VILLAIN OBSESSION
Warn : Violence &Sadistic
. . .
Ivy memungut pisau yang tergeletak di lantai. Menyeringai seraya mencondongkan tubuh ke arah Luke, mengangkat dagu pria itu perlahan. Melihat betapa menyedihkannya pria itu sekarang hanya dengan beberapa kalimat intimidasi yang ia ucapkan."Jangan lakukan lagi, ya?" ujar Ivy mulai menorehkan ujung pisau melukai pipi kanan Luke, membentuk segaris luka disana.
"Ini pengingat supaya kau terus mengingat dosamu. Aku akan menyembuhkan perasaan bersalah itu hanya jika kau mematuhiku. Apa kau bisa memahaminya, sayang?"
Luke menatap Ivy sayu. "Aku mengerti, maaf." Lirihnya mencoba menyentuh tangan Ivy yang sedang menangkup dagunya namun dengan cepat gadis itu menghindar, menarik diri dan memundurkan beberapa langkah.
"Sekarang kau masih menjijikkan. Aku tak sudi bersentuhan denganmu, maaf ya." Ivy berucap tanpa rasa bersalah sedikitpun di wajahnya. "Jangan buat aku berubah pikiran dan memberitahu kebenaran menjijikkan itu pada Aken."
Tangan Luke terkepal, ia menunduk menatap pantulan dirinya sendiri di lantai. Air mata masih mengalir deras. Ivy benar lagi, dosanya terlalu memalukan untuk diketahui oleh khalayak ramai. Luke mungkin akan terkena sangsi sosial yang dikatakan sangat amat mengerikan dibanding sangsi hukuman mati.
"Oh ya satu hal lagi," Ivy berbalik kembali ke hadapan Luke. "Menjauhlah dari istana. Aku akan mengunjungimu seminggu sekali untuk merawatmu, jangan khawatir."
Luke tak menjawab karena sudah jelas dia akan melakukan perintah Ivy demi menyembuhkan dirinya sendiri yang ia anggap gila karena mencintai kakak kandungnya.
Setelah menutup pintu rumah itu, Ivy bergegas kembali ke istana sambil menutupi lukanya dengan jubah hitam yang di pakainya sejak awal. Saat ini tujuannya hanya satu yaitu sampai sebelum acara pernikahan berakhir sebab orang-orang sedang berkumpul di sana untuk menyaksikan pernikahan Aken dan Ayrin sehingga mereka tak akan menyadari kedatangan Ivy yang sedang dalam kondisi mengerikan.
"Mengapa aku kembali ke tempat ini, ya?" gumam Ivy bertanya pada dirinya sendiri selagi matanya sibuk memandang kemegahan istana Raven di hadapannya.
Perlahan tangan gadis itu terkepal erat terbayang pernikahan Aken dan Ayrin yang sedang berlangsung. "Enak saja dia tidak mendapat siksaan dari Aken. Aku tahu novelnya sad ending tapi bukan berarti kehidupanku yang harus sad."
Mengesampingkan dendamnya, Ivy bergegas masuk melalui pintu belakang dan menuju ruangan pribadinya guna mengobati luka-luka yang di dapat dari Luke saat mereka terlibat pertengkaran yang tak bisa dibilang ringan tadi.
"Sial, ini menyakitkan." Desis Ivy mengelap luka tusukan garpu di bagian lengan atasnya sambil menatap pantulan dirinya sendiri di cermin guna memudahkan pengobatan mandiri yang dilakukannya.
"Rasanya seperti ingin mati." Lanjutnya merintih kesakitan, menahan nafas berulang kali saat menekankan obat herbal dari dedaunan tumbuk ke lukanya.
Diluar sana terdengar bunyi ledakkan kembang api yang menyala-nyala di langit. Hari sudah memasuki malam tanpa Ivy sadari karena sebagian besar waktunya ia habiskan untuk mengobati diri.
Kalian pasti bertanya-tanya mengapa Ivy terus saja melibatkan dirinya terhadap Aken, benar bukan? Maka anggaplah ini sebagai jawaban dari pertanyaan tersebut.
"Selamat atas pernikahanmu." Kemunculan Ivy di dalam kamarnya jelas membuat Aken terkejut, pria itu mengambil jeda sebentar untuk berganti pakaian karena merasa jubahnya terlalu berat untuk terus-terusan di pakai dalam acara.
"Kau disini?" Aken memutar bola matanya malas, mengambil satu langkah maju dan bersandar di samping lemari dalam posisi kedua tangan saling terlipat di depan dada.
"Menurutmu?" membawa kedua tangan ikut terlihat di depan dada, Ivy sengaja menggunakan gaun yang tertutup dan berlengan panjang. "Aku disini untuk memberi selamat resmi atas pernikahanmu tapi kelihatannya kau tidak bahagia, ya?"
"Jangan ikut campur." Decak pria itu mulai kesal.
"Mengapa kau marah?" tanya Ivy memasang wajah imut dalam posisi bibir si manyunkan ke arah depan dan Aken akui ekspresi gadis itu sukses membuatnya kewalahan sejenak.
"Bukankah aku terlalu imut untuk di marahi, Yang Mulia?" ucap Ivy kemudian mengedipkan satu matanya dan berjalan pelan mendekati Aken.
"Apakah kau sama sekali tidak merindukanku?"
Tok tok!
"Yang Mulia, anda harus segera kembali menghadiri pesta." Ujar Rudolf setelah mengetuk pintu sebanyak dua kali, dialah yang mendampingi Aken kembali ke kamarnya dan memastikan pria itu mendadak tidak kabur dari acara pernikahannya dengan alasan sibuk atau malas.
Ivy mengulum senyum, satu tangannya terulur mengusap lengan atas Aken. "Yang Mulia tidak rindu aku?"
Tak ada jawaban dari pria itu tetapi saat ini fokus matanya tertuju pada Ivy, dipenuhi oleh wajah penuh senyum licik dari gadis itu.
"Apa anda benar-benar sudah melupakan saya?" Ivy mengubah bibirnya menjadi cemberut. "Saya merasa sedih padahal karena anda saya memiliki identitas dan sebuah nama cantik. Tapi sekarang anda sudah meninggalkan saya demi perempuan lain. Padahal dulu anda---"
"Tutup mulutmu." Desis Aken memperingatkan agar Ivy tidak bicara lebih jauh lagi. "Kau tahu apa yang akan kulakukan jika sampai aku kehilangan kesabaran."
"Aku tahu~" senyum polos Ivy pajang di wajahnya. Satu langkah lagi ia semakin dekat dengan Aken, di peluknya pinggang pria itu sambil diletakkan kepalanya tepat di atas dada bidang keras itu.
"Kelihatannya kau harus pergi, baiklah." Ivy menarik diri, menjauhkan tubuhnya dari Aken saat suara Rudolf kembali terdengar memanggil.
"Yang Mulia?"
Tok tok!
Aken dengan cepat melepas jubah Kerajaannya dan mengganti kemejanya yang basah oleh keringat dengan kemeja baru secara tergesa. Ketukan di pintu masih terdengar dan Ivy masih berdiri di sana sambil menatapnya, hanya menatap dengan senyum tipis yang mengandung makna lain.
Lalu dengan cepat Aken berjalan menuju pintu, hendak membukanya namun bukannya memutar kenop ke arah kanan dia malah memutarnya ke arah kiri. Mengunci pintu tersebut sebanyak dua kali lalu berbalik, melangkah cepat menghampiri Ivy dan mengangkat tubuh gadis itu serta membaurkan bibirnya mencium bibir ranum Ivy dan Ivy menyambut dengan senang hati, langsung membalas ciuman itu.
Persetan dengan pernikahan! Aken berselingkuh beberapa jam setelah sumpah sehidup semati nya dengan Ayrin diucapkan.
Tok tok tok!
"Yang Mulia, anda sudah selesai atau perlu saya bantu?" suara Rudolf kembali menembus gendang telinga Aken dan membuatnya melempar pandangan ke arah pintu namun Ivy menangkup rahang pria itu dengan sigap.
Ivy menggeleng. "Jangan lihat ke sana, cukup lihat aku saja." Ucapnya menginterupsi kemudian menyatukan bibirnya pada bibir Aken, memberi lumatan sensual.
"Mmmh..."
"Yang Mulia? Haruskah saya masuk ke dalam?" tanya Rudolf mulai memutar kenop tetapi tidak bisa, pintu itu di kunci dari dalam.
"Ssssttt..." Ivy mendesis pelan, mencium bibir Aken lagi setiap kali pria itu berusaha berpaling dan menoleh ke arah pintu karena bimbang. "Lihat aku saja, aku disini. Bukankah lebih menarik menghabiskan waktu bersamaku dibanding duduk di pelaminan membosankan itu, hm?"
Yang pada akhirnya sukses membuat Aken mengabaikan Rudolf yang setia menunggu dibalik pintu dengan segudang rasa kekhawatiran padahal di dalam sana ia sedang sibuk bercumbu dengan gadis lain, berselingkuh dari istrinya yang sedang menunggu kedatangannya di pelaminan.
***
Tidak hanya para ML, FL kita ikut Gilak🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Villain Obsession
FantasyAken itu seorang raja yang kejam dan terkutuk. Siapapun yang berada di dekatnya akan mati, karena itu dia menutup diri sebab kekasihnya telah menjadi korban pertama dari kutukannya tersebut. Setelah terbunuh karena aksi penjarahan manusia dan pemerk...