03

1.9K 291 88
                                    

Pernikahan benar-benar dilaksanakan. Blue telah resmi terjebak dalam sandiwara paling gila yang dirancang orang tuanya sendiri. Pria itu kini berada pelaminan megah yang seharusnya menjadi milik kakak perempuannya.

Blue menggunakan gaun pernikahan cantik yang melekat pas ditubuhnya sedangkan Bilan begitu tampan dengan jas putih yang pas ditubuhnya.

Tamu undangan terus saja melontarkan pujian betapa serasinya kedua mempelai itu. Blue merasa giginya hampir kering karena harus selalu tersenyum lebar seperti yang Bianca sering lakukan.

"Apa kamu lelah?"

"Ehhh.." Blue refleks menghindar karena secara tiba-tiba Bilan memeluk pinggangnya. Ia benar-benar tidak terbiasa dengan sentuhan intim seperti ini, rasanya benar-benar aneh.

Bilan menatap Blue dengan aneh. "Apa moodmu kembali buruk?"

Ya Bianca yang asli punya pengendalian suasana hati yang begitu buruk sehingga gadis itu sering kali meledak-ledak. Bilan agak khawatir sekarang kalo Bianca akan melakukan hal buruk dihari pernikahan mereka.

"Tidak aku hanya kaget.." Blue menggaruk lehernya . Gesture ini cukup asing dimana Bilan karena biasanya Bianca tidak pernah melakukan itu.

"Selamat bro!"

Suara lantang dari beberapa orang yang naik keatas pelaminan membuat fokus Bilan dan Blue teralihkan. Keduanya segera memasang senyuman untuk menyambut teman-teman Bilan itu.

***

"Kalau ada apa-apa langsung kabari kami." Ayahnya melepas pelukan begitu selesai membisikkan kata-kata itu pada Blue.

Mereka berpisah di hotel tempat pernikahan berlangsung karena orang tua Blue akan kembali kerumah sementara Blue akan tinggal dengan Bilan semala semalam disini kemudian besok siang terbang menuju negara tempat mereka akan berbulan madu.

"Ingat kata-kata mama sebelumnya, Blue harus berpura-pura sakit setiap Bilan meminta untuk berhubungan." Ibunya mengusap kepala Blue, turun kepipi hingga wanita itu berjinjit untuk memeluk putranya. "Blue harus bertahan sebentar ya, cuma Blue yang bisa mama andalkan sekarang."

"Iya ma."

"Blue harus kuat nak."

"Pa, ma.." suara Bilan yang mendekat membuat pembicaraan ibu dan anak itu berhenti. Blue dan ibunya melepaskan pelukan. Mata Blue memerah lalu buru-buru ia mengusapnya asal.

"Kami pulang dulu ya, titip Bianca."

"Pasti aku jagain pa." Bilan tersenyum hangat memberi pelukan singkat pada papa dan mama Blue.

***

Blue menggigiti kukunya sambil terus bulak-balik di dalam toilet. Meskipun ibunya telah memberi banyak kiat-kiat agar bisa kabur dari malam pertama bersama Bilan namun ia tetap saja cemas. Bagaimana jika Bilan memaksa?

"Enggak, kak Bilan gak mungkin maksa kak Bica. Dia sayang banget sama kakak gue. Iya bener gak mungkin." Blue mengangguk-angguk. Pria itu kemudian mulai mencuci wajahnya agar bisa segera kembali ke kamar.

***

Blue benar-benar bisa bernafas lega sekarang. Saat ia selesai dengan kegiatannya dikamar mandi ia menemukan Bilan sudah tertidur pulas diatas ranjang.

Malam ini Blue lolos begitu saja.

Blue perlahan berjalan menuju tempat empuk nan hangat itu, jujur ia juga lelah setelah berjam-jam berdiri menyambut para tamu undangan. Blue mulai menyusup masuk kedalam selimut tebal yang disisi lain telah digunakan oleh Bilan.

Sekali lagi Blue menoleh pada wajah tenang pacar kakaknya, hmm mungkin sekarang ia harus mulai menyebut Bilan sebagai suami kakaknya?

"Maafin Blue kak Bilan." Blue berucap lirih sekali sebelum berbalik memunggungi Bilan.

How we parted ways Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang