BAB 9 MENENTANG GURUH

6 3 0
                                    


Setelah apa yang terjadi pada jam pelajaran olahraga tadi, Nura tahu bahwa dia secara resmi sudah diberi label aneh oleh teman sekelasnya. Dan seperti biasa dia menuju tempat tujuannya saat bel istirahat berbunyi, tidak lain dan tidak bukan adalah ruang perpustakaan. Kantin adalah tempat yang sangat Nura hindari untuk saat ini. Dia tidak ingin membayangkan perlakuan macam apa yang teman sekelasnya akan berikan kepadanya. Nura ingin tetap focus pada nilai akademiknya.

Di sisi lain suasana kantin ramai seperti biasa, dan tentunya meja-meja itu sudah terisi para siswa tak terkecuali yaitu Clarissa dan teman-temannya. Topik pembicaraan mereka tentunya Nura saat pelajaran olahraga. Banyak yang melontarkan pendapat bahwa mereka puas dengan apa yang terjadi terhadap Nura.

Tentang Nura yang sedari awal selalu bertugas mengambil bola, tanpa mendapatkan giliran untuk melakukan passing. Bahkan banyak dari mereka yang sudah memiliki rencana selanjutnya yang akan mereka lakukan kepada Nura. Namun dalam satu kelompok itu hanya Clarissa yang tetap diam.

"Sudahlah, tidak usah kamu memikirkan hal yang berlebihan. Biar anak aneh itu paham tindakan apa yang telah dia perbuat terhadapmu."

Clarissa tetap diam, dia hanya berpikir bahwa temannya pasti sudah salah tangkap tentang apa yang terjadi antara dirinya dengan Nura. Namun Clarissa tidak mempunyai keberanian untuk mengungkapkannya. Dia takut akan diberi label aneh dari teman-temannya kalau tahu bahwa dia sebenarnya memiliki tujuan tersembunyi kemarin, yaitu mengajak Nura membuat video youtube bareng.

Meja kantin depan seperti biasa telah menjadi markas siswa laki-laki hits sekolah di jam istirahat. Jason dan Dito sudah menikmati makanan mereka sedari tadi, disusul Andra yang baru membawa makanan ke mejanya dan Ava yang sedari tadi sibuk memperhatikan suasana kantin sedari tadi.

"Buruan makan, nyari apaan sih?" Ucap Andra yang melihat Ava masih sibuk memperhatikan sekeliling.

"Nyari seseorang ini." Jawab Ava yang masih tetap celingak-celinguk.

"Siapa yang dicari?" Tanya Jason penasaran.

"Cewek.." Jawaban singkat dari Ava itu sontak membuat ketiga temannya langsung tersedak.

UHUK-UHUK..UHUK

UHUK..UHUK..

"Ada yang salah?" Tanya Ava heran dengan teman-temannya.

"Dirimu ada yang salah sepertinya." Jawab Dito yang masih mengatur napas sehabis tersedak.

"Sepertinya besok akan ada badai besar." Ucap Andra.

"Atau hari ini akan terjadi gerhana bulan." Timpal Jason.

"Kalian jangan ngomong yang aneh-aneh." Ucap Ava yang mulai duduk di meja tersebut.

"Ava mencari seorang cewek adalah salah satu fenomena alam yang langka." Ucap Dito.

"Kalian jangan mulai, ok?" Ucap Ava sambil manikmati makanannya.

"Akui saja, didekati siswa perempuan saja pasti kau akan langsung memilih untuk pergi kan." Jelas Andra.

"Kapan aku bersikap begitu?" Tanya Ava sedikit sewot.

"Waktu Cantika sepupuku minta untuk dikenalkan denganmu, kau langsung menolaknya tanpa bertemu dahulu. Itu namanya apa?" Jawab Dito.

"Aku tidak ingin pacaran." Jawab Ava tegas

"Lalu ini nyari cewek mau ngapain bujang?" Tanya Jason emosi.

"Aku berhutang sesuatu." Jawab Ava sembari tersenyum.

Dan pada saat itu juga Dito, Jason dan Andra sepakat bahwa temannya satu ini yaitu Ava telah masuk kedalam fase kasmaran anak remaja tanpa dia sadari.

---

---

---

Di jam pelajaran selanjutnya Nura masih merasa seluruh teman sekelasnya menatap aneh saat dirinya masuk ke dalam kelas. Dibuangnya pemikiran itu jauh-jauh dan segera duduk di bangkunya. Tidak berapa lama seorang pria gempal dengan kepala pelontos memasuki kelas, dia memperkenalkan diri sebagai Bapak Anton, guru fisika.

Tanpa waktu lama seluruh siswa di kelas itu tahu bahwa Pak Anton ini memiliki sifat yang keras saat mengajar, terbukti dengan dikeluarkannya salah satu siswa yang lupa membawa buku pelajaran.

"Kalau kalian tidak dapat menghormati pelajaran saya, saya juga tidak akan menghormati kalian!" Satu kalimat itu berhasil membuat satu kelas itu hening.

Kurang dari setengah jam papan tulis di depan telah terisi penuh oleh berbagai rumus, dengan sedikit penjelasan yang diberikan oleh Pak Anton. Banyak siswa yang belum memahami apa yang telah disampaikan, tetapi mereka terlalu takut untuk bertanya. Begitupun saat Pak Anton bertanya apakah ada yang belum paham, mereka lebih memilih untuk diam.

"Baiklah kalau kalian semua diam berarti kalian semua sudah paham. Saya minta lima orang sesuai urutan absen untuk mengerjakan lima soal yang ada di halaman sepuluh. Maju kedepan."

Sontak hal itu membuat lima orang absensi pertama langsung lemas, mereka maju tanpa persiapan apapun selain rasa takut dan pasrah. Dan tentu hasilnya dapat diduga, kelimanya tidak dapat mengerjakan soal tersebut.

"Kalian ini tadi ditanya sudah paham atau belum malah diam, sekarang diminta mengerjakan malah tidak bisa. Kalian semua berdiri disini dulu, sampai ada yang bisa mngerjakan soal ini kalian baru boleh duduk." Kelima siswa itu langsung berdiri di depan kelas tanpa bisa membantah.

Soal di papan tulis itu tentunya diberikan estafet kepada lima orang sesuai absensi selanjutnya termasuk Clarissa. Dan seperti kelompok sebelumnya, kelompok ini melakukan hal yang sama. Tidak ada yang bisa menjawabnya dengan benar. Dan alhasil bagian depan kelas seketika ramai oleh para siswa yang gagal menjawab soal.

"Aduh kalian ini bagaimana. Mau berdiri sampai jam pelajaran selesai?!" Teriakan tersebut sontak mengagetkan seluruh siswa terutama yang berdiri di depan.

Terlihat Clarissa sudah mulai berkaca-kaca. Tubuh mungilnya itu mulai sedikit bergetar sesaat setelah Pak Anton berteriak. Hal itu dapat dilihat oleh para siswa lain yang masih duduk termasuk Nura. Ada rasa iba yang muncul saat dia melihat Clarissa seperti itu. Terlebih dia tidak terlalu suka dengan metode mengajar yang digunakan oleh Pak Anton, sangat tidak efektif.

"Kalau ada dari kalian yang bisa mengerjakan soal di depan, bapak akan percepat jam pelajaran ini agar cepat selesai." Ucapan tersebut memancing Nura untuk maju, namun dia juga takut.

Nura takut kalau dia maju dengan kamauan sendiri dan jawabannya salah, entah dia akan diberi label apa lagi oleh teman sekelasnya. Namun sebenarnya Nura juga muak dengan sifat gurunya yang seolah merendahkan anak didiknya. Nura kemudian membaca materinya lagi, mengulang kembali apa yang telah dia pelajari saat di rumah dan diperpustakaan kemudian mencoba menulisnya di buku catatannya.

Dilihatnya kembali hasil hitungannya, sepertinya rumusnya sudah benar dan tidak ada yang salah. Sekarang yang perlu dia lakukan hanya satu, mengumpulkan keberanian dan mengajukan diri untuk mengerjakan soal di depan.

Lima menit telah berlalu belum ada siswa yang mengajukan diri untuk mengerjakan soal di papan tuli. Pak Anton mulai berdiri, bersiap untuk menghukum seluruh siswa di kelas itu karena tidak ada yang menuruti perkataannya.

"Baiklah kalau kalian tidak ada yang maju, maka bapak minta semua siswa yang ada di kelas ini..."

"Saya ijin menjawab pak!" Teriakan Nura itu sontak mengagetkan seluruh siswa di kelas termasuk Clarissa juga Pak Anton sendiri.

DUNIA NURATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang