BAB 1 PERJALANAN KE SEKOLAH

21 5 1
                                    

Cuaca pagi hari ini lumayan cerah, matahari mengintip malu diantara hamparan awan. Terlihat seorang gadis berambut ikal pendek dengan jaket hoodie biru sedang berjalan menyusuri trotoar, melewati area pertokoan yang sudah mulai ramai dengan aktivitas para pemiliknya.

Ada yang sedang menyapu teras toko, membuka pintu dan jendela, mengganti papan tanda tutup menjadi buka, menyirami tanaman dan lain sebagainya. Gadis itu perlahan melihat jam tangan miliknya, masih pukul enam dua puluh. Kelas pertama dimulai empat puluh menit lagi dan ini masih suasana tahun ajaran baru.

Dia berbelok ke toko roti ujung jalan, terlihat nama "Olfie Bakery" tertulis di kaca jendela utama toko. Menghadap langsung kepada para pelanggan yang akan berkunjung. Gadis itu membuka pintu toko yang bersamaan dengan terdengarnya bunyi lonceng. Tulisan "We're close" di gagang pintu tidak dihiraukan gadis itu seakan dia sudah terbiasa mengunjungi toko sebelum jam bukanya. Aroma harum roti yang baru keluar dari oven memenuhi seluruh ruangan.

Seorang Pria paruh baya mengenakan celemek coklat dengan aksen nama toko sedang menata beberapa roti di etalase toko, menyambut gadis itu dengan senyuman hangat dan dibalas dengan senyuman juga. Berdekatan dengan meja kasir, terlihat mesin pembuat kopi dan beberapa toples berisi biji kopi berjajar dengan rapi. Dimana setiap toples kopi itu bertuliskan nama jenis biji kopi di dalamnya. Gadis itu perlahan mendekati meja kasir dan tanpa diduga sesosok laki-laki seusianya muncul tiba-tiba dari balik meja kasir, mengenakan seragam sekolah yang ditutupi celemek coklat aksen nama toko tersebut.

" Seperti biasa? " tanya sesosok laki-laki itu.

" Iya seperti biasa." Jawab gadis itu santai.

Dengan cekatan laki-laki itu berjalan ke meja tempat mesin kopi berada, mulai meracik secangkir susu coklat hangat dengan tambahan parutan coklat putih diatasnya. Aroma susu coklat hangat mulai menggelitik hidung dan indra perasa. Diambilnya satu buah donat dengan toping parutan keju dan kacang almond dari etalase kaca toko dan dibungkus dengan kantong kertas coklat bertuliskan nama toko tersebut. Gadis itu melihat keluar jendela, terlihat gerombolan merpati berkerumun di trotoar depan toko memakan remah roti yang diberikan oleh pria paruh baya bercelemek coklat.

" Ayahmu masih rutin memberi makan burung merpati?" tanya gadis itu.

" Iya, dia tidak mau membuang makanannya dengan sia-sia. Siapa lagi yang mau menerima sisa roti yang tidak laku di toko ini selain para burung? Lagipula mereka pasti akan senang." Ucap laki-laki itu sembari menyodorkan pesanan gadis itu.

" Terimakasih Olfie." Ucap gadis itu sembari memberikan uang dan mengambil pesanannya.

" Anything for you babe." Ucap Olfie sembari menggoda.

" Kau harus menjadi seorang dokter kalau mau berucap seperti itu." ucap gadis itu berjalan menuju pintu keluar.

" kau kan tahu otakku tidak mampu, dan aku ini ingin menjadi seorang barista profesional." Ucap Olfie setengah berteriak.

" tepat sekali Olfie, good bye." Ucap gadis itu sembari memasang earphone sebelum keluar toko.

Suara riuh obrolan dan percakapan perlahan mulai tertutup dengan suara musik jazz lembut dari earphone gadis itu. Dia menyapa paman pemilik toko yang masih sibuk dengan gerombolan merpati di trotoar dan melanjutkan perjalanan ke sekolah.

Gadis itu berjalan sembari menikmati donat dan menyesap susu coklatnya. Masih tersisa dua puluh menit sebelum jam pelajaran pertama. Mulai terlihat hamparan tanah lapang dan dihiasi pepohonan yang menandakan akan segera memasuki area taman dan hutan kota. Alih-alih berjalan lurus, gadis itu lebih memilih belok dan mengikuti jalan menuju pemakaman.

Ada tiga pemakan di kota ini dan pemakaman yang berseberangan dengan taman kota adalah yang terbesar. Banyak yang bilang bahwan pemakaman ini adalah pemakaman pertama dan usianya sama tuanya dengan kota ini. Walau bisa dibilang cuaca pagi ini cerah, tetapi hawa suram dan lembab mulai terasa saat memasuki pemakaman. Hal ini dapat terjadi karena banyaknya pepohonan besar yang berada di area pemakaman menyebabkan susahnya sinar matahari untuk memasuki area tersebut.

Begitu sunyi dan dingin, bahkan tidak banyak hewan berkeliaran di tempat itu. Hanya beberapa ekor burung gagak yang bertengger di gerbang depan dan belakang pemakaman. Jajaran batu nisan mulai dari ukuran sedang hingga besar tertata di samping kanan kiri jalan setapak yang memotong area pemakaman. Tidak sedikit batu nisan yang ditumbuhi tamanan liar dan terlihat tidak terurus.

Gadis itu berjalan dengan santai menyusuri area pemakaman. Hawa dingin yang datang melanda membuat dia harus mengencangkan hoodie yang dia pakai. Sesekali gadis itu menyesap susu coklat untuk melawan udara dingin, ditemani alunan musik jazz dari earphone yang dipakainya. Paving block yang ditumbuhi lumut dan rumput liar menjadi jalan penunjuk menuju tujuan akhirnya, gerbang belakang pemakaman.

Suasana sekolah mulai ramai seiring semakin dekatnya jam pelajaran dimulai. Beberapa siswa ada yang berlari, membentuk gerombolan dan bercanda, beberapa ada yang memeriksa kembali barang bawaannya, dan guru piket berjaga di depan gerbang untuk memeriksa seragam dan penampilan siswanya agar sesuai dengan peraturan sekolah.

Dilihatnya jam tangan, masih ada waktu enam menit sebelum jam pelajaran dimulai. Gadis itu mencari tempat sampah terdekat untuk membuang gelas dan kantong kertas bekas pesanannya tadi. Disapanya guru piket yang sedang berdiri di depan pos penjagaan sekolah.

" Bisa tolong dilepas dahulu jaket dan earphonenya?" pinta seorang guru wanita berkacamata.

" Baik Bu Meta, maaf." Ucap gadis itu sembari melepas earphone dan hoodie yang dikenakan.

" Ava, kenapa kamu bawa anjing?"

Pertanyaan itu mengalihkan perhatian si gadis yang sedang melipat hoodienya. Benar saja, guru piket yang satunya sedang menegur seorang murid laki-laki yang menuntun seekor anjing Golden Retriever.

" ini untuk acara galang amal Osis Pak Jamal." jawab siswa yang bernama Ava.

" Mau taruh mana anjing kamu?" tanya Pak Jamal jengkel.

" Gampang pak, nanti saya cari tempat yang adem di lingkungan sekolah. Lagipula kan ini usaha Osis untuk narik dana amal buat anak yatim. Janji pak, Browny gak akan bikin masalah." Bujuk Ava sembari mengelus kepala anjing di sampingnya.

Pak Jamal hanya bisa menghela napas dan membiarkan anak muridnya Ava untuk masuk melewati gerbang. Namun anjingnya Browny seperti enggan untuk memasuki lingkungan sekolah. Hal ini dapat dilihat karena saat Ava berjalan, Browny tetap duduk di tempat tidak bergerak dan menghiraukan tarikan tali yang tersambung di kalung lehernya.

" Ayo Browny, kenapa lagi kamu? Tadi perasaan perjalanan kesini baik-baik saja." Ucap Ava heran.

" Saya rasa kamu harus mengurungkan niatmu. Anjingmu saja tidak setuju dengan idemu." ucap Pak Jamal dengan nada mengejek.

Ava menghembuskan napas panjang. Dengan cekatan Ava langsung menggendong anjingnya Browny di bagian depan tubuhnya. Browny hanya diam, menaruh kepalanya di pundak majikannya dan mengeluarkan suara seperti merengek. Mereka berjalan melewati si gadis yang masih mematung memegang hoodie miliknya. Seperti tidak dapat melepas pandangan, gadis itu mengikuti gerak berjalannya Ava dan anjingnya. Memang bukan pemandangan yang umum bahwa seorang murid berangkat ke sekolah sembari menggendong seekor anjing. Tetapi bukan itu penyebabnya, karena gadis itu mendengar suara yang samar-samar berbunyi.

" Aku takut, aku mau pulang..."

DUNIA NURATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang