014

4.7K 309 3
                                    

"Gak bisa. Yang ini udah hak milik gua!"

"HAH??"

Hampir seluruh orang yang ada di kamar itu bingung mendengar perkataan Arson, kecuali Fino yang terlihat biasa saja. Sementara Devon sedari tadi sudah semakin merapatkan tubuhnya bersembunyi pada tubuh Arson. Dia salting sendiri sampai wajahnya terasa panas.

"Tunggu dulu! Ini pengertian hak miliki kita tuh sama gak sih? Sama kan? Hak milik yang gini kan maksud lu?" Sultan membuat gestur kedua tangan membentuk hati sambil menaik turunkan alisnya.

Arson mengangguk mengiyakan pertanyaan Sultan. Dia akhirnya menjelaskan mulai dari bagaimana keduanya bisa dekat, hingga apa hubungan mereka saat ini. Intinya keduanya berpacaran.

Fino memutuskan untuk menarik Sultan dan memberikannya pada Sagara karena ia tahu bahwa Sultan akan bereaksi berlebihan. Tidak perlu pintar untuk mengerti apa yang Fino maksud, Sagara dengan cepat merangkul temannya itu dan segera membekap mulut Sultan ketika ia hendak membuka suara. "Jangan gila, ini rumah sakit!" ucap Sagara memberi ultimatum.

Sultan yang masih mengerti tempatnya berada hanya merengut diam dalam dekapan Sagara.

"Jadi Alter gimana?" Fino membuka suaranya untuk bertanya pada mereka yang termasuk anggota Alter.

Arson menyenggol Devon yang masih bersembunyi dalam pelukannya. "Ditanya tuh!"

Devon mengangkat wajahnya untuk melihat orang yang bicara. "Emm... Alter bubar"

"Gak bisa gitu, Dev!" Devon berbalik menatap Noval yang berdiri menyuarakan protesnya secara spontan ketika mendengar ucapan Devon tadi. "Lo emang ketuanya tapi lo gak bisa ngebubarin Alter gitu aja sesuka lo. Gimana sama kita? Anggota Alter? Kita bangun Alter gak gampang, tapi lo dengan santainya bilang bubar? Wah anjing" kata Noval emosi.

"Pal, jangan teriak-teriak ini rumah sakit! Ngomong baik-baik!" Cowok disamping Noval memperingati.

Noval menatap cowok itu dengan bengis. "Lo belain dia? Lo mau Alter bubar, hah?" bentaknya pada cowok itu.

Yang diajak bicara menggeleng. "Enggak. Gua juga gak mau Alter bubar gitu aja, tapi kan bisa diomongin baik-baik."

"Halah tai" sarkasnya membalas ucapan orang itu. Noval kembali menatap Devon. "Lo lupa, Dev? Semua kenangan kita di Alter. Usaha kita. Mimpi kita. Bahagia kita. Gua juga marah karena lo udah nemuin bahagia lo, tapi lo malah ninggalin kita disini. Kata lo kita mau sukses bareng? Bahagia bareng? Bohong..."

"Pal, udah, Pal. Ngomongnya baik-baik aja, jangan gini." Cowok tadi masih berusaha membujuk Noval supaya mau diajak bicara baik-baik.

Mendengar itu Devon kembali menangis. "Gak gitu–"

"Gak gitu apa?" Noval memotong ucapan Devon. "Bener kan karna lo udah nemuin bahagia lo makanya lo lupa sama kita? Gak inget dulu siapa yang nemenin lo pas masih jadi sampah"

Devon menggeleng. Dia terisak kuat. "Maaf... G–gue gak maksud gitu cuman–"

"Cuman apa? Gausah menye-menye lo. Ngomong yang jelas. Gua perlu–"

"Udah" Arson maju menghentikan perdebatan ini. Dia membawa Devon ke dalam pelukannya, mencoba memberikan rasa aman pada cowok itu. "Gausah ribut disini!"

"Duduk dulu! Masih bisa di obrolin kan? Kita ngomong baik-baik ya, jangan marah-marah. Di kontrol dulu emosinya" ucap Fatah menengahi. "Siapa tadi namanya? Noval, sama...?"

"Yasa" jawab cowok disebelah Noval tadi.

"Nah, Noval sama Yasa mending sekarang duduk dulu, terus tenangin dirinya ya! Sul, beliin minum dulu itu berdua biar tenang, kasih roti juga itu tuh" perintah Fatah yang segera dituruti oleh Sultan.

Be MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang