15

1.1K 188 37
                                    

Pertemuan Blue dengan temannya kembali gagal, pria manis itu kemudian memutuskan untuk membaca buku di ruang tengah. Disebelahnya ada Bilan yang sedang sibuk dengan dokumen-dokumen pekerjaan pentingnya.

Keduanya nampak tenang sebab dua jam lalu listrik telah menyala seperti semula.

"Apa camilanmu habis?"

Blue menoleh mendapati Bilan yang sedang menatapnya. "Camilan?"

"Biasanya kamu membaca sambil makan snack, apa habis?"

Blue mengerjap, tidak menyangka Bilan memerhatikan kebiasaannya.

"Nanti kalau sudah bisa berpergian, kita harus belanja. Kakak akan belikan Blue banyak camilan, tapi selain itu Blue juga harus makan buah." Tambah pria itu kembali pada dokumen ditangannya.

"Kak Bilan.." Blue menutup buku dan menegakan tubuhnya, bersiap untuk mengutarakan pertanyaan yang cukup sensitif bagi mereka. Namun setelah ungkapan Bilan tadi pagi, Blue tidak mau mengabaikan apa yang berputar diotaknya. Ia tidak ingin tersesat dalam harapan yang memabukan kemudian meniadakan.

"Hmm?"

Satu tarikan nafas panjang yang kemudian Blue hembuskan membuat Bilan ikut menyimpan dokumennya. Pria itu merubah ekspresi menjadi lebih serius, bersiap mendengarkan. "Kenapa Blue?"

"Kak Bianca.."

"Bianca? Kenapa?"

"Apa yang akan kakak lakukan pada kak Bianca?"

Bilan mengerutkan kening, pria itu masih tidak bisa menangkap kemana arah pembicaraan Blue.

"Kak Bilan akan kembali pada kak Bianca?"

Bilan mengulum bibirnya. "Kenapa bertanya itu?"

"Blue mulai serakah kak.." Blue meremat pakaiannya, perasaan dihatinya seharusnya tidak pernah ada. "Blue suka semua perhatian kakak. Blue suka kak Bilan yang menatap Blue lembut seperti ini. Blue takut tidak bisa mengendalikan diri."

"Blue.." Bilan menarik tangan Blue lalu mengengamnya. "Apa yang kamu rasakan?" Tanyanya dengan suara dalam yang masih saja begitu lembut.

"Blue merasa hangat bersama kakak."

"Kita bisa jadi keluarga Blue." Bilan mengusap tangan Blue yang ada digengamannya dengan ibu jari, matanya masih menatap Blue lekat dan dalam.

"Keluarga, benarkah?"

"Iya." Bilan mengangguk yakin, pancaran matanya sama sekali tidak menunjukan keraguan.

Hati si pria kecil meletup gembira, perutnya terasa penuh dengan bunga. "Blue dan kak Bilan menjadi keluarga?" Semburat merah menghiasi wajah si manis, merambat hingga ketelinganya.

Bilan lagi-lagi mengangguk. "Iya, Blue akan selalu jadi adik manisku. Aku berjanji akan menjaga kamu. Bahkan jika hubunganku dan Bianca tidak berlanjut, kamu akan tetap menjadi keluargaku."

Senyum malu-malu diwajah Blue luntur, kembang api yang menghiasi hatinya seolah meledak menjalar dan membakar.

"Adik.." Ucap Blue lirih.

"Adik kecilku, Blue yang manis." Bilan menangkup kedua pipi Blue.

"Adik.." Ulang Blue lagi, telinganya berdenging ketika mendengar ucapannya sendiri.

Drttt drttt drttt

Bilan melepaskan tangannya dari Blue, pria itu menarik ponselnya seketika ketika melihat nama si penelpon. "Kakak mengangkat telpon sebentar ya."

"Adik," Blue terkekeh kecil. Menghapus air mata yang jatuh begitu tubuh Bilan menjauh. "Apa yang aku harapkan memangnya." Lirihnya.

***

How we parted ways Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang