VILLAIN OBSESSION
Warn : Violence &Sadistic
. . .
Aken tak bisa fokus pada pertemuan politiknya saat ini. Berkali-kali sang Perdana Menteri, Noah, menegur saat Aken mulai kembali melamun tanpa dia sadari. Kekhawatiran nampak jelas di mata Noah ketika mendapati Aken terus-menerus memikirkan hal lain ditengah rapat.
"Yang Mulia, sesuatu mengganggu anda?" tanya Noah berbisik sesudah mendekat sedikit ke arah Aken lalu menarik diri setelah mendapat jawaban.
"Tidak ada." Itu jawaban yang Aken berikan lalu ia mencoba memfokuskan dirinya pada bahasan rapat namun lagi-lagi Aken berakhir teralih. "Sial!" umpatnya dalam hati.
"Mengenai perluasan wilayah---"
"Cukup sampai sini." Ujar Aken menginterupsi lalu berdiri. "Lanjutkan rapatnya lusa, kepalaku mau pecah rasanya."
Rudolf bergegas menghampiri Aken yang sudah berlalu dari ruangan sidang. "Yang Mulia, anda baik-baik saja?"
Aken berdecak. "Apanya yang baik?" tatapannya kelihatan nyalang dan penuh emosi entah marah karena apa. "Menjauhlah dariku, jangan coba halangi langkahku."
"Anda meninggalkan rapat begitu saja." Ujar Rudolf khawatir kalau terjadi sesuatu pada Aken, seandainya kesehatan pria itu mendadak menurun atau sejenisnya. "Anda mau saya panggilkan ahli pengobatan, Yang Mulia?"
"Hentikan Rudolft." Aken berdecak tambah kesal. Berbalik dan menunjuk Rudolf tepat di wajahnya. "Jangan ikuti aku. Aku memperingatkanmu untuk pertama dan terakhir kalinya. Kesehatanku bukan urusanmu!"
"Yang Mulia!" seru Rudolf memanggil kala tubuh tegak Aken semakin menjauh dengan langkah panjang dan mengecil di ujung lorong.
Kepalanya terasa pening saat ini, memikirkan malam nanti ia tak dapat menemui Ivy atau mendekati gadis itu yang sedang dalam perlindungan Ayrin. Bahkan sekarang Aken tak tahu dimana gadis itu ditempatkan oleh Ayrin, karena itu sebisa mungkin dia memanfaatkan waktu untuk mencari tahu selagi Ayrin berada di luar istana.
"Dimana ya?" gumam Aken menggigit bibirnya sendiri dengan perasaan cemas, dibawanya ibu jari tangan kanan itu ke dekat bibir lalu ia gigit bagian ujung kukunya. "Ada dimana?"
"Ivy, dimana kau?"
Satu per satu ruangan di istana ia singgahi mulai dari kamar tamu sampai tempat-tempat yang tidak memungkinkan ada Ivy di dalamnya seperti gudang, dapur, ruang pemyimpan senjata. Aken merasa putus asa saat tak bisa melihat gadis itu, tubuh dan jiwanya seperti sedang terbakar oleh api besar sekarang.
Berpikir keras kira-kira tempat mana yang belum ia datangi, Aken menggigit kukunya hingga patah lalu tersenyum menyeringai lebar sekali seolah bibirnya akan robek.
"Benar juga. Kenapa tidak kepikiran tempat itu sejak tadi?" gumamnya mengulum senyum seraya menatap bagian ujung ibu jarinya yang mengeluarkan darah lalu ia menghisapnya dan berjalan cepat menuju ruangan pribadi Ayrin.
Tanpa tahu jika disana ada Luke yang sedang mendesak Ivy untuk makan, memaksakan gadis itu menerima suapan langsung dari tangannya.
"Kenapa tidak mau?" Luke terkekeh kecil, mengulurkan tangannya ke pipi mungil Ivy.
"Aku mencoba memperlakukan gadis manipulatif sepertimu dengan baik. Apa yang kau katakan pada Nona Ayrin, hm?"
Ivy menggeleng. "Bukan urusanmu." ia tahu kalau Luke pasti mulai menaruh rasa pada Ayrin karena itu usai mendapati Ayrin melindunginya, Luke mendesak Ivy untuk membeberkan jenis kesepakatan apa yang dia ikat pada Ayrin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Villain Obsession
FantasyAken itu seorang raja yang kejam dan terkutuk. Siapapun yang berada di dekatnya akan mati, karena itu dia menutup diri sebab kekasihnya telah menjadi korban pertama dari kutukannya tersebut. Setelah terbunuh karena aksi penjarahan manusia dan pemerk...