Part 14

3K 85 1
                                    

Sagara sudah selesai dengan kegiatan membersihkan diri, lelaki itu memakai kaos hitam yang mencetak tubuh berototnya dan celana training warna biru sebagai bawahan. Lelaki itu dengan berjalan menuju ruang baca di ujung lorong, ia tidak ingin membuat Murni menunggu lama.

"Murni?" Sagara melongokan kepala dan melihat istrinya sedang duduk membaca salah satu buku sejarah. Tidak Sagara sangka wanita itu ternyata suka membaca buku sejarah, padahal yang Sagara tau membaca sejarah bagi sebagian orang itu sangat membosankan.

Murni mendongak mendengar panggilan itu dan ia tersenyum tipis begitu Sagara berjalan mendekat lalu duduk tepat di depannya yang hanya terhalang meja persegi yang tidak terlalu panjang.

"Mas mau bahas apa? Kayanya serius banget" ucap Murni dengan nada lembut, dalam hati Sagara rindu suara ini. Sudah hampir beberapa hari ini Murni hanya bicara seadanya. Tapi Sagara segera menepis hal itu, sebenarnya ada apa dengan perasaannya?

"Saya mau tanya, apa kamu masih mikirin hal yang terjadi beberapa waktu lalu?"

Senyum itu surut dan Sagara menyadarinya.

"Aa--aku gak mikirin itu lagi kok mas, lagian inikan kewajiban aku sebagai istri melayani kamu baik secara lahir maupun batin" Murni mencoba untuk bersuara normal walau nyatanya dia sangat gugup dan bingung.

"Saya cuma ngerasa kamu hindari atau itu cuma perasaan aku aja?"

Sagara langsung bertanya pada poin utama, ia bisa melihat kegelisahan di mata indah Murni sebelum kembali bersuara.

"Huft, saya benar-benar minta maaf atas apa yang terjadi malam itu. Murni saya hanya ingin kamu memaafkan saya dengan jujur dan tidak merasa canggung pada saya. Saya tau ini sulit untuk kamu tapi kalau kita gini terus bisa-bisa pembantu yang lain curiga dan mengadukan pada ibu saya"

Murni menatap mata Sagara dan melihat wajah gusar itu, apa hanya karna Murni menjadi lebih pendiam lelaki itu jadi segusar ini? Entah mengapa Murni merasa ada sedikit harapan.

"Saya cuma takut ibu saya mengetahui bagaimana rumah tangga kita yang sebenarnya lalu merecoki kehidupan rumah tangga kita. Saya gak mau ada gangguan lagi dari ibu saya, cukup dia mengatur pernikahan ini saja tidak dengan mencampuri hal lain lagi"

Ternyata harapan itu memang tidak seharusnya ada, Murni sadar bahwa sampai kapanpun Sagara tidak akan pernah melihat kearahnya.

"Aku cuma masih merasa canggung aja mas, maaf kalau sikap ku malah ngebuat suasana jadi gak nyaman" Murni menjawab namun wajahnya menunduk terlalu sesak jika harus menatap wajah Sagara. Nyatanya ia memang harus mengubur perasaannya pada Sagara.

"Saya harap sikap kamu kembali normal agar tidak menimbulkan curiga, kamu bisa kan?"

Murni mengangguk, hening memerangkap mereka beberapa saat sampai suara Murni memecahkan keheningan itu.

"Mas, apa pernah sekali aja kamu mikirin gimana perasaan aku?" Murni memberanikan diri menatap wajah Sagara, lelaki itu agak terkejut dengan pertanyaan Murni barusan.

"Murni kamu tau kan bahwa pernikahan ini gak akan pernah ada cinta, jangan berharap lebih"

"Bukan soal itu mas, aku cuma nanya pernah gak kamu mikirin perasaan aku sebelum kamu bertindak atau berbicara?"

Sagara menatap wajah itu yang berubah sendu, ada sedikit rasa aneh di hatinya saat melihat bagaimana mata itu menatap lesu.

Sagara menghembuskan nafas kasar,

"Saya mikirin perasaan kamu, itu sebabnya kita bicara. Supaya kamu gak perlu canggung sama saya dan bersikap normal"

"Apa mas tau, sejak kejadian malam itu aku selalu ngerasa diri aku kotor karna begitu kasarnya kamu melakukan hal itu. Kamu cuma mikirin ketakutan kamu sama kekasih terlarang kamu itu"

"MURNI!!!" Sagara menggebrak meja, ia tersulut emosi begitu Murni menyebut Kevin sebagai kekasih terlarang nya. Walau itu kenyataan tapi Sagara tidak suka Murni sembarangan bicara.

"Kenapa mas?! Apa yang salah dari ucapan aku? Aku benerkan kamu hanya mikirin perasaan lelaki belok itu, sadar mas hubungan kalian itu salah" Murni mulai mengeluarkan air mata, ia sungguh merasa sesak.

"Sampai kapan mas begini? Sampai akhir hidup mas? Mas mau hidup dan mati mas berada dalam kubangan dosa?" Lanjut Murni dengan nada ketus, ia mengalihkan pandang begitu raut wajah Sagara terlihat semakin mengeras.

"Diam kamu, tau apa kamu tentang saya hah??! Lebih baik kamu urus diri kamu sendiri dan satu lagi jangan sampai ada orang yang tau tentang kita yang sudah melakukan hubungan badan, bahkan mamah saya sekalipun"

"Sa--sagara" panggilan dengan suara bergetar itu membuat kedua orang yang saling beradu argumen itu mengalihkan perhatian mereka.

"Kevin" gumam Sagara lirih. Sial kenapa Kevin datang di saat yang tidak tepat? Apa dia sudah mendengar semuanya?

Sagara mendekat dan menatap wajah lesu Kevin, mata itu Sagara lihat berkaca-kaca. Ia jadi bingung memilih melanjutkan pembicaraan dengan Murni atau menarik Kevin menuju kamarnya untuk berbicara hal yang sebenarnya terjadi. Sagara ada di posisi serba salah.

Tapi pada akhirnya lelaki itu menarik Kevin dan meninggalkan Murni dengan segala rasa sakitnya.

*****

"Bisa kamu jelasin apa maksud ucapan kamu tadi beb?" Kevin langsung menghujami Sagara dengan pertanyaan begitu mereka sampai di kamar Sagara. Tak lupa mengunci pintu.

"Aku bisa jelasin, aku--"

"Kenapa bisa Sagara?? Kamu selalu menolak sentuhan aku yang sudah berlebihan karna kamu mau kita punya status yang sah dulu sebelum bersentuhan lebih jauh tapi apa ini?? Kenapa perempuan itu yang malah menikmati tubuh kamu daripada aku! Kenapa kamu mengingkari janji?!" Kevin wajah itu menunjukkan raut kecewa.

"Kev , aku melakukan itu secara gak sadar. Hari itu aku pergi ke tempat ibu, dia ngasih aku minuman yang ternyata udah di campur dengan obat perangsang. Aku ngerasa hampir mati kalo aku gak lampiasin dan hanya ada Murni yang bisa bantu aku Kev. Aku bicara jujur, kamu harus percaya"

Sagara memegang kedua pundak Kevin dan mencoba meyakinkannya. Kevin menghembuskan nafas kasar, ia baru sampai dari penerbangan harusnya ia pulang seminggu lagi namun karna rasa rindu yang sudah membuncah pada Sagara. Kevin memutuskan pulang lebih awal dan meninggalkan sekretaris nya seorang diri. Dia hanya ingin cepat melihat Sagara.

"Aku minta maaf kalau kamu kecewa sama fakta ini tapi saat itu aku gak punya pilihan kev" ucap Sagara lirih, Kevin masih bungkam ia menengadahkan wajah untuk menghalau air mata yang merengsek ingin keluar dari kelopak matanya.

"Aku gak tau Sagara harus gimana, aku kecewa sama fakta ini. Untuk sekarang lebih baik kita gak perlu ketemu dulu, aku butuh waktu untuk nenangin diri" Ucapan itu membuat Sagara menggeleng kuat.

"Engga kev, maafin aku. Ini bakal jadi yang terakhir hanya kamu yang boleh sentuh aku seterusnya"

"Engga Sagara, aku rasa kita harus pisah sementara waktu. Aku harap kamu mengerti"

Kevin mulai melangkah sedang Sagara sangat ingin mengejar Kevin, namun kakinya malah seperti sulit di gerakan. Dia juga takut menjadi pusat perhatian dari para pekerja dirumahnya. Pada akhirnya Sagara hanya bisa melihat mobil Kevin yang perlahan menjauh dari rumahnya.

Mendadak ia merasa sangat marah hingga tangannya mengepal dan buku jarinya memutih sangking kencangnya kepalan itu, Sagara memukul tembok di sebelahnya dan darah mengalir dari luka dibekas pukulannya. Tapi Sagara bahkan tidak merasakan sakit, hatinya seolah menjadi beku dan ia mengingat Murni.

'gara-gara perempuan miskin itu, semua ini terjadi. Awas kamu murni' Gumam Sagara, ia melangkah menuju ruang baca.

Sagara melihat Murni terduduk di bawah jendela di ruangan baca itu, Sagara tau gadis itu menangis terlihat dari bahunya yang naik turun. Namun karna emosi memengaruhi nya, Sagara dengan tega menarik rambut Murni kencang sampai perempuan itu berdiri dengan tegak. Murni merintih kesakitan dan mencoba melepaskan tangan Sagara dari rambutnya.

"Mas sakit" lirih Murni, tapi tidak dipedulikan Sagara.

MY PERFECT WIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang