25

1.2K 185 35
                                    

"Kau makan sangat sedikit." Nyonya dari keluarga Zelgas itu mengulurkan tangannya untuk mendorong makanan penutup kehadapan pria kecil yang nampak berkeringat. "Apa kamu tidak nyaman, Blue?"

"Ah, itu," Blue gugup setengah mati. Ternggorokannya terasa kering dan ruangan vip restoran itu terasa sangat dingin membuatnya mengigil. "Tidak, nyonya.."

"Aku baik-baik saja," Ibu Bilan tersenyum ramah. Seperti biasa wanita kaya itu sangat anggun dan elegan. "Aku benar-benar baik-baik saja Blue. Bersikap santailah padaku."

"Baik nyonya.." Blue mengangguk kecil, keringatnya semakin deras.

Bilan berinisiatif mengengam tangan Blue lagi. "Garis besarnya, ibuku sudah tahu." Bisiknya pelan.

Nyonya paruh baya itu mengelap sudut bibirnya, ia kemudian menenggakan tubuhnya. "Lalu bagaimana rencana kalian kedepannya?"

"Hasil pemeriksaan Bianca akan keluar dua hari kedepan."

Ibu Bilan menarik nafasnya panjang, menatap putranya dan pria kecil di samping Bilan beberapa saat. "Apa kamu harus melakukannya?"

Baik Blue dan Bilan memasang wajah bingung mendengar penuturan nyonya Tania Zelgas.

"Bukalah lembaran baru dengan Blue. Wanita itu bukan urusanmu lagi nak."

Blue diam-diam melirik pada Bilan, menunggu jawaban apa yang akan pria itu keluarkan dari mulutnya.

"Kau tahu bagaimana sifat papamu, kan? Kita harus bergerak cepat."

"Pengobatan Bianca akan jadi hal terakhir yang aku lakukan untuknya, ma. Lagi pula ini tidak akan terlalu lama. Aku akan kembali setelah menemukan dokter untuknya."

"Untuk apa? Dia mengalami kecelakaan karena ulahnya. Wanita itu berani berselingkuh. Itu adalah karmanya."

Bilan tanpa sadar melonggarkan gengaman tangannya pada Blue. Pria itu terlihat resah, ia tidak berpikir ibunya akan membahas menganai Bianca.

"Nyonya," Blue membawa dirinya untuk bangun dari kursi. "Saya permisi ke toilet sebentar."

Tania mengangguk dengan senyuman. Membiarkan si pria kecil keluar dari pembahasan berat antara anak dan ibu itu.

"Masalah Bianca biar aku yang urus. Mama hanya perlu membantuku untuk meyakinkan papa soal Blue."

Tania lagi-lagi menarik nafas berat. "Jujur pada mama, apa kamu benar-benar menyukai saudara kembar wanita itu?"

"Ma!"

"Dia terlihat sangat baik Bilan, terlalu polos jika kamu hanya ingin mempermainkannya."

"Aku tidak akan mengundang mama ke sini jika hanya ingin bermain dengan Blue." Bilan terdengar serius dan tegas dengan ucapannya.

Tania mengetuk-ngetuk jemarinya di atas meja. "Lalu kenapa masih mempertahankan Bianca? Jika karena dia lumpuh, kau bisa mengirimnya ke rumah sakit dan semua selesai."

Bilan diam, menatap pada lilin yang menyala di atas meja.

"Aku ibumu Bilan, aku tahu kau dengan sangat baik. Kau masih mencintai Bianca, bukan?"

Tania tertawa setelah beberapa menit dan putranya masih terdiam. "Ternyata kamu mulai seperti ayahmu. Serakah. Kau ingin keduanya, kan?"

Bilan berdecak. "Bukan begitu."

"Lalu? Kau mau Blue tinggal dan memintaku meyakinkan anak itu. Sementara kau juga ingin menemani Bianca. Bukan kah begitu yang kau inginkan anak muda?"

"Ma!"

How we parted ways Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang