BAB 3 GADIS DAN EARPHONENYA 2

9 3 0
                                    


Jeda kesunyian yang singkat di kelas Nura dilanjutkan dengan keriuhan dari celotehan para siswa, seakan tidak puas dengan jawaban yang diucapkan gadis itu. Kenapa hanya karena benci kebisingan dapat membuat seorang gadis SMA memilih menyusuri jalanan pemakaman kota yang paling tua dan terkenal juga akan keseramannya demi berangkat ke sekolah? Sebegitu menakutkan kah suara bising di kota ini dibandingkan dengan hantu penunggu pemakaman?

Banyak pertanyaan dari siswa-siswi yang diajukan kepada Nura, dan dia juga sudah menduga hal seperti ini akan terjadi. Tapi apa jawaban yang dapat dia berikan selain kebenaran? Menjawab bahwa dia memang berangkat ke sekolah melewati jalur protokol antar kota yang mana jaraknya tiga kali lebih jauh dengan bus umum, serta letak halte terdekat dari sekolahnya itu berjarak setengah dari perjalanannya jalan kaki dari rumah. Tentunya respon yang akan didapatkan juga tidak akan beda jauh. Orang kaya pun tidak akan menghamburkan uangnya dengan memilih jalan terjauh ke sekolah, dan Nura juga tidak bisa disebut sebagai orang kaya.

Bu Ambar mulai mengakhiri sesi perkenalan Nura dan meminta untuk dilanjutkan kepada siswa setelahnya. Mungkin beliau ingin mencoba menerima jawaban Nura, atau bisa juga beliau tahu bahwa jam pelajarannya tidak akan cukup untuk sesi perkenalan seluruh siswa apabila pertanyaan-pertanyaan tadi harus dijawab satu-satu oleh Nura.

Nura kembali ke tempat duduknya dengan wajah sedikit lesu. Para siswa di kelas itu tidak akan pernah memandang dengan sama kepada Nura. Gadis yang diawal disangka hanya pendiam dan pemalu, kini juga menyandang predikat sebagai gadis aneh dan freak. Satu keinginan yang sekarang Nura harapkan, pergi dari kelas ini dan menyepi bersama earphone kesayangannya.

-----

" Buku yang kamu cari ada di rak belakang sesuai mata pelajaran."

" Baik bu, terimakasih." Ucap Nura kepada guru penjaga perpustakaan sekolah.

Dan disinilah gadis itu sekarang, perpustakaan sekolah. Begitu bel istirahat berbunyi, Nura langsung melesat pergi ke ruangan itu. Sudah tidak terfikirkan lagi untuk makan siang dengan tenang di kantin, karena mungkin hal itu untuk sekarang tidak akan pernah bisa terjadi. Pemikiran yang tidak-tidak mulai bermunculan di pikirannya. Suasana kantin yang ramai itu mungkin akan berubah sedikit menjadi keramaian para siswa yang membicarakan keanehan Nura. Entah gosip seperti apa yang akan tersebar nantinya, Nura hanya berusaha untuk menenangkan diri dan fokus untuk belajar di perpustakaan.

Dilihatnya barisan rak di bagian buku pelajaran, segera dia mengambil beberapa buku yang dia perlukan dan pergi ke meja membaca. Perlu diketahui, sekolah ini memiliki ruang perpustakaan yang lumayan besar. Ruangan itu terdapat jendela-jendela besar yang langsung menghadap lapangan olahraga sekolah dengan hiasan mozaik kaca yang indah saat diterpa sinar matahari. Tidak heran jika perpustakaan tidak perlu menyalakan lampu di siang hari karena sudah cukup diterangi oleh sinar matahari yang masuk dari jendela besar itu.

Meja baca tersusun rapi berbaris mengikuti jendela. Hal ini memang disengaja guna para siswa yang membaca di perpustakaan mendapatkan penerangan yang cukup saat membaca. Di tambah pepohonan dan taman kecil yang dibangun mengelilingi bangunan sekolah membuat pemandangan dari jendela perpustakaan menjadi hal yang dapat memanjakan mata para siswanya. Dan di situlah Nura memilih tempat duduk, meja paling ujung dekat rak buku.

Di mulailah ritual yang biasa dia lakukan selama dia bersekolah. Berdiam diri menyepi di perpustakaan dan tenggelam dengan beberapa buku pelajaran di hadapannya. Tidak lupa earphone yang menempel di telinga yang melantuntan melodi jazz lembut dan ringan. Sungguh inilah yang dari tadi Nura butuhkan, suasana yang selalu membuatnya nyaman.

" Baiklah, ayo kita mulai dengan pelajaran bahasa." Ucap Nura dengan semangat.

Waktu istirahat hanya setengah jam, memang tidak begitu lama tapi cukup baginya untuk membaca buku tersebut. Sekedar tahap awal pengenalan materi. Tangannya yang sigap mencatat poin-poin penting di buku catatan. Dan tidak lupa membuat beberapa pertanyaan tentang materi yang belum dia pahami, agar dapat dia tanyakan kepada guru minggu depan. Seperti itulah gambaran siswa teladan, tidak heran bila Nura dapat masuk ke sekolah favorit ini.

Tidak terasa dua puluh menit telah berlalu, Nura mulai meregangkan badan dan bersandar di kursinya. Menghela napas sembari membaca kembali catatan yang telah dia buat.

" Hmm, untuk materi ini sudah cukup.." gumam Nura.

Saat dia mulai membereskan buku di meja, terdengar suara yang mengalihkan perhatiannya. Suara rintihan? Atau rengekan?

Nura mulai melepas earphone di telinganya dan mencari sumber suara tersebut. Suaranya tidak berasal dari ruang perpustakaan, seperti dari luar. Nura mulai mendekati jendela dan melihat ke arah keluar. Terlihat beberapa siswa laki-laki bemain sepak bola di lapangan, seperti tidak ada kejanggalan. Saat dia sedang sibuk mencari sumber suara, nampak pemandangan yang mengalihan perhatiannya.

Seekor anjing golden redriever yang diikat di kursi taman di bawah pohon sedang meringkuk. Dan sepertinya itu adalah anjing yang pagi tadi dibawa oleh siswa anggota osis? Nura hanya dapat memandangi anjing yang sedang ketakutan itu dan mulai bertanya-tanya dimana majikannya. Kurang bijak rasanya jika menelantarkan hewan peliharaan terutama di lingkungan sekolah.

Segera dia mengembalikan buku sesuai rak saat dia mengambil buku tadi dan menuju ke ruang kelas. Koridor ramai dengan para siswa yang kembali dari kantin, derap langkah yang tidak beraturan menemani perjalanan Nura ke ruang kelasnya. Entah respon apa yang akan diberikan oleh para siswa di kelasnya saat Nura memasuki kelas nanti.

Tempat duduk sudah mulai terisi, dan hanya tinggal menunggu guru mata pelajaran untuk masuk ke dalam kelas. Sisa satu mata pelajaran sebelum jam pulang sekolah. Dan seperti doa kebanyakan murid lainnya, guru tersebut ijin tidak dapat masuk karena ada urusan mendadak dan jam pelajaran terakhir hari itu kosong.

Nura mulai sedikit waspada dengan apa yang akan terjadi di dalam kelas itu. Serbuan pertanyaan yang ditujukan untuknya, tatapan aneh yang merendahkan, serta cemoohan dan hinaan. Dia berusaha membuang pemikiran negatif itu dengan membaca buku pelajaran di hadapannya.

" Namamu Nura kan?"

Pertanyaan itu sontak membuyarkan konsentrasinya dan segera berpaling ke arah suara. Seorang gadis cantik berambut panjang yang duduk di sampingnya, tepatnya tempat duduk di samping Nura. Gadis dari keluarga kaya yang senang traveling, ingat Nura saat sesi perkenalan tadi.

" Iya, Clarissa kan?" jawab Nura sembari bertanya.

Gadis itu menjawab dengan senyuman manis, dan mulai memindahkan kursinnya tepat di samping meja Nura. Merapikan posisi duduknya dan mulai melipat tangannya di atas meja Nura.

" Panggil saja aku Clarissa, aku boleh panggil kamu Nura?" tanya Clarissa.

" Boleh, tentu." Jawab Nura sedikit canggung.

" Hehe.. makasih ya." Jawab Clarissa dengan ceria. Nura hanya bisa tersenyum canggung, entah karena belum dekat atau masih ada pemikiran janggal yang mengganjal.

" Langsung saja ya Nura, aku mau tanya sesuatu. Boleh?"

Dan sepertinya inilah hal yang dari tadi sangat dihindari Nura, sebuah pertanyaan. Nura hanya bisa mengangguk dan berharap tidak akan ada pertanyaan-pertanyaan aneh yang keluar dari mulut Clarissa. Terutama soal kejadian perkenalan di kelas tadi.

"Begini, aku mau ajak kamu bikin paranormal experience. Kamu mau tidak?"

DUNIA NURATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang