? Nanti kamu pergi ke pasar untuk belanja kebutuhan dapur ya." Pinta si Ibu sembari tersenyum.

" Tidak bisakah pesan antar seperti biasanya?" Tanya Nura.

" Tidak bisa. Bu Vega pergi berlibur selama seminggu, dan tokonya tutup mulai hari ini. Kalau kamu tidak mau pergi belanja, jangan salahkan Ibu ya kalau nanti malam kita tidak makan." Jawab Ibu menekan Nura. Dan tentu hal tersebut memang disengaja.

" Nanti saja ya.." Ucap Nura.

" Sekarang. Nanti setelah kamu selesai sarapan langsung saja ke pasar sebentar, nanti daftar belanjaan Ibu siapkan." Seketika Nura hanya bisa diam tanpa bisa membalas perkataan Ibunya. Sepertinya rencana untuk beristirahat di hari minggu akan gagal.

Setelah membereskan meja makan, Nura masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil jaket dan segera keluar. Jam dinding baru menunjukkan pukul delapan pagi dan dia sudah dalam perjalanan ke pasar.

Pasar yang Nura tuju sejenis pasar kaget yang hanya ada di hari minggu. Oleh sebab itu Ibunya meminta untuk segera berangkat dikarenakan di siang hari pasar tersebut pasti sudah bubar. Nura melihat pesan yang masuk di handphonenya, ternyata itu dari Ibunya yang mengirim daftar belanjaan.

Nura menelusuri jalan trotoar, cuaca masih terasa dingin meski cahaya matahari sudah tidak malu-malu lagi menampakkan dirinya. Seperti biasa, earphone yang melantunkan musik jazz menemani setiap langkah Nura di pagi itu.

Setelah berjalan selama lima belas menit, Nura sampai di pasar kaget. Letak pasar itu berada tepat di sekitaran area taman kota. Kebanyakan penjual di pasar itu hanya menggelar alas dan menata jualannya. Beberapa membawa meja lipat agar jualannyaterlihat rapi.

Banyak macam barang yang di jual di pasar itu. Mulai dari bahan makanan, pakaian, bahkan ada yang berjualan mainan. Tidak hanya itu, banyak juga yang berjualan aneka macam jajanan dan kudapan.

Segera Nura mulai mencari barang yang dia butuhkan. Dia tidak mau menghabiskan waktu lebih lama di pasar itu. Suasana di sana bisa dibilang cukup ramai, dan itu membuat Nura tidak nyaman.

" Hm, beli buah dan sayur dahulu. Kemudian beli bumbu dapur." Gumam Nura melihat handphonenya.

Nura mendatangi penjual sayur dan mulai memilah sayur yang dia butuhkan. Dilanjutkannya ke penjual buah untuk membeli beberapa jeruk dan apel.

" Aku tidak ingin mati.." Sontak Nura terdiam saat tidak sengaja mendengar suara rintihan itu. Padahal dia masih mengenakan earphone di telinganya.

Segera Nura mengalihkan perhatiannya dan kembali teringat ke tujuan awalnya. Disela memilah buah-buahan suara tersebut tetap terdengar oleh Nura. Rasa tidak nyaman mulai merasuki Nura.

" Arrgh!" Suara teriakan itu membuat Nura kaget dan tidak sengaja menjatuhkan belanjaannya.

Hal itu menjadi pusat perhatian dari para pengunjung pasar lain, Nura dengan cepat memungut kembali belanjaannya yang berjatuhan di jalan. Rasanya saat itu Nura ingin menghilang saja. Seseorang mendekati Nura dan berniat untuk membantunya tetapi Nura menolak hal tersebut dan segera beranjak saat belanjaannya sudah berada di tangannya kembali.

Beberapa anak berlari melewati Nura sembari tertawa riang.
" Aku cari batu dulu."

" Untuk apa? Sudah tidak ada gunanya lagi."

" Nggak kita kubur dulu?"

" Capek, nanti juga ada tukang sampah yang akan urus."

Percakapan singkat yang Nura dengar itu membuat timbul pertanyaan di benak Nura. Apa yang sedang anak-anak itu lakukan? Untuk apa mereka mencari batu? Benda apa yang ada hubungannya dengan hal kubur- mengubur?

" Sakit..sakit.."

Muncul kembali suara rintihan, tetapi kali ini suaranya lebih lemah dari pada awal tadi. Nura kembali mengabaikan suara itu dan segera bergegas untuk kembali ke rumah. Yang terpenting semua barang dari daftar belanjaan sudah dia dapatkan.

" Siapapun tolong aku, selamatkan aku, aku ingin hidup..."

Seketika Nura membatalkan niatnya dan berusaha mencari dari mana sumber suara itu. Dia sudah tidak tahan dengan apa yang sedari tadi didengarnya. Masa bodoh dengan belanjaan, yang Nura pikirkan sekarang hanyalah menyelamatkan pemilik suara itu.

Nura sedikit berlari sembari memperhatikan sekeliling. Terlihat seorang pria paruh baya sedang berjongkok sembari melalulan sesuatu dengan plastik hitam.

" Tunggu pak!" Ucap Nura sembari memegang tangan pria itu, mencoba menghentikan tindakan apapun yang sedang pria itu lakukan.

" Ada apa ya mbak?"

" Apa yang sedang bapak lakukan?" Tanya Nura.

" Ini, bapak mau buang bangkai kucing. Entah dari mana tiba-tiba sudah ada di samping tempat jualan."

" Kucing ini belum mati pak. Jangan buang dulu." Pinta Nura.

" Belum mati apanya? Sedari tadi kucing ini hanya diam saja tergeletak disini, saya coba usir juga tidak bangun-bangun."

Bagaimana cara Nura menjelaskan kepada bapak, sampai saat ini pun Nura masih dapat mendengar rintihan dan permintaan tolong yang ternyata berasal dari kucing hitam itu.

DUNIA NURATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang