11. Larangan Bertemu Lisa

1.8K 155 2
                                    

"Jen, kamu gapapa?" Jennie menoleh sedikit ke si penannya lalu balik menatap depan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jen, kamu gapapa?" Jennie menoleh sedikit ke si penannya lalu balik menatap depan.

"Hmm"

"Turunlah makan malam, yang lain menunggumu"

"Gak lapar" Jisoo jadi khawatir. Belakangan ini Jennie suka menyendiri dan makan telat.

"Kamu belum makan loh dari siang, gak kasihan sama dedenya"

"Makanlah dulu Unnie ntar aku nyusul" dengan langkah berat Jisoo meninggalkan kamar Jennie.

Dua puluh menit Jisoo pergi, dia datang kembali membawa nampan berisi makanan dan segelas susu vanila hangat.

"Jen, makan dulu" katanya meletakkan nampan tersebut diatas meja nakas.

"Nee, makasih Unnie. Maaf ngerepotin"

"Gak masalah. Habisin makananmu. Aku mau keluar" Jennie mengangguk saja dan memakan makanannya.

Baru saja ia mendapatkan pesan dari Limario untuk menemuinya di sebuah kafe. Jennie bimbang antara memilih bertemu atau menolak. Karena sebelum pergi dia sudah berjanji pada dirinya tidak akan pernah menampakkan diri lagi di depannya.

Tapi jika dipikir-pikir lagi tidak ada salahnya. Lagipula Limario sendiri yang memintanya.

Habis makan Jennie siap-siap berangkat ke kafe. Memakai dress selutut sederhana dan sepatu sneaker putih.

"Mau kemana kamu?" Tanya Taehyung yang lagi santai sama ketiga istrinya di ruang tengah nonton tv.

"Ketemu temen" jawabnya melanjutkan langkah ke pintu depan.

Jennie pergi diantar supir pribadi mansion. Menempuh perjalanan sekitar satu jam-an untuk sampai di lokasi.

Saat telah masuk ke dalam, Jennie kesulitan mencari keberadaan Limario diantara banyaknya pelanggan hingga akhirnya pria itu melambaikan tangan memberi sinyal.

"Lama banget" gerutu Lim.

"Mian, ada apa memintaku kemari" tanya Jennie to the point.

"Cuma mau bilang jangan deketin Lisa itu saja"

"Lisa?" Mendengar nama anaknya Jennie rasanya ingin nangis. Sudah begitu lama sekali semenjak Lisa dia tinggalkan.

"Dimana dia sekarang?"

"Apa kau masih punya malu untuk menanyakannya"

"Aku tau kesalahanku tapi aku melakukan itu terpaksa Lim" tatapan Jennie dan Lim bertemu. Jauh dari lubuk terdalam, Jennie masih memiliki bagian hatinya. Perempuan pertama yang dia cintai.

"Penampilanmu tetap sama. sepertinya sekarang hidup mu lebih menderita" Jennie menundukkan kepala seraya mengukir senyuman kecut. Limario memang sangat mengenal dirinya.

"Apapun itu aku harus bertahan bukan, karena aku seorang ibu" jawab Jennie melempar senyuman lirih.

Limario memalingkan muka. Bertatapan lama dengan Jennie membuat dadanya sesak. Istri yang dulunya sangat dicintai justru meracuni cinta sucinya.

"Berhubung kau disini aku ingin bertanya" tatapan Limario berubah serius.

"Kenapa kau meninggalkan kami" Jennie tersenyum. Gummy smile yang dulu menjadi favoritnya kini menggores luka. Limario terluka melihat senyuman yang telah lama hilang dari pandangannya.

"Sepertinya itu sudah terlalu jelas sebagai jawaban atas pertanyaanmu" Limario mengerutkan dahinya. Ucapan Jennie sama sekali tidak dapat dia mengerti.

"Maksudmu?"

"Aku tau kau menyesal dan berharap kita tidak akan pernah bertemu di hari aku meninggalkanmu. Aku menghancurkan segalanya. Janji pernikahan kita dan cinta sucimu. namun aku tidak punya pilihan selain pergi" sedikit lagi, air mata Limario hampir menetes. Pria itu membuang muka dan mencoba menahan tangisannya.

Tiba-tiba Jennie membuka cincin pernikahan Limario dan meletakkanya diatas meja.

"Akan ku urus secepatnya surat cerai kita" senyum Jennie sendu.

"Anni. Biar aku yang melakukannya"

"Bagaimana keadaan putri kita?" Jennie mengganti topik baru.

"Kita? Sepertinya itu tidak cocok untuk disematkan padamu. Aku yang membesarkannya sendirian" tanggapan Jennie cuma anggukan dan senyuman lirih.

"Jadi alasanmu memintaku kemari untuk ini?"

"Ya, aku tidak mau Lisa bertemu denganmu. Anak itu sekarang sangat sulit ku sentuh. Dia pergi dari rumah dan tinggal di apartemen sendiri"

"Mungkin dia belajar untuk mandiri"

"Kau sudah makan?" Mendadak Limario mengganti topik pembicaraan.

"Nee"

"Ku harap sekali saja aku bisa melihatnya dari jauh" gumam Jennie di dengar Limario.

"Kau pulang dengan apa?"

"Aku diantar sopir" jawab Jennie masuk duluan ke mobil menyisakan Limario disana.

.

.

.

"Daddy" Limario tersentak ketika mendapati Lisa tiba-tiba sudah berada di sampingnya.

"O-oh Lisa, mwohae?" Gugup Limario berkeringat dingin. Berharap Lisa tidak sempat melihat Jennie.

"Aku habis makan bersama sekretarisku. Daddy sendiri sama siapa? Apa sama Diana-ssi?"

"Panggil dia Mommy Lisa"

"Mommy hanya untuk ibu kandungku Daddy" Lim menghela napas berat. Lisa sangat keras kepala.

"Setidaknya Eomma atau Mammy. walau bagaimanapun dia adalah ibumu, istri Daddy"

"Kau menyiksaku Dad. Sudah cukup Mommy meninggalkanku dan kau malah menghalangiku untuk bertemu dengannya"

"Kau melihatnya?"

"Melihat siapa?" Bingung Lisa.

"Wanita tadi" melihat reaksi cengo anaknya, Lim bernapas lega jika Lisa tidak melihat dia bersama Jennie tadi.

"Lupakan saja. Ayo pulang ke mansion. Adikmu menanyakanmu terus" Lisa menghempaskan tangan Limario dari tangannya.

"Jangan atur-atur aku Dad. Aku bukan boneka mu"

Setelah mengatakan itu Lisa pergi. Entah apa masalah kedua orangtuanya hingga dia menjadi korban. Orang-orang melihatnya baik-baik saja tetapi jiwanya cacat. Lukanya menguap abadi bersama kenangan masa lalu.

Bersambung

Dear Mom ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang