Di sebuah ruangan sempit dengan penerangan minim, dua orang berbeda gender sedang larut dalam percakapan. Orang itu adalah Jennie dan bos nya. Adu mulut antara rekan bisnis itu belum usai sejak 2 jam lalu.
"Bos aku mau berhenti"
"Berhenti? Kau pikir hasil kerjamu selama ini cukup melunasi hutang paman dan bibimu?" Balas si bos menaikkan satu alisnya. Jennie memilin resah jemari di ujung rok mini ketatnya.
"Berapa lagi hutangnya tersisa?"
"150 juta"
"Begini, jika kau memang mau menyudahi maka layani satu pelanggan spesial ku malam ini. Dia bilang akan membayar berapapun asal kau mau" bos nya memberi satu pilihan.
"Jeongmal?"
"Yeah"
"Baik, aku mau" Jennie tidak punya pilihan dan tidak diberi pilihan. Satu-satunya pekerjaan yang menghasilkan uang banyak dan cepat adalah ini.
Paman dan bibinya menjadikan Jennie mesin ATM. Mereka yang berhutang pada rentenir, Jennie yang disuruh membayar. Apalah daya nasib si wanita malang. ayah ibunya telah tiada. Jika bukan karena mereka, Jennie sudah jadi sebatang kara.
"Kamu tunggu disini, sebentar lagi pelanggan itu akan datang" Jennie disuruh menunggu di sofa depan menghadap pintu masuk. Setengah jam uring-uringan menunggu, presensi pria yang menyewanya malam ini datang menggunakan jas navy.
"Jennie-ssi?"
"Kim Jongin-ssi" ujar Jennie balik bertanya.
"Sepertinya benar, kau wanita yang ku pesan. Ayo, aku tidak suka lama-lama" Jongin memimpin jalan sementara Jennie mengikuti dari belakang.
Keringat peluh membanjiri Jennie. Jongin tidak mau berhenti padahal sudah 5 jam mereka bermain. Jennie kelelahan dan minta dihentikan namun Jongin seolah tuli dan terus menggempur Jennie.
Diam-diam sudut matanya berair. Betapa kotornya dia sebagai wanita. Mahkotanya bisa dibeli dan dinikmati berbagai pria dengan lembaran kertas.
"Kau menangis?" Suara berat Jongin menyentak lamunan. Buru-buru Jennie menghapus air matanya.
"Aku kotor hiks"
"Kau dipaksa melakukan ini?" Jennie cuma menggeleng dan menutup matanya.
Sesudah pergulatan ranjang tadi, Jennie mendapatkan bayarannya dan membayar sisa utang paman dan bibinya. 11 tahun dia hidup di kota demi mencari uang. Jennie rindu kampung halaman serta paman dan bibinya. Mengingat itu Jennie tersenyum bahagia. akhirnya dia bisa pulang.
"Sisanya buat ongkos pulang dan Bibi" senyum Jennie merekah. Terlepas dari perlakuan mereka, Jennie tidak menaruh benci sedikitpun. Dia memakluminya. Menghidupinya dari kecil bukanlah mudah dan murah, jadi seperti inilah cara ia membalas jasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Mom ✓
أدب الهواةKesalahpahaman membentang derita. Kim Jennie terpaksa meninggalkan suaminya tepat setelah ia melahirkan sang anak. Ada alasan dan kisah kelam dibalik kepergian Jennie yang dia tutupi. Bagaimana kehidupan Lisa tanpa sosok ibu disampingnya sementara L...