Part 27

2.2K 69 2
                                    

Murni menatap Sagara dengan mata membola, apakah saat ini dia sedang bermimpi mendengar lelaki ini berkata seperti itu?

"Mas, kamu serius?"

Dengan cepat Sagara mengangguk membuat senyum Murni tercetak lebar, wanita itu memegang erat tangan Sagara.

"Pasti aku mau mas, aku mau bantu kamu jadi normal lagi. Asal kamu fokus sama niat kamu, aku yakin kamu bisa kembali normal."

Sagara ikut tersenyum, semoga saja ini keputusan yang tepat, apalagi sebentar lagi dia akan memiliki seorang anak. Untuk Kevin biarlah dia akan berbicara pelan-pelan jika lelaki itu suatu saat kembali.

"Terima kasih, Murni." Sagara mengelus kepala Murni, "oh ya, baby apa kabar nih dalam perut ibu? Baik-baik aja kan?" Sagara berujar sambil mengelus perut Murni yang sudah agak buncit.

"Pasti baik dong Ayah." Murni menyahut dengan suara yang dibuat seperti anak kecil, lalu kekehan keduanya terdengar. Hari ini Sagara merasakan hal yang sudah lama tidak dia rasakan, yaitu perasaan lega dan... Bebas.

"Kamu kapan cek kandungan?"

"Masih lama mas, aku cek kandungan tiap awal bulan, udah buat jadwal sama dokternya." Sagara mengangguk lalu membawa Murni kepelukannya.

Entahlah Sagara merasa nyaman memeluk wanita mungil ini, rasanya seperti sudah menemukan tempat yang selama ini selalu dia cari.

"Mas," Sagara hanya membalas dengan gumaman, namun perkataan Murni selanjutnya mampu membuat kenyamanan Sagara sirna dan raut lelaki itu berubah datar.

"Kamu mandi dulu gih mas, badan kamu agak bau kecut dikit, hehe."

Si penghancur suasana romantis, itulah Murni.

*****

"Kita jadi mas kerumah ibu?"

Minggu pagi, Sagara sedang merebahkan diri di sofa panjang sambil memainkan ponselnya di gazebo rumah. Hari ini adalah waktunya Sagara bersantai setelah beberapa hari menghabiskan waktu dengan bekerja, walau sudah lama dia tidak merasakan liburan yang sesungguhnya seperti ini. Bersantai sambil menunggu seseorang datang memberinya cemilan untuk menemani waktu santainya.

Dan hal seperti ini yang dulu pernah dia bayangkan, jika saja dulu dia tidak batal menikah. Oke, kita skip saja bagian ini. Karna Sagara sangat malas untuk mengingatnya.

"Jadi kok, tapi nanti ya agak sorean. Lagian ibu cuma ngundang makan malam biasa aja kok."

Wanita itu hanya memberi anggukan dan duduk di kursi yang tak jauh dari Sagara. Murni menyenderkan tubuhnya dan menatap langit yang pagi itu terlihat sangat cerah, bahkan langitnya pun berwarna biru.

Murni menyunggingkan senyum, hal ini adalah yang dia impikan sejak dulu. Bisa duduk bersama Sagara dan menikmati waktu berdua tanpa ada yang mengganggu. Siapa yang tau bahwa hal yang dulu Murni anggap hanya akan menjadi khayalan, sekarang terwujud.

Hanya ada dia dan Sagara. Suaminya.

"Kenapa kamu senyum-senyum gitu? Mikir jorok ya."

Sontak saja senyum Murni luntur dan memukul kaki Sagara yang berada di dekatnya, lelaki itu hanya terkekeh melihat wajah merah istrinya. Menyebut kata istri masih agak canggung untuk Sagara sebenarnya, tapi dia mencoba untuk terbiasa.

"Sembarangan ihh kamu tuh, aku cuma lagi seneng aja. Akhirnya aku punya waktu berdua sama kamu, tadinya aku pikir kita bakalan selalu asing." Murni menoleh pada Sagara dengan senyuman manisnya yang entah mengapa malah membuat Sagara merasa bersalah.

"Ehh jangan pasang wajah begitu dong, aku cuma lagi bersyukur karna Tuhan kabulin keinginan kecil aku ini." Lanjut Murni begitu melihat perubahan pada wajah Sagara, dia hanya tidak ingin lelaki itu salah sangka atas ucapannya.

"Maafin aku yang dulu ya, sekarang aku usahain untuk selalu ada disamping kamu. Hanya ada kamu dan aku." Ucap Sagara bersungguh-sungguh.

Sagara bangkit dari posisinya lalu mengambil tangan Murni menyuruhnya duduk disebelahnya. Lelaki itu menatap wajah teduh istrinya yang entah sejak kapan selalu membuat Sagara merasa beruntung memilikinya.

"Aku seneng karna tau kamu nerima anak ini, tadinya aku mau nyembunyiin kehamilan ini dari kamu. Karna aku takut kamu gak terima sama kehadirannya."

Sagara menghela nafas dan mengeratkan genggaman tangan besarnya ditangan Murni, memang benar dulu Sagara berniat ingin membunuh bayinya sendiri, darah dagingnya. Tapi bukan tanpa alasan pikiran itu muncul.

Sagara hanya berpikir bahwa dia akan menjadi ayah yang buruk untuk anaknya, dia tidak normal. Ada begitu banyak masalah dan trauma yang Sagara sendiri sangat sulit untuk atasi, dia hanya takut anaknya membenci Sagara karna kekurangannya.

Tapi itu dulu, sekarang pikiran itu telah berganti menjadi kasih sayang dan ketidaksabaran dalam penantiannya menunggu anak dalam kandungan Murni lahir. Dia berjanji bahwa ia akan menjadi Ayah yang baik dan selalu ada untuk anaknya, dia tidak akan membiarkan anaknya merasakan apa yang dulu pernah Sagara rasakan.

Akan dia beri limpahan kasih sayang dan cinta untuk anaknya dan juga Murni tentu saja.

"Dulu aku memang gak siap dan mungkin gak akan pernah siap menjadi seorang ayah karna kekurangan yang aku punya, tapi setelah dia hadir ada perasaan bahagia dan ingin memiliki yang gak bisa aku jelaskan. Yang pasti sekarang aku sangat menantikan anak ini, aku akan kasih dia banyak cinta dan kasih sayang. Aku pastiin dia gak akan kekurangan hal itu."

Sagara menatap mata teduh Murni, mengecup tangan mungil itu dan membawa Murni kedalam dekapannya. Lain Sagara lain pula Murni, wanita itu memikirkan beberapa hal didalam kepalanya.

Tentang kandungannya yang bermasalah, Murni berdoa kepada Tuhan semoga saja selama kehamilannya dan melahirkan nanti semua hal dilancarkan. Ada banyak orang yang berharap pada anak dalam kandungan nya ini dan karna anak ini pula Sagara ingin kembali normal dan membangun keluarga yang sempurna.

Semoga saja Tuhan masih mau memberi Murni kesempatan untuk bertahan walau sebentar saja, dia hanya ingin menikmati momen tanpa takut akan hal lain.

'Tuhan, semoga semuanya baik-baik saja' batin wanita itu sambil memohon dengan penuh pengharapan. 

******

"Nah ini dia yang ditunggu-tunggu, akhirnya datang juga." Ujar Astelia begitu melihat anak dan menantunya datang.

Murni dan Sagara tiba pada pukul 6 sore, tadi mereka terjebak macet beberapa menit karna adanya kecelakaan dijalan yang biasa mereka lewati untuk kerumah orang tua Sagara. Untunglah mereka bisa datang tepat sebelum pukul 7.

"Bu, pah, gimana keadaannya, sehat?" Sapa Murni begitu melihat kedua mertuanya menyambut mereka di pintu utama.

"Kami baik nak, kamu sama cucu ibu gimana? baik-baik juga kan?" Tanya Astelia sambil memeluk menantunya dengan sayang.

"Kami baik juga kok bu" Senyum Murni mengembang begitu pelukan mereka terlepas, pandangan Astelia mengarah pada Sagara yang hanya diam. Sadar akan raut wajah mertuanya, Murni memberi kode pada Sagara dengan menyikut lengan suaminya pelan. Sagara yang tersadar, langsung menyalami ibu dan papah tirinya, Dirga.

"Bu, pah" hanya kalimat itu yang mampu Sagara ucap sebagai sapaan basa basi untuk ibu dan ayah tirinya, lelaki itu memang tidak pandai dalam hal sapa menyapa. Mungkin juga karna Sagara terlalu canggung berinteraksi dengan keduanya, Murni memaklumi hal itu.

Maka dari itu dia menggenggam tangan Sagara yang terasa dingin, genggaman itu disambut erat oleh Sagara. Ternyata lelaki itu memang butuh tangan Murni sebagai penguat atas rasa canggungnya pada dua orang didepannya ini.

"Ayo masuk, ibu udah masak banyak untuk kalian. Oh iya makan malam kali ini hanya ada kita berempat aja, ibu cuma mau habiskan waktu sama anak dan menantu ibu."

*****

MY PERFECT WIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang