21

1.1K 183 21
                                    

"Kalian dari mana?"

Blue menarik tangannya begitu saja dari gengaman tangan Bilan begitu suara yang ia hapal diluar kepala terdengar. Pria kecil itu mundur beberapa langkah, menjauh dari pria yang telah dengan tegas mengatakan cinta beberapa saat lalu.

"Kami pergi membeli bahan makanan." Bilan menjawab, menyimpan kantung belanjaan di atas meja. Pria itu kemudian berjongkok di depan kursi roda Bianca. "Kenapa keluar kamar? Kamu harus istirahat."

"Aku takut kamu pergi," Ucap wanita itu selirih hembusan angin.

Bilan menarik nafasnya, pria itu melirik pada Blue yang berada dibelakangnya.

"Blue, kakak sudah kembali." Bianca tiba-tiba berucap, membuat Blue hampir menjatuhkan ponsel ditangannya. "Kemari, peluk kakak."

"Eh?" Blue mengernyit, namun ia tetap melakukannya. Setelah Bilan bergeser, Blue bergantian untuk duduk berjongkok di depan Bianca dan memeluk kakaknya itu.

"Terimakasih sudah menyelamatkan pernikahanku." Bianca melepaskan pelukannya dari sang adik kembar. "Sekarang aku sudah di sini, kamu tidak perlu berkorban lagi."

Blue tidak tahu harus bereaksi seperti apa, pria kecil itu hanya mengigit bibirnya.

"Kamu bisa pergi sekarang. Sisanya biar kakak dan Bilan yang urus. Kakak pesankan tiket pesa—"

"Tidak." Suara mengelegar Bilan membuat Bianca terkejut, untuk pertama kalinya setelah bersama sekian lama, ia mendengar nada tinggi dari prianya.

"Bilan?"

"Tidak, maksudku, Blue tanggung jawabku. Bagaimana pun dia telah menikah denganku." Bilan mengulum bibirnya resah.

Bianca sendiri membulatkan matanya. "Bilan apa maksud kamu?"

"Bagaimana pun, aku menikah dengannya Bianca. Aku dan Blue adalah pasangan sekarang."

"Papa dan mamaku sudah menceritakan semuanya, aku tahu bahwa Blue menyamar menjadi aku. Itu artinya kau menikahiku." Bianca tidak terima dengan ucapan Bilan, wajahnya memerah penuh amarah.

"Tidak Bianca, aku tahu itu Blue sejak awal."

"Bilan!" Bianca berteriak, membentak.

"Aku tidak ingin bertengkar Bianca." Nada suara Bilan terdengar kelelahan. "Kita bahas nanti."

"Bianca? Sejak kapan kamu memanggil namaku dengan seketus itu? Waw kau berubah sangat banyak Bilan."

"Kamu benar-benar ingin kita bertengkar?"

"Blue, pergi dari sini. Pulang pada papa dan mama. Tinggalkan kami berdua, tugasmu sudah selesai." Bianca mencengkram pundak Blue. Menatap adiknya dengan tajam.

"Blue masuk ke kamar." Bilan mengulurkan tangannya pada Blue yang kebingungan diantara dua orang yang baru saja memulai pertengkaran itu. "Blue.."

"Pergi Blue.." Tegas Bianca.

"Iya— Iya kak.." Blue akhirnya beranjak, meninggalkan Bilan dan Bianca dalam ketegangan.

"Cincin itu, aku sudah tahu ada yang tidak beres dengan kalian." Sindiran Bianca langsung menghujami Bilan yang sedang menyentuh cincin pasangannya dengan Blue. "Dia adikku Bilan."

"Aku awalnya ingin menyembunyikannya sampai kamu cukup siap, tapi kamu sudah menyadarinya." Bilan terkekeh sinis, pria itu lalu duduk di sofa. "Seperti yang kamu lihat, aku dan Blue memang memiliki hubungan spesial."

"Bilan!" Lagi-lagi bentakan Bianca menggelegar. Membuat Blue yang berada dibalik pintu kamar bergetar. Si kecil meringkuk, ketakutan memeluk lututnya.

"Ayo kita putus." Bilan terdengar tenang, tertata tanpa emosi. "Pernikahan kita, aku akan membatalkannya juga."

How we parted ways Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang