BAB 14 TERSADAR

11 3 0
                                    

Olfie sedang focus dengan pelajaran di kelasnya, menulis kembali huruf-huruf yang terpampang di papan putih. Aroma menyengat yang keluar dari guratan spidol tercium karena tempat duduk Olfie yang termasuk dalam jajaran tempat duduk depan. Seluruh siswa terlihat melakukan hal yang sama, semua sedang sibuk menulis di buku masing-masing.

" Baiklah semuanya, bapak ingin kalian kembali menulis materi yang tertera di depan. Setelah selesai bapak akan beri kalian tugas untuk mencari buku reverensi yang telah bapak tulis di depan dan rangkum semua isi buku tersebut. Minggu depan kumpulkan di meja bapak." Ucap seorang guru yang tengah berdiri di depan kelas.

Terdengan suara keluhan dari seluruh siswa di kelas tersebut. Bagaimana tidak, buku reverensi yang tertulis di depan sejumlah lima buku. Belum lagi membaca dan menulis kembali dalam bentuk rangkuman. Mendadak semua wajah siswa berubah memasang ekspresi lesu dan jengkel. Beberapa detik setelah guru tersebut keluar kelas, terdengar suara para siswa yang langsung mengeluh bersamaan.

" Tugas macam apa ini?! Dikira kita itu mesin ketik atau apaan?!" Keluh Olfie.

" Terus bilangnya minggu depan?! Lima buku?!" Timpal temannya.

" Bisa-bisa nggak cuma rambut yang keriting, tangan kita juga keriting." Ucap teman satunya.

" Aarrgh! Aku butuh liburan!"

Tidak menunggu lama mereka bertiga langsung keluar kelas menuju kantin. Dan seperti yang sudah diduga, suasana di sana sangat ramai. Terkesan ricuh malah. Hal tersebut tidak dapat dihindari karena memang sekolah Olfie adalah sekolah khusus untuk laki-laki. Tidak ada siswi perempuan di sana. Dan saat jam istirahat datang, bangunan kantin pun berubah menjadi arena pertempuran bagi para siswanya.

Banyak kios yang sudah penuh dengan para siswa, mereka berdiri memenuhi bagian depan kasir. Tulisan "Harap Antre" yang terpampang di setiap depan kios tidak pernah mereka hiraukan, termasuk juga untuk Olfie dan teman-temannya. Tanpa pikir panjang mereka langsung berlari menerobos gerombolan siswa yang tengah menunggu pesanan mereka, dan tentunya langsung meneriakkan pesanan yang mereka inginkan.

" Bu!! Pesan mi ayam sama es jeruk!!"

------

Setelah beberapa menit melalui perjuangan yang melelahkan, Olfie dan kedua temannya pun dapat menempati tempat duduk di salah satu sudut kantin tersebut bersama dengan makanan mereka. Dengan cepat tanpa aba-aba mereka pun langsung melahap mi ayam dan es jeruk yang sudah berada di hadapan. Rasa lelah yang mereka rasakan beberapa menit lalu langsung terbayarkan.

" Mau nugas dimana nih?" Tanya Olfie.

" Belum juga habis ini mi ayam, udah bahas tugas aja." Keluh temannya.

" Gampang itu, nanti kita buat tugas saja di bakery si Olfie. Sekalian test food gratis." Jawab salah satu temannya sembari tersenyum jahil.

" Jidat kau itu test food. Beli lah biar laris bakery ayahku, nanti aku kasih gratis minumnya." Ucap Olfie menaham emosi.

" Bener ya besok kita ngerjain tugasnya di tempatmu, nggak boleh ganti." Paksa temannya.

" Iya, bawel banget jadi laki. Malu sama jakun." Ucap Olfie ketus.

" He..he.. Asyik nanti kita bisa lihat ceweknya Olfie."

" Eh iya, penasaran banget ini siapa yang bisa jadi pawangnya si Olfie."

" Calon istri, udah nggak usah mulai deh kalian. Cepet makan aja." Ucap Olfie sembari melahap mi ayam di hadapannya.

" Gayanya si Olfie sok-sok bilang calon istri, dianya mau dulu apa nggak. Jangan ngomong aja." Ejek tamannya.

" Namanya juga usaha.." Jawab Olfie.

" Nggak mau pindah gitu? Nggak capek usaha sendiri?"

" Ini yang namanya perjuangan. Terus juga perasaan nggak segampang itu diaturnya." Ucap Olfie.

" Tinggal cari cewek lain kan bisa."

" Gampang sekali bilangnya. Mulai besok nggak usah ya kita kumpul-kumpul lagi kayak gini." Ucap Olfie yang mulai sewot.

Ucapan tersebut membuat kedua teman Olfie merasa tidak enak dan langsung meminta maaf. Mau bagaimana lagi, memang ucapan tersebut membuat Olfie tersinggung. Sudah sejak kecil dia kenal dengan Nura, dan perasaan tersebut tidak pernah hilang semenjak itu. Malah semakin membuat Olfie bertekat agar dapat meyakinkan Nura meski jalannya tidak akan mulus.

Wajar memang kedua temannya sering mengolok-olok terkait hubungannya dengan Nura yang belum ada kemajuan sama sekali. Ditambah juga kedua temannya tersebut belum pernah melihat Nura sama sekali, semakin membuat mereka ingin memancing Olfie agar dapat menunjukkan dambaan hatinya. Tapi tentu hal tersebut tidak akan mudah karena pribadi Nura yang tidak suka bertemu dengan orang baru.

" Tapi nggak takut apa kalau diambil orang duluan?"

" Buat apa takut? Yang penting yakin sama diri sendiri." Jawab Olfie tegas yang membuat kedua temannya terdiam. Memang dibandingkan dengan siswa pada umumnya, Olfie memiliki tingkat percaya diri di atas rata-rata.

" Tapi dia sekarang kan sekolah di sekolah paling favorit di kota ini, jangan tanya kualitas para siswanya."

" Terus kenapa? Malah bagus kan bisa jadi kebanggaan." Ucap Olfie semangat.

" Jangan salahkan juga kalau tahu-tahu ada yang cowok keren yang ngedeketin. Secara pasti beda jauh kan sama sekolah kita ini kualitas siswanya."

Perkataan tersebut seketika membuat Olfie terdiam sejenak. Kenapa dia tidak terpikirkan tentang hal tersebut? Mungkin saja akan ada laki-laki yang mendekati Nura dengan maksud untuk menjadi pacar di sekolahnya kan? Pikiran Olfie kemudian penuh dengan kemungkinan-kemungkinan akan hal itu, Nura yang bisa saja jatuh ke pelukan lelaki lain.

------

Tanpa pikir panjang Olfie langsung lari pulang ke rumahnya begitu turun dari bus. Sedari sekolah tadi kepikiran akan perkataan temannya. Hal itu membuat Olfie ingin segera menemui Nura saat itu juga. Saat Olfie sudah berdiri di depan pintu bakery, tiba-tiba pintu tersebut terbuka dan Nura sudah berada di hadapannya.

" Halo babe."

Pada akhirnya malam itu Olfie habiskan di rumah Nura. Mereka membuat makan malam sederhana untuk berdua dan kesempatan itulah yang dimanfaatkan Olfie untuk unjuk kebolehan. Bisa dibilang dia memang memiliki keahlian memasak yang lebih dibandingkan dengan Nura.

Mengobrol ringan sembari menikmati hidangan di meja makan membuat Olfie mengingat hari-hari saat dia menginjak sekolah dasar. Bisa dibilang saat itu Nura hanya memiliki Olfie seorang sebagai temannya, dan tentunya hal tersebut membuat mereka berdua selalu menghabiskan waktu bersama saat jam istirahat.

Meski Olfie dikenal supel dan memiliki banyak teman di sekolahnya, tetapi dia selalu memilih untuk menghabiskan waktu jam istirahat bersama Nura. Gadis kecil yang selalu merasa ketakutan saat bersama dengan orang asing yang belum terlalu dia kenal, membuat Olfie menaruh rasa iba sekaligus rasa ingin melindungi. Begitu juga sampai sekarang.

Olfie selalu mencoba untuk membuat Nura terbuka dengannya, namun hal tersebut tidak mudah. Begitu juga yang Olfie coba lakukan saat ini.

" Kamu boleh meminta tolong kepadaku kapanpun, boleh juga meminta tolong kepada ayahku. Ingatlah selalu kalau pihak yang selalu dapat kamu andalkan." Namun seperti yang sudah Olfie duga, jawaban Nura selalu sama. Terimakasih. Tanpa ada penjelasan atau kalimat tambahan apapun. Hal itu membuat Olfie menyadari satu hal.

Jalan yang akan dia tempuh masih jauh dan panjang.

DUNIA NURATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang