Bilan terbangun dengan tangan dan dada yang terasa kebas.
Pria itu mengerjap ketika merasakan nafas hangat yang menerpa disekitar lehernya.
Diluar sudah terlihat gelap, entah berapa lama ia menyelami dunia mimpi.
"Blue?" Panggilnya pelan ketika menemukan seonggok manusia yang tadi pagi mengurusnya tertidur nyaman di dalam dekapan.
Blue nampak nyenyak dengan tangan melingkar diperut pria yang jauh lebih tua. "Bukannya tadi dia balik ke kamarnya?" Bilan berpikir keras untuk mengingat potongan kejadian sebelumnya.Perlahan tubuh Blue menggeliat, pria kecil itu tanpa aba-aba membalikan tubuh.
"Hei.." Hampir saja tubuh kecil itu jatuh ke lantai jika Bilan tidak segera merengkuhnya dari belakang, kembali membawa Blue kedalam pelukannya. "Astaga hampir saja.."
Sebelah tangan Bilan menjadi tumpangan kepala Blue dan sebelah lagi memeluk pinggang Blue. Bilan menutup mata, merasa kepalanya kembali berat.
"Sepertinya tidurku belum cukup." Bilan enggan beranjak, pria itu malah mengeratkan selimut untuk menutupi tubuhnya dan Blue. Kembali menutup mata masih dengan si kecil yang berada dalam pelukannya.
***
Perutnya terasa perih, hal itulah yang membuat Blue akhirnya terbangun. Waktu menunjukan pukul dua dini hari ketika ia mengucek matanya.
"Laper.." Lirihnya.
"Laper?"
"Eh?" Blue yang masih berada diambang kesadaran segera menoleh mendengar suara berat yang mengagetkannya. "Kak Bilan?"
Menelan ludahnya susah payah, pria kecil segera menarik kepalanya menjauh. Pasalnya jarak ia dan pacar kakaknya begitu dekat. Meski hanya dibantu penerangan dari bulan diluar rumah, ia bisa melihat guratan wajah tegas Bilan dengan jelas.
"Aku juga lapar Blue.." Bilan mengurai pelukannya, membiarkan Blue bernafas lega.
Bilan beranjak, meski kepalanya masih terasa nyeri, pria itu tetap memutuskan untuk bangun agar bisa menyalakan lampu.
"Kak, itu tadi Blue gak sengaja." Blue terbata-bata. Pria kecil itu tanpa sadar meremas selimut yang entah kapan sudah berada ditubuhnya.
"Apa?" Tanya Bilan yang sudah bisa melihat Blue dengan jelas.
"Blue gak sengaja tidur di sini."
"Oh itu, gak apa-apa kok." Bilan mengulurkan tangannya untuk membantu Blue bangun dari posisi berbaring. "Mau makan malam apa? Biar aku pesan."
Blue masih diam, meski pria itu kini telah duduk disamping ranjang namun ia masih mengunci mulutnya.
Blue menatap Bilan beberapa saat lalu kembali menunduk.
"Hei.. Kenapa?" Bilan menangkup wajah Blue, membawa dirinya duduk disamping pria manis.
"Kakak kangen kak Bica ya?" Tanya Blue akhirnya.
Bilan yang semula terlihat cemas kini merubah mimik wajahnya menjadi lebih santai.
"Tadi kakak ngigau, manggil nama kak Bica."
Bilan tersenyum lembut. "Mungkin pengaruh demam."
"Maafin kak Bica ya kak, dia pasti nyesel karena melakukan kesalahan ini sama kakak." Blue dengan sorot polos membuat Bilan tidak bisa menahan kekehannya.
Pria itu lalu menarik bahu Blue agar keduanya berhadapan. "Blue, kamu gak punya kewajiban menanggung kesalahan orang lain. Maaf kamu mungkin memang tulus tapi itu tidak menyelesaikan apa-apa." Tangan Bilan terulur mencubit pipi tembam adik pacarnya itu. "Lagipula ini bukan masalah sederhana, kamu gak perlu terlibat."
"Awww.." Blue sedikit mengaduh karena Bilan mencubitnya dengan cukup keras.
"Maaf, maaf, habisnya kamu pasang wajah polos begini. Aku jadi gemas melihatnya." Pria itu berganti mengelus bagian pipi Blue yang sebelumnya ia cubit. "Jadi mau makan apa?"
***
Sakit kepala sudah hilang namun Bilan memutuskan untuk tidak pergi berolahraga seperti biasanya. Sejak bangun pria itu belum memutuskan apa yang akan ia lakukan. Pekerjaan sudah selesai dan waktunya bebas sekarang.
Tok Tok Tok
"Kak Bilan ayo sarapan.." Suara manis Blue membuatnya segera beranjak. Bilan membuka pintu dan menemukan Blue dengan pakaian rumahannya berada di depan pintu.
"Blue membuat sup ayam. Hmm tidak yakin rasanya enak tapi sepertinya masih bisa dimakan." Blue menggaruk belakang kepalanya, menunggu reaksi pria itu.
"Ayo kita coba makanan buatanmu." Bilan mengulurkan tangannya untuk merangkul Blue dan membawa adik pacarnya itu ke meja makan.
Wangi dari sup ayam mengguar, membuat perut Bilan berbunyi.
"Sepertinya lezat." Ucapnya melihat tampilan sup ayam yang cantik itu.
Blue menuangkan masakannya ke mangkuk lalu menyerahkan pada Bilan yang sudah duduk di salah satu kursi. "Kalau tidak enak jangan dipaksa."
"Waw.." Mata Bilan berbinar. Blue menatapnya intens menunggu bagaimana komentar pria itu mengenai masakan yang resepnya ia dapat dari internet. "Bukan hanya tampilannya yang cantik, rasanya juga lezat."
Blue buru-buru menyendok miliknya sendiri, mengecap rasa dari sup ayam buatannya. "Hmm sepertinya biasa saja.."
"Ini lezat Blue," Ulang Bilan menyakinkan. Pria itu sangat lahap untuk ukuran orang yang baru saja sembuh dari demam. "Lain kali masakan lagi aku sesuatu." Pintanya dengan mulut penuh.
"Boleh," Blue kembali mengisi mengkuk Bilan yang tinggal setengah. "Sebelum kita berpisah, Blue bisa membuat apa saja untuk kakak. Tapi tidak janji rasanya enak."
Bilan dengan sendok dimulutnya terdiam, begitupula Blue yang baru menyadari ucapannya.
"Eh, maksud Blue kalau aku dan kakak sudah pulang. Maksudnya nanti kita kan—"
"Aku tahu maksudmu." Bilan tersenyum, ia mengambil alih mangkuknya yang masih berada ditangan pria kecil. "Ngomong-ngomong bagaimana kalau kita pergi kepameran lukisan?"
"Pameran?"
"Iya, Soan memberitahuku tentang beberapa pameran yang akan diadakan di kota. Kamu akan suka pergi ke sana."
Blue mengangguk-angguk lucu. "Blue mau! Mau! Mau!"
"Baiklah, tapi pertama-tama kita harus menghabiskan sarapan ini dulu."
"Siap kak."
***
Halo 👋🏻👋🏻👋🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
How we parted ways
FanfictionBlue dan keluarganya harus melakukan kebohongan besar demi menyelamatkan si anak sulung. Kecelakaan yang dialami saudara kembar Blue -Bianca- membuatnya harus rela menggantikan wanita itu untuk menikah dengan pria kaya bernama Bilan Zelgas. Kekasih...