Tuk
Kepulan asap dari cangkir minuman yang diletakan Bilan dihadapannya membuat Blue mendongkak, pria kecil yang tengah membaca buku itu akhirnya tersenyum kecil. Setelah seharian ia dalam mood yang buruk, perhatian Bilan bisa membuatnya merasa lebih baik.
"Coklat hangat untuk pria manisku." Bilan mengulurkan tangannya, mengusak rambut Blue.
Sebetulnya hari sudah terlalu malam untuk keduanya berbincang, namun baik Bilan maupun Blue memutuskan membagi satu kursi yang sama. Kursi di teras rumah yang langsung berhadapan dengan halaman belakang.
"Pria manis.." Blue terkekeh, ia lalu menutup bukunya dan meletakan benda itu diatas pangkuan. "Lalu dimana wanita cantikmu? Apa dia sudah tidur sehingga kamu bisa menemuiku?" Sindiran pedas Blue membuat Bilan meringgis. Ia sekarang yakin bahwa pria kecil itu memang memiliki darah yang sama dengan Bianca.
"Aku sudah mencari dokter untuk Bianca, besok aku akan membawanya untuk diperiksa."
"Oh.." Blue membulatkan bibirnya, hanya menjawab singkat. Tangannya kemudian beranjak mengambil coklat panas yang Bilan siapkan untuknya.
"Tidak apa kan?"
"Terserah saja, kenapa bertanya padaku."
"Apa kamu mau ikut?" Bilan dan mata legamnya tidak berpindah dari Blue. Senantiasa menatap pria kecil yang kini mulai meniupi minuman ditangannya.
"Untuk apa?" Blue menaikan alisnya. "Menemani kekasih yang saling mencintai?"
"Blue..." Pria yang lebih tua merenggek. Bilan menggusakan kepalanya kebahu Blue. "Kamu sangat ketus hari ini."
"Aku juga bisa terluka." Blue berucap samar sebelum menyeruput minumannya.
"Huh?" Bilan mengangkat kepalanya. Pria tampan itu berpikir sejenak.
"Apa?" Tanya Blue heran karena Bilan hanya menatapnya tanpa henti.
"Apa Bianca berbicara sesuatu yang buruk padamu?"
"Tidak."
"Lalu kenapa kamu begini?"
Suasana hati Blue kembali menjadi kelam, gelap gulita. "Begini bagaimana?"
"Seperti bukan Blue yang aku kenal."
Blue tertawa remeh, menyimpan kembali gelas ke tempat semula. "Mungkin kak Bilan memang tidak terlalu mengenalku, kita baru bersama selama satu bulan."
Bilan menarik nafasnya, enggan berdebat lebih jauh. "Maaf jika aku menyinggungmu. Maksudku, aku baik-baik saja bagaimana pun sikapmu." Bilan membelai rambut Blue dengan lembut. "Tapi aku melihat kamu tidak nyaman, seperti berpura-pura."
"Tidak." Blue dengan cepat membantah.
"Baiklah, lupakan saja." Bilan berdiri, mengulurkan tangannya. "Sudah malam, ayo masuk dan istirahat."
"Duluan saja. Kak Bianca pasti sudah menunggumu."
"Tidak, aku akan tidur di kamarmu."
"Aku tidak salah dengar?"
Bilan mengangguk, kini tangannya beralih menarik lengan Blue agar pria kecil itu berdiri. "Aku sudah bilang kan, kamu kekasihku sekarang. Ayo, aku hanya akan berbagi tempat tidur denganmu."
Blue menelan ludahnya, tidak pernah terpikir Bilan akan mengatakan hal itu dengan mudahnya. Seperti tanpa beban sama sekali.
"Malah melamun, ayo Blue."
Didorongnya punggung sempit Blue hingga keduanya masuk ke dalam rumah.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
How we parted ways
Fiksi PenggemarBlue dan keluarganya harus melakukan kebohongan besar demi menyelamatkan si anak sulung. Kecelakaan yang dialami saudara kembar Blue -Bianca- membuatnya harus rela menggantikan wanita itu untuk menikah dengan pria kaya bernama Bilan Zelgas. Kekasih...