09

1.1K 171 15
                                    

Seharian, pebisnis kaya raya Bilan Zelgas sama sekali tidak bisa mengusir rasa khawatirnya.

Blue, adik dari sang kekasih yang mengatakan ingin berjalan-jalan sendirian adalah penyebabnya.

Meski Bilan tau bahwa Blue cukup cerdas dan sudah dewasa, namun entah mengapa ia tetap tidak merasa tenang.

"Hampir jam delapan, dimana dia? Apa aku harus menghubunginya?" Bilan mengetuk-ngetukan jari diatas layar ponsel. Untungnya sepulang dari kota beberapa hari lalu ia langsung membelikan Blue ponsel agar mudah dihubungi.

"Tapi bagaimana kalau Blue tidak nyaman jika aku terlalu mencampuri urusannya?" Bilan semakin bimbang, pria itu kemudian memutuskan untuk keluar dari rumah dan menunggu Blue diteras.

***

"Kami bahkan tidak bertemu lagi."

"Ya, aku juga sama."

Suara obrolan terdengar dari kejauhan, Bilan yang baru keluar dari rumah segera bersembunyi. Meski tubuh besarnya sama sekali tidak cocok untuk tempat sempit namun ia tetap memaksa untuk berdiri di sana.

"Siapa dia?" Bilan menyipitkan matanya, mengintip.

"Kamu tinggal disini?"

"Iya.. Tapi aku gak bisa ngajak kamu mampir.."

Dari persembunyiannya, Bilan bisa melihat telapak tangan seseorang yang tidak dikenalnya dengan lancang mengelus rambut Blue. Keduanya terlihat akrab dan Blue juga nyaman dengan perlakuan pria asing itu.

Mata Bilan semakin menyipit.

"Tidak masalah, kamu bisa masuk sekarang."

"Terimakasih sudah mengantar aku." Senyum manis mengembang diwajah pria kecil. Ia melangkah mundur memasuki halaman sembari tangan mungilnya melambai.

"Sampai jumpa lagi, Blue.."

"Sampai jumpa juga, Zain."

"Sampai jumpa apanya.." Bilan yang masih mengintip menatap tajam pada anak yang baru saja mengantarkan Blue. Kalau ia tidak salah dengan namanya adalah Zain.

Dengan riang si manis masuk ke dalam rumah. Tidak menyadari bahwa seseorang merasa kesal melihat interaksi ia dan temannya barusan.

"Seharusnya aku tidak perlu khawatir, satu hari saja dia sudah mendapatkan teman. Buang-buang waktu."

Setelah memastikan Blue masuk ke dalam dan pria bernama Zain itu sudah melangkah pergi dari halaman rumahnya, Bilan memutuskan segera masuk.

"Siapa tadi?"

Blue yang baru saja membuka pintu kandang Cake terlonjak kaget.

"Loh kakak, aku kira lagi gak ada."

"Siapa tadi?" Ulang Bilan, pria itu sudah duduk di sofa. Tangannya meraih beberapa berkas dan mulai pekerjaannya. Meski sejujurnya masih tidak bisa fokus.

"Siapa?" Balas Blue sembari mengangkat Cake. Oyen datang dari arah kamar Bilan yang pintunya terbuka. Blue kemudian membawa dua kucing itu mendekat kearah Bilan. "Siapa kak?"

Bilan mendongkak beberapa saat, pria itu kemudian membuang nafasnya. "Baru sehari sudah dapat teman baru. Sampai diantar pulang segala." Entah Blue salah mendengar atau nada suara Bilan terdengar seperti sedang menyindir.

Cake meloncat, meninggalkan ruang tamu yang terasa agak panas.

"Oh yang nganter Blue tadi? Kakak lihat."

"Kalau gak lihat, kamu gak akan bilang pulang sama siapa?"

"Itu temen sekolah Blue dulu. Namanya Zain, tadi gak sengaja ketemu di kampus. Dia kuliah di jurusan yang Blue mau."

How we parted ways Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang