20

1K 156 20
                                    

"Sampai.." Bilan tersenyum lebar. Kembali ia mengusap rambut Blue. "Siap untuk perjuangan kita?"

Blue mengangguk, ia ragu-ragu mendekatkan dirinya. Pria kecil itu membubuhkan sebuah ciuman kecil dipipi Bilan.

"Manis sekali.." Bilan terkekeh melihat wajah Blue yang memerah. "Baiklah, ayo kita keluar."

Bilan membuka pintu lebih dulu, namun setelahnya ia hanya berdiri dia di samping mobil. Menatap keteras rumahnya.

Blue mengernyitkan keningnya, si kecil kemudian memutuskan untuk menyusul Bilan.

Pintu mobil masih terbuka, Blue dan Bilan sama-sama terdiam ketika melihat sosok yang duduk di atas kursi roda.

Keduanya baru tiba beberapa saat lalu dan mendapati wanita cantik itu menangis di depan rumah.

Dia masih bercahaya, indah matanya yang membuat Bilan jatuh cinta tetap terlihat sama. Rambut bergelombang sebahu jatuh tergerai, menghalangi pandangan matanya karena wanita itu menunduk dalam.

Blue mengusap cincin dijarinya, menelan ludah berkali-kali.

"Tuan maaf nona Bianca memaksa untuk datang ke sini." Orang kepercayaan Bilan berlutut, ia tahu bahwa posisinya dipertaruhkan sekarang. "Nona dua kali mencoba bunuh diri karena saya tidak memberitahu keberadaan anda."

Bilan membelalak, kaget dengan pernyataan orang kepercayaannya itu.

Blue yang masih memegang knop pintu mobil merasa bergetar.

"Bilan," Suara lembut Bianca mengalun, wanita itu perlahan mengangkat wajahnya. Menatap lurus pada kekasihnya yang masih berdiri diam. "Bilan maaf.." Tetes air mata yang lolos dari Bianca membuat Bilan semakin kaku, nafasnya tercekat. "Bilan, maafkan aku.."

Pria kecil meremas jemarinya semakin kencang tatkala melihat Bilan yang mulai berjalan menuju Bianca yang masih duduk di atas kursi roda. Bilan menatap kekasihnya itu dari atas hingga bawah. "Kakimu,"

"Aku pantas mendapatkan ini Lan, aku jahat padamu. Tuhan menghukumku."

Bilan berjongkok di depan Bianca. "Apa yang dokter katakan?"

"Aku lumpuh." Bianca terisak, bahunya bergetar. "Aku lumpuh Lan.."

Bilan menutup matanya, pria itu mengepalkan tangannya. "Jangan nangis Bi.."

"Maafkan aku Lan.." Bianca menubruk tubuh Bilan begitu saja. Memeluk prianya dengan erat, menumpahkan semua rasa takutnya dalam tangisan menyayat hati. "Maafkan aku Bilan, tolong. Tolong.."

Disisi lain Blue menatap kesembarang arah ketika Bilan membalas pelukan Bianca begitu saja. Blue mengusap cincin ditangannya, mencoba mendapatkan kekuatan untuk berdiri tegak dari benda berkilau itu.

"Bilan, kamu gak akan tinggalkan aku, kan? Kamu sayang aku, kan? Bilan, aku cuma punya kamu.
Aku cuma punya kamu Bil. Cuma kamu yang benar-benar mencintaiku."

"Kita bicara di dalam ya.. Jangan menangis lagi." Bilan mengurai pelukannya, menghapus air mata Bianca kemudian mendorong kursi roda gadis itu ke dalam rumah.

Meninggalkan Blue tanpa sepatah kata pun. Blue terpaku di tanah. Kata-kata Bilan yang meyakinkannya berputar kembali dalam otak pria kecil itu.

"Apa ini.." Blue memukuli dadanya, merasa sesak luar biasa. Ia berlari sekuat tenaga, meninggalkan halaman rumah.

Janji-janji Bilan, kalimat manisnya yang bahkan diucapkan berapa puluh menit lalu, seolah awan hitam yang menghilang ketika matahari datang. Seluruh daratan menyambut sang pemenang, meninggalkan Blue dalam kacaunya badai sendirian.

How we parted ways Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang