BAB 8 AWAN KELABU

6 3 0
                                    


Setelah Olfie pulang ke rumahnya. Nura kembali masuk ke dalam dan mengunci pintu. Dilihatnya jalanan di komplek itu sudah sepi dari balik jendela. Komplek perumahan Nura bukanlah termasuk kedalam jalan utama, oleh sebab itu meski jam baru menunjukkan pukul delapan malam tetapi suasana di luar sudah jarang orang yang beraktivitas.

Nura kemudian memasuki kamarnya. Merebahkan tubuh ke tempat tidur kemudian menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Entah sejak kapan tubuh Nura memiliki ketahanan yang rendah dalam menghadapi hawa dingin.

"Lucu sekali aku tadi menawarkan roti kepada anak pemilik toko roti. Hm, aku tidak bisa tidur." Gumam Nura.

Dia kemudian berbalik menatap keluar jendela yang tertutup gorden. Suasana kamar yang gelap dan pancaran cahaya dari lampu jalan membuat Nura dapat melihat siluet pohon ataupun kendaraan yang melewati jalan.

Suara desiran angin yang menggoyangkan ranting serta hewan-hewan nocturnal yang keluar menemani Nura yang masih berbaring di tempat tidurnya. Helaan napas keluar dari mulut Nura, kemudian dia beranjak meraih ponsel di meja kecil samping tempat tidur. Diputarnya playlist favorit, apa lagi kalau bukan music jazz. Begitu banyak yang dipirkan Nura sehingga membuat dirinya belum bisa tidur. Tentang teman masa kecilnya Olfie yang selalu memintanya untuk menjadi kekasihnya. Dan Clarissa, teman sekelasnya yang memintanya untuk melakukan ekspedisi horror.

Nura memang menyukai Olfie, tapi hanya sebatas teman. Bertumbuh besar bersama dengannya membuat Nura menganggap Olfie seperti saudaranya sendiri. Dia juga tidak ingin merusak hubungan baik antara keluarganya dengan keluarga Olfie. Keluarganya memiliki hutang budi yang besar, yang mungkin tidak dapat dia bayar seumur hidupnya.

Nura sebenarnya tidak membenci Clarissa, dia hanya tidak terlalu suka apabila ada seseorang yang masih asing baginya tetapi sudah memintanya untuk berbuat hal-hal aneh. Ada rasa mengganjal yang dirasakan saat dirinya meninggalkan Clarissa sendirian di pemakaman tadi. Tapi apa boleh buat, dia berharap setelah apa yang terjadi dapat membuat Clarissa untuk menjaga jarak terhadapnya.

Nura hanya ingin belajar di SMA dengan tenang tanpa adanya permasalahan dengan teman sekelasnya. Hubungan social antara individu membuat dirinya tidak nyaman. Nura menyadari bahwa kemampuan sosialnya itu memang nol besar. Semakin dipirkan, semakin memusingkan dan tidak ada habisnya.

"Kehidupan yang melelahkan. Aku harap besok tidak ada hal buruk yang terjadi di sekolah." Ucap Nura sembari memejamkan mata.

---

---

---

Jam pertama hari ini adalah pelajaran olahraga. Para siswa diminta untuk membentuk kelompok karena akan diadakan permainan bola voli. Regu perempuan dan laki-laki terpisah, hal ini tentu membuat beberapa siswa laki-laki merasa kecewa karena tidak dapat bermain bersama Clarissa. Murid idola baru di kelas.

"Baik anak-anak, hari ini bentuk kelompok untuk memainkan bola voli. Kita akan mempelajari teknik dasarnya dahulu. Karena pertemuan keempat kita akan mengambil nilai."

"BAIK PAK !!" Jawab para siswa serentak.

Dan seperti sudah dikira, Clarissa satu kelompok dengan para gadis populer lain di kelasnya. Mudah bagi dirinya untuk mendapatkan kelompok karena banyak sekali orang yang ingin menjadi teman dekatnya. Hal sebaliknya terjadi kepada Nura, disaat yang lain sudah memiliki kelompok dia masih mondar-mandir menawarkan diri untuk masuk kedalam kelompok lainnya.

"Maaf, kelompok kami sudah lengkap anggotanya."

"Regu kami sudah penuh."

"Posisi terakhir di kelompok kami sudah terisi."

"Maaf ya, kelompok kami sudah tidak menerima anggota."

Hampir semua siswa perempuan sudah membentuk kelompok. Nura hanya bisa menghela napas, memang hal seperti ini sudah sejak awal Nura prediksi akan terjadi. Dia kemudian menemui guru olahraga dan bilang bahwa belum mendapatkan kelompok sendiri.

"Anak-anak, adakah kelompok yang belum genap? Ini masih ada satu teman kalian yang belum mendapatkan kelompok." Tanya guru olahraga kepada para siswa.

Hening, tidak ada jawaban aktif. Hanya terdengar suara bisikan dari para siswa dan tertawaan kecil. Nura melihat Clarissa, dia hanya diam diantara teman-temannya yang sedang bergumam. Nura tertunduk pasrah, haruskah dia melakukan penilaian olahraga secara individu. Tanpa kelompok?

"Sepertinya jumlah siswa perempuan di kelas ini ganjil ya? Adakah dari kalian yang mau menerima Nura kedalam kelompok? Karena ini hanya untuk pembelajar dan tidak untuk turnamen, jumlah kelompok boleh lebih dari enam." Tanya guru olahraga.

Namun semuanya mendadak terdiam, tidak ada yang menawarkan diri untuk menerima Nura. Sekali lagi Nura tertunduk, ada sedikit rasa malu saat dia menjadi pusat perhatian.

"Saya mau menerima Nura Pak!"

Satu teriakan itu membuat semuanya tersentak termasuk Nura. Terlihat seorang siswa yang mengangkat tangan dari balik barisan siswa yang lain. Dan orang itu tidak lain adalah Carissa. Teman-teman di sampingnya menatap heran kepadanya, seperti ada tanda tanya besar kenapa dia mau mengajukan diri.

"Nah bagus, segera kamu bergabung kedalam kelompokmu Nura. Dan yang lain juga segera untuk melakukan latihan."perintah guru olahraga yang langsung dituruti oleh semua siswa.

Suasana dalam kelompok Nura sangat canggung, Clarissa hanya diam tidak berbicara sedikitpun. Teman-temannya yang lainpun melakukan hal yang sama. Setiap perwakilan kelompok mempunyai tugas untuk mengambil bola yang sudah disediakan di pinggir lapangan untuk digunakan saat latihan. Dengan inisiatif sendiri Nura langsung mengambil bola dan membawanya ke kelompoknya.

"Ini bolanya." Ucap Nura sembari menyerahkan bola. Clarissa menerimanya tanpa mengucap satu katapun. Hal itu membuat Nura merasa tidak nyaman mengingat hal apa yang terjadi kemarin. Setelah suasana canggung itu salah satu siswa dalam kelompok itu mengambil arahan untuk membentuk lingkaran guna melatih gerakan passing dari setiap anggota kelompok.

Diawali dari Clarissa yang dilanjutkan dengan anggota kelompok lain, namun tidak dengan Nura. Setiap kali bola yang diarahkan kepadanya selalu terpental tinggi dan tidak bisa dijangkaunya. Alhasil Nura selalu yang mengambil bola yang keluar itu.

Ada suara tawa yang terdengar sekilas dari kelompoknya, namun Nura tidak mau mengambil pusing hal itu. Dia justru akan kaget apabila seluruh anggota kelompoknya berbuat baik kepadanya. Masih untung ada kelompok yang mau menerimanya meski perlakuannya seperti ini.

"Apa yang kalian sedang lakukan sih?" Tanya Clarissa kepada teman-temannya.

"Tenang saja Clar, biar kami yang melakukannya untukmu. Kamu tidak perlu mengotori tanganmu."

"Maksudmu apaan sih?" Tanya Clarissa sekali lagi.

"Kami tahu kalau kamu kemarin mengejar Nura saat jam pulang sekolah. Tapi entah kenapa sepertinya pembicaraanmu denganya tidak berjalan baik kan?"

"Huh? Bagaimana kalian.." Belum Clarissa menyelesaikan kalimatnya, salah satu temannya memotong perkataan tersebut.

"Tidak usah ditanyakan lagi, hal tersebut sudah tergambar jelas di wajahmu kemarin dan pagi ini. Memangnya siapa dia? Beraninya bersikap kasar kepadamu."

"Tunggu dulu, sepertinya kalian ada kesalahpahaman di sini." Ucap Clarissa.

"Sudahlah, kamu itu terlalu baik untuk anak itu Clarissa. Jangan sampai kamu dekat dengan anak aneh itu lagi. Ini hanya sebatas dalam kelompok olahraga."

Tanpa yang lain sadari, Nura dapat mendengar semua yang mereka ucapkan. Dan tanpa mereka tahu, Nura telah melihat apa yang akan menunggunya di depan. Bahwa dia tidak akan dapat melewati masa SMAnya dengan tenang.

DUNIA NURATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang