"Maaf banget kalian jadi khawatirin gue. Sampe pada hold tugas buat nungguin gue" ucap Raka pelan. Semua sudah berkumpul di ruang tamu, termasuk Brian yang bersikukuh ingin mengantarnya sampai kostan dan memastikannya istirahat dengan baik.
"Nggak apa - apa, jangan bilang maaf gitu ya Ka. Istirahat aja yuk, gue anter ke kamar" ucap Vano. Raka mengangguk, ia berjalan pelan menaiki tangga diikuti oleh Vano di belakangnya.
"Jadi, kenapa Bri?" tanya Tristan langsung
"Gue nggak bisa jelasin semuanya tapi dia nggak se tenang dan se cuek yang kalian bayangin. Dia terlalu banyak mendem sesuatu, even ke gue pas awal - awal kenal. Padahal gue PA nya dia, orang yang bareng terus sama dia hampir 20 jam sehari. Tapi, dia baru bisa honest beberapa tahun ini. Tolong, jagain Raka pas dia disini" mohon Brian. Anak - anak yang lain tak bisa berkata apapun. Hanya terdiam, masing - masing larut dalam pikirannya.
"Lo bisa andelin kita, Bri. Tenang aja" ucap Rafli menenangkan. Sebetulnya, meskipun satu angkatan ia memanglah yang tertua. Lahir di awal tahun. Maka, ia seperti punya tanggung jawab lebih dalam menjaga teman - temannya. Brian mengangguk, kemudian pamit.
Di kamarnya, Raka tak banyak bicara. Hanya diam menurut apapun yang dikatakan Vano. Mengganti pakaian dengan yang lebih hangat, menaikkan suhu pendingin ruangan, dan memakai selimut.
"Ka, kalau terlalu berat.. Share sama kita, ya? Dibagi sedikit bebannya sama kita, siapapun orangnya. Senyamannya lo. Gue bakal bersyukur banget kalo lo mau berbagi, ya?" Ucap Vano lembut.
"Van, gue abis liat papa sama wanita lain.." Tak Vano sangka, Raka akan berkata jujur secepat ini.
"Gue nggak mau ada yang gantiin mama.. Mama terlalu berharga buat gue. Gue juga nggak mau ditinggal papa"
"Sorry, tapi mama lo emang kemana?"
"Pisah sama papa, nggak tahan sama egoisnya papa. Kita cuma bisa bilang iya sama dia, nggak ada jawaban yang lain. Gue juga curiga, sebenernya mama nggak pengen gue ada. Dia cuma nggak bisa nolak papa"
"Ka.. Nggak boleh gitu lho" Vano mengusap bahu Raka lembut. Berusaha memberikan ketenangan.
"Kenyataannya gitu, Van. Setelah pisah, mama bahkan gak cariin gue. Apalagi nanyain kabar gue. Gue ditinggal gitu aja" Vano tak sanggup mendengar lebih, ia mendekat dan memeluk Raka. Sambil mengucapkan kalimat - kalimat penenang. Dugaan Tristan benar ternyata.
"Udah ya, Ka. Istirahat biar besok mendingan, oke? Gue temenin deh sampe lo ngorok" Ucapan itu membuat Raka terkekeh kecil. Ia membetulkan posisi tidurnya, mengikuti saran Vano. Vano bilang ia akan menonton salah satu video yang berisi materi kuliahnya, dan ia diminta untuk menontonnya juga, supaya cepat terlelap.
Esok harinya, ia dibangunkan oleh Vale. Berkata bahwa di bawah sudah ada Brian, membawa banyak sekali sarapan. Entah berapa porsi yang dia pesan. Menunya pun beragam. Satu meja makan penuh tertata makanan. Raka dan Vale kemudian turun, bergabung dengan yang lain. Brian melambaikan tangannya, sambil tersenyum kecil pada Raka.
"Banyak banget, Bri" ucapnya sambil duduk di kursi makan di samping Brian
"Sengaja, biar satu kost bisa makan gratis"
"Tau aja lo duit gue abis dikuras. Makasih, Bri" ucap Vano
"Nanti gue ganti deh, di ungkit mulu heran" timpal Vale. Ia tau, abangnya ini masih membahas perihal service motor Rafli kemarin
"Eh iya ya, motor lo lagi rusak. Udah bener sekarang?" tanya Raka
"Udah, noh di parkiran. Cepet juga itu bengkel, mantep banget"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kostan Abu - Abu
FanfictionAnother story if trio kembar a.k.a Vano, Vale dan Varo tinggal di sebuah kost kostan bersama empat teman mereka- Tristan, Rafli, Raka dan Hari