Kicau burung, angin yang membelai, suara air dikejauhan. Sangat damai dan menyenangkan, meskipun Blue merasa lelah.
Bilan menatap compass yang ada ditangannya dengan serius, ia memastikan bahwa jalan yang akan dipilihnya benar. Blue berdiri tidak jauh dibelakang tubuhnya, si mungil itu telah memakai jaket lengkap sebab semakin masuk ke dalam hutan maka semakin dingin udara.
"Kanan.." Ucap Bilan setelah beberapa saat. Pria itu lalu kembali memimpin jalan. Sesekali ia akan melihat kebelakang, memastikan Blue aman dan tetap mengikutinya.
Sejujurnya ia terbiasa dengan kegiatan mendaki seperti ini, Bilan yang sering berolahraga tidak kepayahan untuk berjalan jauh dengan barang ditasnya. Namun berbeda dengan Blue, kadang anak itu akan berhenti untuk mengambil nafas.
Srkkkk
Tangan Bilan menyingkirkan ranting yang menjulang jatuh pada jalan perlintasan, ia kemudian menatap Blue. Memberi isyarat agar si manis berjalan lebih dulu.
Setelah melintasi beberapa lahan landai, tibalah keduanya pada sebuah tanjakan yang cukup curam.
Blue diam, menatap pada jalanan menanjak didepannya.
"Kuat gak?" Tanya Bilan lembut. Pria itu menoleh menatap Blue dari samping.
"Gak ada jalan lain?" Tanya Blue setelah menghembuskan nafas.
"Gak ada," Bilan menjawab cepat. Pria itu lalu merapihkan letak tasnya. "Sini tas kamu."
Blue terlihat bingung namun ia tetap memberikan tas mungilnya yang hanya berisi keperluan pribadi itu. Bilan dengan senang hati menerimanya, menggendong tas itu didepan tubuhnya.
"Eh, kok tas Blue dibawain kakak?"
"Gak apa, kamu udah capek. Biar barangmu aku yang bawa." Bilan tersenyum hangat, setelah memastikan posisi tasnya dan tas milik Blue terasa nyaman, ia lalu mengulurkan tangannya. "Ayo, kita lewati tanjakan itu."
Blue berkedip-kedip, belum menerima uluran Bilan yang setia menunggunya.
"Ayo Blue, aku pegangin. Kamu aman sama aku."
Blue menatap tangan dan wajah Bilan bergantian.
"Ayo.." Bilan menggoyangkan tangannya. "Hmm? Ayo.."
Perlahan Blue memberikan apa yang Bilan minta, menautkan tangannya dan milik pria lebih tua.
Ibu jari Bilan mengusap punggung tangan Blue lembut. "Ayo!" Serunya bersemangat.
Meski dengan dua tas yang berat, Bilan masih bisa menarik Blue ditangannya. Sesekali ia akan menyingkirkan rating-ranting yang menghalangi jalan keduanya, memastikan tidak ada yang menggores Blue kecilnya.
***
Ketika berhadapan dengan kanvas, Blue akan seperti berada di dunia lain. Dunia yang jauh lebih menyenangkan di mana ia bisa menjadi dirinya sendiri.
Setengah jam sejak menyentuh kuasnya, pria kecil itu telah hanyut tenggelam.
Goresan demi goresan telah menghasilkan perpaduan yang indah.
Bilan sendiri tengah mempersiapkan makan malam, membiarkan Blue asik dengan kegiatannya.
Tidak banyak yang ia buat, hanya beberapa bakaran yang wanginya perlahan berhasil masuk ke dalam paru-paru Blue.
"Wangi.." Gumam Blue ketika mencium bau margarin yang terbakar. Perutnya mendadak kelaparan, padahal biasanya jika sedang melukis ia bisa menghabiskan berhari-hari tanpa amunisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
How we parted ways
FanfictionBlue dan keluarganya harus melakukan kebohongan besar demi menyelamatkan si anak sulung. Kecelakaan yang dialami saudara kembar Blue -Bianca- membuatnya harus rela menggantikan wanita itu untuk menikah dengan pria kaya bernama Bilan Zelgas. Kekasih...