BAB 26 TERBUAI BUAIAN

7 1 0
                                    

Hari sudah mulai gelap dan lampu-lampu jalan memancarkan cahanya yang terpantul di kaca bus. Nura dan Olfie duduk di kursi paling belakang dekat dengan jendela sembari memandangi jalanan malam berhiaskan lampu. Nura duduk menyandarkan badannya dengan pandangan lemas.

" Wajahmu pucat babe, kamu sakit?" Ucap Olfie sembari memandangi wajah Nura.

" Tidak, aku hanya belum makan saja." Jawab Nura singkat.

" Tapi tidak biasanya wajahmu sampai pucat begini. Mengaku saja, kamu sakit kan babe?" Cerca Olfie.

" Sudah ku bilang aku tidak sakit. Hanya belum makan saja." Jawab Nura sekali lagi dengan malas.

" Kapan terakhir kali kamu makan babe?" Tanya Olfie.

" Tadi pagi." Ucap Nura. Sontak jawaban tersebut membuat Olfie kaget dan langsung berteriak tidak percaya. Hal tersebut langsung membuat barisan bangku belakang bus tersebut menjadi perhatian bagi para penumpang lain.

Segera Nura langsung menutup mulut Olfie dengan kedua tangannya guna menghentikan teriakan tadi.

"Ssts, tenanglah. Jangan buat aku malu." Ucap Nura berbisik dengan kedua tangannya tetap menutup mulut Olfie.

" Bagaimana bisa aku tidak kaget, terus kenapa kamu tidak makan siang di sekolah tadi?!" Tanya Olfie sedikit marah sembari melepaskan tangan Nura dari mulutnya.

" Ada kejadian di sekolah tadi sehingga aku tidak sempat makan siang, begitu aku mau makan di rumah malah ada masalah tambahan yang muncul." Jelas Nura.

Olfie hanya bisa memandangi Nura dengan ekspresi marah dan khawatir. Pantas saja sedari tadi berangkat mengantarkan kucing Nura terlihat pucat dan kurang bertenaga.

" Kalau begitu temani aku makan malam." Ucap Nura kepada Olfie. Dia tidak suka jika teman masa kecilnya memandangi dirinya dengan tatapan seperti itu. sangat tidak nyaman.

" Baiklah. Tapi aku yang memilih tempatnya." Ucap Olfie dengan ketus.

Mereka berdua akhirnya tidak jadi pulang ke rumah dan merubah rute tujuannya ke pusat kota. Olfie dengan lembut menggandeng Nura menuju tempat tujuannya. Nura pun hanya bisa diam mengikuti Olfie tanpa perlawanan, karena memang dia sudah lemas kelaparan.

Suasana jalanan yang ramai serta pendaran dari lampu jalan dan bangunan-bangunan sangat berbeda dibandingkan suasana di lingkungan tempat tinggal Nura. Trotoar juga nampak sibuk dengan kerumunan pejalan kaki meski matahari sudah terbenam.

Mereka berdua berjalan menuju cafe dua lantai di perempatan jalan. Begitu Nura masuk aroma kuat biji kopi langsung menyambut indra penciuman. Banyak sekali biji kopi berbagai jenis tertata rapi baik di etalase, rak kaca transparan yang menutupi seluruh area dinding serta karung-karung berisikan biji kopi berjajar di depan meja etalase. Terdapat meja bulat untuk pengunjung serta sofa di setiap sudut. Nuansa ruangan di lantai satu didominasi warna coklat dengan lampu kuning temaram menambah suasana cozy di sana.

" Kita akan makan di sini?" Tanya Nura kepada Olfie.

" Tidak, belum. Kita harus tetap lanjut berjalan." Olfie menarik tangan Nura, mengajaknya untuk menaiki tangga menuju lantai dua. Suasana langsung berubah, mereka berdua disambut dengan pemandangan pusat kota di malam hari. Balkon itu disulap menjadi tempat makan open kitchen dengan beratapkan lampu-lampu hias yang dibentangkan.

Olfie pun mengajak Nura duduk di meja yang berada di posisi pinggir balkon, berhadapan langsung dengan pemandangan malam di pusat kota.

" Aku tidak percaya selera tempat makanmu seperti ini." Ucap Nura tidak percaya.

" Sebenarnya aku lebih sering berkunjung ke sini untung membeli biji kopi di lantai satu. Dan aku baru tahu akhir-akhir ini ternyata di lantai dua itu restoran juga." Ucap Olfie.

Mereka berdua akhirnya memesan makanan begitu pelayan datang mengantarkan buku menu, tanpa menunggu lama makanan mereka sudah berada di atas meja, fish and chips dengan air mineral botol.

" Bagaimana makanannya babe?" Tanya Olfie.

" Lumayan enak, atau aku yang kelaparan ya." Ucap Nura.

" Dan kenapa tadi siang tidak makan?" Tanya Olfie lagi.

" Ada sedikit masalah di sekolah tadi." Jawab Nura singkat.

" Jangan bilang kalau ada pembullyan?! Wah, memang sekolah elit tidak menjamin-"

" Husst, jangan ngomong sembarangan ya. Tidak ada pembullyan di sekolahku kok." Ucap Nura memotong perkataan Olfie. Memang Nura pernah merasakan pembullyan, tetapi untungnya tidak bertahan lama.

"Kalau begitu apa babe?" Tanya Olfie sekali lagi.

" Aku hanya salah makan saja." Jawab Nura. Olfie hanya terdiam mendengar jawaban tersebut, membuatnya mengingat kejadian di masa lalu saat mereka berdua masih anak-anak. Kejadian yang selalu ada di ingatan Olfie dan masih dia ingat sampai sekarang.

" Tenanglah, tidak separah dulu kok. Aku bahkan sudah langsung bisa makan sekarang kan." Ucap Nura menenangkan Olfie. Ada raut kekhawatiran dari pandangan Olfie, dan Nura tidak suka akan pandangan tersebut.

Mereka berdua melanjutkan makan malam dengan tenang, sembari menikmati pemandangan malam itu. Dengan hembusan angin malam yang menerpa wajah dan rambut, semakin membuat mereka tenggelam dalam pikiran masing-masing.

---

---

Hari itu Nura pulang cukup larut dan rumah masih sepi karena kedua orang tuanya yang akan pulang lebih malam lagi karena lembur. Olfie menawarkan untuk menemani Nura sampai kedua orang tuanya pulang tapi Nura menolak dan meminta Olfie langsung pulang setelah mengantarnya sampai rumah.

Nura langsung merebahkan tubuhnya di ranjang dan memejamkan kedua matanya. Rasa lelah itu membuainya dan membuatnya langsung terlelap tanpa menunggu lama. 

Hembusan angin menerpa rambut Nura, membuatnya harus menahan bagian belakang rambutnya agar tidak menghalangi wajah. Bulan purnama bersinar malam itu, menerangi hamparan ladang bunga hortensia sejauh mata Nura memandang.

Nura berjalan menyusuri jalan setapak itu dengan kaki telanjang. Sedikit berjingkat sembari mengangkat sedikit dressnya agar setinggi lutut. Tubuhnya bergerak membawa Nura menuju pohon pinus besar di tengah ladang bunga hortensia.

Dipandanginya pohon itu sembari merapikan cape dress yang Nura kenakan. Siluet laki-laki terlihat berdiri di balik batang pohon itu. Nura mencoba mendekatinya tetapi tiba-tiba tubuhnya tidak bisa bergerak dan jatuh terduduk tepat di depan batang pohon itu.

Nura hanya bisa terduduk sembari menunduk. Meski Nura melihatnya tapi dia tahu bahwa laki-laki itu sedang berjalan menghampirinya, terdengar dari suara langkah kaki yang mendekat. Dirasakannya sentuhan lembut di pipi yang mengangkat wajahnya, membuat Nura beradu pandangan.

Mata biru laut itu membuatnya tidak bisa mengalihkan pandangan, Nura seperti terhisap di dalamnya. Laki-laki bermata biru dan dengan rambut hitam itu nampak familiar bagi Nura. Cahaya bulan membuat rambut hitam itu tampak berkilauan.

" Kita bertemu lagi nona." Ucap laki-laki itu dengan lembut. Ada banyak pertanyaan yang berada di kepala Nura, tapi entah mengapa kedua mulutnya tidak dapat mengeluarkan sepatah katapun. Membuatnya hanya bisa berpandangan mata. 

" Aku berhutang banyak padamu. Dan ini terimakasih kecilku untukmu." Ucapnya , mata itu mulai terpejam seiring lelaki itu mendekatkan wajahnya. Seperti mengikuti alur tanpa diminta, Nura tanpa perlawanan mulai memejamkan kedua matanya. Menunggu kejadian apa yang terjadi selanjutnya.

Tubuh Nura tersendak diiringi suara alarm dari handphonenya. Dia mulai membuka mata da terbangun dari tidurnya. Degupan kenjang dari jantungnya tidak dapat dia hindari, 'Mimpi macam apa aku semalam ?'

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DUNIA NURATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang