DIRA
Aku terbangun ketika matahari udah berada di atas sana. Tapi tirai blackout mampu menghalangi sinar matahari masuk. Aku menyipitkan mata ketika tirai itu ku buka. Jam berapa ya ini? Aku mengambil ponsel dan ngeliat jam. Ah udah jam 8 pagi. Ini hari Sabtu dan aku nggak ada jadwal kemana-mana. Sebenernya ada event sih, tapi Kai bilang dia bisa handle semuanya dan aku bisa santai hari ini.
Tiga minggu lebih udah terlewati semenjak Raffa resmi gabung ke Athaya. Waktu hari pertama Raffa masuk kantor, rasanya aku pengen nyolok mata setiap perempuan yang ada disana. Mereka ngeliatin Raffa kayak orang kelaperan liat wagyu A5. Bahkan Mbak Dewi aja yang lagi tek dung aja sampe bengong liatin Raffa, sambil elus-elus perutnya. Tapi emang dasar Raffa yang nggak banyak ngomong, dia diem aja sama orang-orang yang ngeliatin dia kayak santapan lezat.
Sejujurnya aku gak mau geer, tapi aku sering ngerasa Raffa merhatiin aku. Atau dateng ke pantry pas aku lagi bikin minuman di pantry. Atau join sama aku dan Kai pas kita mau makan siang bareng, walaupun aku tau banyak yang ngajakin Raffa makan siang bareng. Tapi aku beneran gak bisa nerjemahin Raffa karena dia irit banget ngomongnya.
Inget Raffa aku jadi deg-degan.. Beneran deh, aku nggak pernah kayak gini sebelumnya walaupun ada beberapa orang yang deketin aku. Tapi biasa aja gitu. Ya ada sih beberapa yang bikin deg-degan sampe akhirnya pacaran, tapi setelah beberapa lama ya flat aja. Tapi sama Raffa beda. Dengan tau aku sama Raffa ada di gedung yang sama aja aku udah deg-degan banget.
Daripada otakku semakin melanglang buana, mending aku mandi deh. Hari ini rencananya aku mau belanja di supermarket yang ada di samping gedung apartemen buat ngisi stok makanan. Walapun aku kadang sibuk banget, tapi aku suka masak dan baking. Jadi kalau lagi ada waktu senggang, aku suka masak sendiri buat makan daripada beli di luar atau pesen online.
Selesai mandi, aku pake hotpants biru muda dan kaos hitam lengan pendek. Aku ngambil ponsel dan dompet kartu sebelum jalan ke dapur buat ngambil tas belanja. Setelah itu aku pake Birkenstock kesukaanku dan berjalan keluar. Aku lebih suka jalan kaki ke supermarket daripada bawa mobil, toh cuman di sebelah gedung. Tapi kalau aku harus beli yang berat-berat kayak beras misalnya, mau gak mau aku bawa mobil.
Aku memutuskan untuk bikin soto ayam buat makan siang sama pasta buat makan malem. Agak jauh ya emang dari soto ke pasta, tapi gak apa-apa. Yang penting enak. Setelah bayar belanjaan, aku kembali jalan ke apartemen.
Tapi baru aja sampe di lobi, aku terdiam. Satu sosok di depan sana yang lagi ngobrol sama dua orang yang kayaknya petugas pindahan barang karena mereka sama-sama pake baju dengan logo jasa pindah barang. Dengan ragu aku nyamperin Raffa.
"Raffa", sapaku. Mata Raffa terlihat sedikit membola ketika melihatku
"Dira?"
"Lo pindah kesini?", tanyaku sambil menunjuk lantai
"Iya. Tadinya Kakak gue yang tinggal disini, tapi karena udah nikah jadi sekarang gue yang nempatin", jawab Raffa
Nah, satu hal lagi yang aku tangkap selama tiga minggu ini. Kalau ngomong sama aku, Raffa nggak terlalu irit bicara. Ya masih singkat-singkat sih kadang, tapi nggak se irit kalau ngomong sama yang lain.
"Oh gitu. Lo tinggal lantai berapa?", tanyaku
"15", jawab Raffa
"HAH?! Serius lo?", pekikku
"Iya. Kenapa emang?", tanya Raffa dengan raut bingung
"Gue juga tinggal di lantai 15"
Raffa keliatan sedikit terkejut tapi kemudian ujung bibirnya sedikit terangkat.
"Unit lo nomor berapa?", tanya Raffa padaku
"1506. Lo?"
"1501"
"Masih amazed gue, bisa-bisanya kita satu apartemen selantai pula", aku menggelengkan kepalaku
Raffa tersenyum kecil menanggapi ucapanku. Lalu dia nyuruh aku buat nunggu sementara dia ngomong sama petugas pindahan. Nggak nyampe 5 menit, Raffa menghampiri aku dan mengajak aku untuk naik.
Jantungku berdegup dengan kencang ketika tanganku dan tangan Raffa nggak sengaja bersentuhan pas Raffa ngambil belanjaan dari tanganku. Aku berusaha ngambil belanjaanku tapi Raffa dengan cepat menghindar. Jadi aku membiarkan Raffa bawain belanjaanku dan berjalan di sampingnya.
Setelah lift datang, aku menempelkan kartu akses yang otomatis membawa aku dan Raffa ke lantai 15. Di lift nggak ada seorangpun dari kami yang bicara sampai kami sampai di lantai 15. Aku keluar dari lift duluan dan Raffa berjalan di belakangku.
Pintu unitku terbuka setelah aku memasukkan kode sandi. Raffa nggak masuk ke unitku. Dia cuman nyimpen belanjaanku di lantai deket pintu.
"Makasih", ucapku
"Anytime", balasnya
"Hmm.. kalau butuh apa-apa bel aja ya", aku tersenyum pada Raffa
Raffa mengangguk lalu membalikkan badannya dan berjalan ke unitnya sendiri. Aku menutup pintu lalu berdiri diam sambil memegang dadaku. Masih nggak percaya sama kenyataan kalau Raffa cuman berjarak beberapa unit dari unit apartemen ku. Rasanya jantungku berdegup sedikit lebih kencang.
Untuk ukuran cewek 23 tahun, berlebihan gak sihhh aku kayak gini gara-gara satu cowok?
Kutarik dan ku hembuskan nafas perlahan untuk menenangkan diri. Setelah itu aku mengambil belanjaanku dan berjalan ke dapur. Aku segera membereskan belajaan lalu masak soto.
40 menit kemudian, sepanci kuah soto udah siap mengepul dan menyebarkan aroma sedap ke seluruh penjuru apartemenku. Bihun, ayam suir, dan segala pelengkap soto juga udah terhidang di meja. Tapi setelah sekian detik aku tersadar, aku nyiapin makanan untuk dua orang. Dang it! Tanpa aku sadari, selama masak tadi aku mikirin Raffa.
Karena udah terlanjur siapin untuk dua orang, jadi aku berusaha memberanikan diriku untuk berjalan keluar dan menekan bel unit apartemen Raffa. Jangan ditanya jantungku berdegup sehebat apa selama aku nunggu pintu di hadapanku ini terbuka.
2 menit yang serasa 2 jam akhirnya berlalu. Pintu di hadapanku terbuka. Raffa muncul disana masih degan kaos yang tadi dia pakai tapi celananya udah berganti jadi celana training.
"Dira? Ada apa?", tanya Raffa padaku
"Hmm.. gue masak soto ayam. Hm.. kalau lo mau, kita bisa makan sama-sama", ucapku sambil memainkan kuku jariku
"Oh.. Lo masak?", bukannya nanggepin, Raffa malah nanya
"Iya, gue kalau lagi ada waktu luang lebih suka masak sendiri. Eh tapi kalau lo gak mau juga gak apa-apa sih hehe", aku menggaruk kepalaku yang nggak gatel
"Gue mau kok", kata Raffa sambil tersenyum tipis
"Beneran?", tanyaku nggak percaya
Raffa terkekeh sambil mengangguk. Aku terpana mendengar suara kekehan Raffa. Itu sesuatu yang jarang terjadi. Setelah bisa menguasai diri, aku mundur dan Raffa berjalan keluar dari apartemennya. Kami jalan bersebelahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Place in Your Heart
RomanceLove at first sight. Aku gak pernah percaya sama yang namanya cinta pada pandangan pertama. That's bullshit, you know.. Tapi semuanya berubah setelah suatu hari sebuah tatapan mata yang tajam tapi hangat menembus masuk langsung ke hatiku. 21+ Welcom...