035

3.6K 212 5
                                    

Sampai di rumah Gilang, Fatah mengikuti langkah si pemilik rumah yang membawanya masuk ke kamar yang diduga adalah milik Gilang.

"Tunggu sini, gua ambilin minum sama camilan dulu" kata Gilang yang langsung berlalu keluar dari kamar dan menghilang di balik pintu yang tertutup.

Fatah mengedarkan pandangannya ke sekitar untuk menyusuri setiap sudut kamar ini. Sebelumnya, Fatah belum pernah masuk ke sini sehingga ini adalah kali pertama dia mengetahui kamar Gilang.

Fatah melihat bingkai-bingkai berisikan foto yang terpajang pada dinding. Hampir seluruhnya berisikan foto Gilang bersama Yoran dan ada juga bingkai yang berisikan foto Gilang bersama Rian dan Argam.

Mata Fatah tertuju pada satu bingkai yang berisikan foto seorang anak kecil laki-laki dengan kedua orang tuanya. Dalam foto tersebut, terlihat anak kecil itu tersenyum begitu lebar yang mampu membuat Fatah tertarik dengan foto tersebut sampai dia beranjak mendekat. Semakin dilihat semakin Fatah merasa familiar dengan senyum itu, Fatah selalu melihat senyum yang sama persis ketika Gilang bersamanya. Senyum yang sekarang mulai menjadi favoritnya.

"Ngeliatin apa?" tanya Gilang yang baru saja masuk dengan nampan penuh yang dibawanya dengan kedua tangan.

Fatah tersentak kaget sebelum dia merengut kesal. "Ngagetin aja" protesnya.

Gilang terkekeh. Dia mendekati Fatah setelah meletakkan nampan yang sebelumnya dia bawa pada meja belajar. "Kenapa ngeliatin foto ini?" tanya Gilang yang juga ikut memperhatikan foto tersebut.

"Ini elo?" tanya Fatah sambil menunjuk foto yang dia maksud menggunakan jari telunjuknya.

Gilang mengangguk. "Ini foto pas gua masih umur sepuluh tahunan kayanya. Lucu ya gua pas masih bocil?" katanya memuji dirinya sendiri dihadapan Fatah.

"Idih najis" Fatah merengut geli sebagai tanggapan. "Terus ini nyokap lo?" tanyanya lagi.

"Iya" Gilang kembali mengangguk.

"Mama lo cantik ya," kata Fatah memuji.

"Mama emang selalu cantik. Kalo aja Mama masih ada pasti masih tetap cantik walaupun udah tua, ya kan?"

Mendengar nada suara yang terdengar semakin lirih dari sebelumnya, Fatah menoleh untuk melihat Gilang.

Namun, secara mendadak Gilang sudah berada di belakang Fatah untuk memeluknya erat dan menenggelamkan kepalanya pada ceruk leher Fatah. "Kangen Mama..." katanya lirih dan pelan.

Tangan Fatah balas memeluk lengan Gilang yang melingkar pada pinggangnya. Dia tidak tau harus berkata apa untuk menghibur pacarnya itu karena mungkin dia tau rasanya kehilangan sosok ibu dalam hidupnya, tapi bagaimanapun ibu Fatah masih hidup, bukan pergi selamanya seperti ibunya Gilang. Fatah hanya takut salah bicara dan terkesan menggurui, jadi dia hanya mampu memberikan Gilang kehangatan lewat setiap usapan yang dia berikan.

Gilang memutar tubuh Fatah jadi menghadapnya. Dia membingkai wajah sang kekasih dengan kedua tangan. "Kalo aja Mama masih hidup, gua pasti bakal ngenalin lo ke dia dengan bangga. Gua bakal pastiin Mama bakal jadi orang yang denger setiap curhatan gua tentang lo dan jadi orang pertama yang bakal tau kalo kita udah jadian. Ya walaupun gua selalu ngelakuin itu sih, tapi kan Mama gak bisa denger secara langsung, tapi kayanya disana Mama tau kalo sekarang anaknya udah berhasil dapetin cintanya" Gilang berucap sambil tersenyum. Senyum yang sama seperti anak kecil yang berada dalam foto yang tadi Fatah lihat.

Fatah mengangkat tangannya untuk memegang tangan Gilang yang membingkai wajahnya. "Semoga nyokap lo seneng ya gua yang jadi pacar anaknya"

"Seneng. Pasti seneng. Kata Mama, kebahagiaan gua juga ngebuat dia bahagia. Jadi Mama pasti bahagia karena ngeliat gua yang sekarang lagi bahagia"

Be MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang