Raka masih berada di Malang. Hari ini, ia hanya akan menghadiri acara berkumpul yang terbilang santai. Pun yang hadir hanya beberapa orang, para calon penerus perusahaan. Mereka biasa menyebutnya after party. Namun, bukan pesta yang seperti biasanya. Mereka hanya akan meminum kopi dan menyantap beberapa dessert.
"Nanti malem nggak boleh minum kopi dulu kata dokter. Di inget, Ka. Jangan cuma didengerin doang" ujar Brian. Ia sedang merapikan beberapa barang yang berserakan. Belum sempat dirapikan oleh Raka.
"Bri, istirahat dulu. Nggak apa - apa berantakan. Lo dari kemaren kerja terus" ujarnya parau. Ia baru saja bangun dari tidurnya. Sengaja tak Brian bangunkan karena ia tau, Raka membutuhkan istirahat lebih.
"Gue udah istirahat cukup, thank you udah care sama gue Ka"
"Hm. Gue boleh lanjut tidur? Nggak ada schedule lain kan hari ini? Selain nanti malem?"
"Boleh, tidur aja. Nanti text sama pakaiannya gue siapin agak sorean. Biar lo bisa review sedikit. Yang dibahas pasti nggak jauh beda sama hasil rapat kemarin. Paling lo diminta pendapat, kayak biasanya. Pesan tuan besar, lo cukup bilang lo setuju sama hasil rapat kemarin. Selebihnya improve kayak biasa aja."
"Hngg" Raka hanya menggumam kecil. Ucapan Brian pun hanya terdengar samar - samar olehnya.
"Dasar, bayi" gumam Brian. Ia kembali melanjutkan kegiatannya. Sesekali mengecek ponselnya, takut takut sang tuan besar memanggilnya atau menanyakan kondisi anaknya. Beliau sangat amat peduli terhadap kondisi anaknya, selalu memperhatikan kesehatan dan segala jenis kegiatan yang akan dilakukan oleh anaknya. Jika terlalu padat, maka ia akan mengurangi beberapa tanpa sepengetahuan Raka. Cukup dia dan Brian saja yang tau, katanya. Beliau hanya tidak terbiasa menunjukkan rasa sayangnya pada sang anak secara gamblang.
.
"Abaaang bantuin gue" Vale mengetuk pintu kamar Vano beberapa kali. Vano yang tengah tidur siang pun terbangun. Bergegas menuju pintu kamarnya. Ia terkejut ketika mendapati adanya beberapa goresan di dahi, juga lutut sang adik
"Lo abis darimana? Ini kenapa?"
"Mau masuk dulu, duduk. Lututnya sakit ini"
Vano menuntun adiknya duduk di tepi kasur. Meneliti sekali lagi tubuh sang adik. Rupanya, luka goresnya cukup banyak di beberapa titik. Sang adik mengenakan celana dan kaos pendek, membuat luka lukanya cukup terlihat jelas.
"Abis ngide apa?"
"Belajar motor" ujar adiknya
"Val, lo kan-"
"I know.." ia cemberut. "Gue tau ayah gak kasih izin, tapi gue pengen belajar. Pengen bisa bawa motor kayak lo sama Varo" cicitnya
"Pake motor siapa?"
"Hehe Rafli"
"Mampus dah, bakalan ngoceh terus itu anak. Dia udah tau?" Vale hanya menggeleng kecil. Vano menepuk dahinya, habis sudah uang jajannya minggu ini untuk ganti rugi
"Gantinya pake uang gue aja.. Jangan punya lo" ujar Vale seakan tau apa yang sedang Vano pikirkan.
"Yaudah, pake duit lo ya. Nanti kalo kurang duit buat beli kue jangan minta gue" ucapnya jahil
"Ya gue minta ayah lah?"
"Lah, jatahnya kan udah dikasih ke gue semua? Nggak ada minta uang tambahan kata ayah, kecuali keperluan urgent sama kampus"
"Ya kan ini urgent?"
"Terus, nanti alesan lo apa? Duitnya mau dipake apa? Mau jujur sama ayah abis jatoh dari motor?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kostan Abu - Abu
Fiksi PenggemarAnother story if trio kembar a.k.a Vano, Vale dan Varo tinggal di sebuah kost kostan bersama empat teman mereka- Tristan, Rafli, Raka dan Hari