28

1.3K 170 12
                                    

"Pernikahan palsu? Apa itu benar-benar bisa terjadi di dunia nyata?" Zain melangkah perlahan, menyamakan dengan kaki pendek Blue yang hanya bisa berjalan pelan. "Aku kira hanya dalam film."

Blue mendesah. "Aku sedang serius."

Teman kecil Blue itu menggaruk belakang lehernya yang tidak gatal. "Ya, maaf. Aku agak heran saja, tidak mengerti kehidupan orang kaya."

"Huh! Kenapa baru berjalan sebentar saja aku sudah sangat lelah." Bibir tipis Blue mengerucut. "Di mana tempat tinggalmu sebenarnya?"

Zain menatap kebelakang tubuh Blue lalu menunjuk salah satu gedung. "Yang itu,"

"Masih sangat jauh."

"Jauh?" Pria seumuran Blue itu keheranan dengan tingkah aneh temannya. "Kita baru berjalan tiga ratus meter Blue. Lihat ke sana, itu halte tempat kita turun kalau kau lupa."

"Huh capek." Blue berjongkok. Rasanya seluruh tubuhnya enggan digerakan lagi.

"Mau aku gendong?"

"Tidak." Blue akhirnya kembali berdiri, berjalan menghentakan kakinya agar bisa segera sampai ke tempat tinggal temannya itu. Rasanya pria kecil ingin segera mandi air hangat, merebahkan diri kemudian tertidur pulas.

Blue memutuskan untuk menerima tawaran Zain menginap ditempat pria itu untuk sementara. Lagi pula ia memang tidak memiliki pilihan sekarang, tidak ada paspor, uang ataupun tanda pengenal.

Bagaimana ia bisa meninggalkan negeri sakura?

Satu-satunya yang bisa membawanya adalah Bilan, Blue tidak berencana bertemu pria itu dalam waktu dekat. Setidaknya ia ingin menenangkan dirinya sendiri.

Dan bagian paling penting adalah, sebenarnya Blue tidak tahu kemana dirinya akan pulang. Apa dia harus kembali pada orang tua yang jelas-jelas telah mengancam membunuhnya?

"Tidak ada lift, kita harus menggunakan tanda hingga kamarku di lantai lima."

"Hah?" Blue menghentikan langkahnya dengan wajah kaget.

"Kau tahu aku tidak sekaya itu untuk memiliki tempat tinggal mewah," Zain menepuk kepala Blue ringan. "Tinggal di sini saja berkat wajah tampanku."

"Maksudnya?"

Zain melangkah lebih dulu, mulai menaiki tangga. "Aku bekerja di club malam." Terangnya.

"Waw, benarkah?"

"Huum, uang dari sana sangat banyak. Ya, jika dibandingkan pekerjaan paruh waktu lainnya."

Mata Blue berbinar-binar. "Bagaimana cara bekerja di sana?"

"Kenapa bertanya?" Zain melipat tangannya di depan dada lalu menaikan alisnya menunggu jawaban Blue.

"Aku juga mau kerja. Ayo beritahu aku." Blue mendekatkan wajahnya pada temannya itu.

"Tidak, tidak, tidak," Zain kembali melangkah, kali ini lebih cepat meninggalkan Blue yang harus sedikit berlari mengejarnya. "Club terlalu keras untukmu Blue."

"Ish, Zain tunggu."

"Tidak mau.."

"Tapi aku butuh uang."

"Suamimu kan kaya." Zain sudah mendengar semua cerita Blue, meski hanya garis besarnya namun ia telah mengerti.

"Suami siapa huh? Dia bukan suamiku."

"Tapi sudah saling menyatakan cinta."

Wajah Blue berubah menjadi kesal, kini Zain sangat menyebalkan dimatanya. "Jahat! Hiks.."

How we parted ways Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang