Cerita Vale

551 50 1
                                    

Seperti biasa, pagi hari selalu saja ada keributan. Kali ini bukan berasal dari Tristan, namun dari Rafli yang lupa menyimpan kunci motornya. Seluruh penghuni kost kelimpungan, mencari keberadaan barang penting itu. Cukup lama mencari, akhirnya Hari menemukannya di dalam kantong hoodie yang tergantung di kamar Rafli.

"Nih ada di saku hoodie lo yang warna abu - abu itu, yang panjang sebelah. Potongan nggak karuan begitu lo beli" ujarnya sambil memberikan kunci tersebut pada Rafli, setengah melemparnya.

"Sembarangan lo! Itu namanya fashion, gaya. Lo mana ngerti" ucapnya. "Eh tunggu dulu, anjir baru inget" ia menampilkan ekspresi terkejut.

"Kenapa? Apa lagi yang ilang? Lo mau gue ilangin sekalian? Hah?!" Hari kesal tentu saja. Pagi hari yang damai karena ia masuk kelas siang, harus terganggu karena ulah salah satu temannya.

"Itu hoodie si Vale anjir, gue lupa balikin. Vale ngampus kan ya, Var?" tanya nya pada Varo, orang yang paling dekat dengan posisinya berdiri

"Nggak, kata ayah dia izin dulu. Mau check up"

"Hah?!" Reaksi semua orang -kecuali Vano, nampak terkejut.

"Kenapa harus check up? Emang dia kenapa?" tanya Tristan

"Udah guys, nanti gue jelasin. Yuk berangkat, keburu telat. Gue nebeng lo ya Raf, nggak bawa mobil dulu gue hari ini" ucap Vano

"Yaudah deh, yok Tris" ajak Rafli.

Ketiga calon dokter itu pun pergi dari kostan. Menyisakan Varo, Hari dan Raka disana. Mereka hanya duduk santai di ruang tamu, sambil meminum teh hangat dan juga keripik kentang sisa kemarin malam.

"Vale kenapa Var? Makin drop?"

"Nggak, ayah mau make sure aja dia nggak kenapa napa"

"Kemaren gue liat dia beneran lemes banget. Gue kaget, belom pernah liat dia sampe kayak gitu soalnya selama tinggal disini" ucap Raka

"Jangankan elo, gue aja baru kemaren liat dia kayak gitu. On his lowest condition. Lemes banget, nggak tega gue" imbuh Hari

"Gue sebenernya nggak mau bilang ini, dia pasti ngambek kalo tau gue ember ke kalian." Varo menghela nafas kasar, kemudian melanjutkan kalimatnya, "Vale itu sakit guys, dia agak kurang sehat"

"Maksudnya? Tunggu, jadi kemaren bukan sakit biasa?" tanya Raka penasaran. Varo mengangguk.

"Angina, sakit jantung. Darahnya kurang lancar masuk ke jantung. Lo bisa tanya detailnya sama Vano. Dia lebih ngerti dari gue. Udah lama sih sebenernya, cuma jarang banget kambuh. Soalnya semuanya under control. Nggak tau kenapa kemaren dia lagi ngeyel aja. Ayah udah bilang, kalo dia harus diet junk food. Eh malah order"

"Jadi dia sakit karena itu?" tanya Hari

"Iya. Makanya kemaren pas di kamar dia bilang sakit dada, gue langsung balik dari kampus. Padahal gue lagi latihan intens itu. Cuma gue yang available buat langsung balik. Vano lagi di lab, ada ujian. Nggak mungkin tiba - tiba keluar gitu aja"

"That's why lo panik banget kemaren. Make sense. Gue awalnya heran, kenapa lo se panik itu pas bilang Vale sakit dadanya. Gue pikir ya sakit biasa, you know. Kecapean or something like that. Tapi muka ini anak bener - bener gak enak diliat, sepet" ucap Raka

"Anjing haha. Tapi emang bener, rasanya jantung gue melorot dah"

"Terus sekarang dia lagi check up?" Hari menambahkan

"Yoi. Paling sekarang lagi manyun - manyun, paling bete dia kalo udah disuruh check up. Hapal banget gue"

"Mudah - mudahan hasilnya bagus, dia bisa masuk kelas lagi. Balik lagi kesini" ucap Raka

"Besok masuk kelas kok, ada ujian juga dia. Cuma hari ini aja skip, nanti deh gue telpon sorean. Bilang kalian lagi kangen"

"Dasar lo, numbalin kita - kita. Padahal lo kan yang pengen tau hasilnya? Gengsi nggak bikin lo kaya Var" ucap Hari

"Lah? Gue udah kaya??"

"Malu nyet sama orang kaya beneran noh, ya pak?" ucapnya pada Raka

"Nggak jelas kalian" Raka cuek saja, kembali bermain ponsel. Sedangkan kedua temannya itu tertawa kencang.

.

"Hasilnya bagus, dok. Sumbatannya nggak bertambah. Rajin minum obat sama dijaga saja makanannya" ucap dr Seo, seniornya di bidang yang sama yaitu spesialis jantung.

"Syukurlah, saya udah was - was dok. Dua hari lalu anaknya ngeluh sakit dada soalnya"

"Nggak apa - apa. Masih dalam batas aman. Ingat pesan saya saja, ya nak Vale?" Ucapnya pada Vale yang hanya diam tertunduk. Vale mengangkat kepalanya, menatap wajah sang lawan bicara sebelum mengangguk dan mengucap terima kasih.

Di dalam mobil pun tetap sama. Vale hanya diam. Menyandarkan tubuhnya pada jok mobil. Pandangannya ia arahkan ke luar jendela. Entah melihat apa. Namun sepertinya pemandangan di luar sana lebih menarik daripada bercengkrama dengan ayahnya yang tergolong cukup sibuk itu.

"Kakak mau beli jus? Atau kue?"

"Mau ke kostan aja, yah.." ucapnya tanpa melirik sang ayah

"Oke, abis ini kita ke rumah dulu terus nanti ayah anter ke kostan, oke?"

"Hm"

"Mau beli sesuatu dulu? Buat temen - temen kakak?"

"Ikut ayah aja"

"Nak.."

"Ayah, aku lagi pengen istirahat. Bangunin kalo udah sampe ya" Ia menyamankan posisinya, sedikit meringkuk ke arah kiri. Ia rekatkan pula jaket yang ia kenakan. Ayah menepikan sebentar mobilnya, menjangkau jok belakang untuk mengambil boneka merah berbentuk hati agar bisa dipeluk Vale. Kebiasaannya sejak kecil, tidur memeluk sesuatu atau seseorang.

"Tata nya mau dipeluk nih" goda sang ayah. Vale membuka matanya, melirik sang ayah dan meraih boneka itu kemudian memeluknya. Menyamankan kembali posisinya, dan berusaha untuk tidur.

.

Kedatangan Vale kembali ke kostan disambut dengan hangat, terutama oleh Rafli. Ketika ia melihat presensi Vale disana, ia langsung bangkit dan memeluknya. Mengabaikan ayah dan bunda Vale yang berdiri di belakang. Mereka membawa sekantong buah dan juga beberapa cemilan ringan yang tentunya disambut dengan teriakan heboh dari para penghuni kost.

"Bunda tinggal dulu ya, kalian semua baik - baik disini" ujar bunda pada ketiga anaknya. Kemudian ayah menambahkan,

"Ayah besok ada pertemuan direksi di cabang Solo, kalau senggang temani bunda ya. Call or video call would help a lot." Ketiganya mengangguk. Gemas sekali, batin sang ayah.

Setelah mobil orang tua si kembar pergi, mereka kembali duduk berkumpul di ruang tamu. Syukurnya, tak ada yang menanyakan kondisi ataupun hasil check up Vale. Semuanya berjalan seperti biasa. Vale sangat berterima kasih untuk itu.

"Buka dong ini anggurnya, ih menggoda banget" ujar Tristan

"Stop, jangan dulu dibuka" ucap Rafli. Ia berlari ke kamarnya, dan kembali dengan satu kotak tisu basah yang kemudian ia berikan pada Tristan

"Apaan?"

"Jaga - jaga. Lo kalo makan apapun suka belepotan. Gue nggak mau banyak semut, apalagi bagian bersih - bersih. Sedia payung sebelum hujan"

Semuanya tertawa akan ucapan Rafli yang terkesan cepat itu. Baru kali ini, ia mengomel dengan suara seperti itu. Dan Tristan, hanya menggaruk tengkuknya, kikuk.

Kostan Abu - AbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang