Pertengkaran

397 42 5
                                    

Kini Raka sudah sehat kembali dan sedang menginap di kostan. Papanya pun sedang ada urusan pekerjaan ke luar negeri. Jadi ia bisa sedikit bernafas lega, bisa melakukan apapun yang ia sukai tanpa campur tangan papa untuk sementara waktu ini.

"Makan apa ya Ka kira - kira siang ini?" Tanya Vale pada Raka. Mereka berdua sedang duduk di teras parkiran setelah sebelumnya memberi makan kucing kecil milik ibu kost.

"Nggak tau, lo maunya apa?"

"Ayam geprek sounds good"

"Pedes. Katanya lo nggak sanggup makan yang pedes"

"Ya kan dipisah? Nanti gue pinggirin aja cabe - cabenya"

"Gue bilang Vano dulu" Baru saja ia hendak mengeluarkan ponsel dari saku celananya, tangannya dicekal oleh Vale.

"Ngapain?"

"Nelpon abang lo lah? Ngapain lagi?"

"Dia lagi ada praktek ke RS, nggak boleh di ganggu."

"Yaudah tunggu dia balik berarti"

"Ya nggak gitu??? Kan gue nanti kelaperan"

"Gue nggak mau lagi lo cheating kayak waktu itu ya. No way!"

"Lo nyebelin, sama aja kayak semuanya" Ucap Vale pelan. Ia menekuk kakinya, menumpukan dagunya pada lutut dan membuat pola - pola abstrak di lantai dengan telunjuknya.

"Nggak gitu Val.." Ujar Raka lembut

"Nggak enak ya Ka, jadi kita. Lo nggak bebas kemana - mana karena papa. Gue nggak bebas kemana - mana juga karena ayah. Terus kita bisa bebasnya kapan?"

"Val.."

"Ka.. Kalo lo dikasih kesempatan buat ngulang semua hidup lo, bakalan milih jadi Raka atau nggak?"

"Gue tetep bakal milih jadi Raka. No matter what. Hidup tiap orang udah ada baik buruknya, Val. Mungkin keluarga gue nggak sempurna, tapi hal itu mempertemukan gue sama manusia - manusia sempurna kayak kalian sama Brian. Dewasanya Tristan, konyolnya Rafli, hebohnya Hari, perhatiannya Vano, loyalnya Varo, termasuk lucunya lo" Raka menghela nafas pelan. Kemudian melanjutkan ucapannya, "Gue juga nggak bakalan ketemu sama Brian yang baik banget sama gue. Ibu nya, bahkan adek - adek sama bapaknya dia baik juga sama gue. Nganggap gue kayak anak mereka, bagian dari keluarga mereka"

"Brian itu, baik banget ya Ka.."

"Banget. Dia orang yang selalu ada buat gue, even papa sama mama gue pun nggak kayak dia. Kadang gue kasian, dia selalu bilang gue prioritasnya dia. Kapan dia cari bahagianya sendiri kalo gitu? Bahkan gue udah pernah tanya kapan dia bakalan resign dan punya keluarga kecil sendiri, lo tau jawabannya apa?"

"Apaa?" Tanya Vale antusias

"Dia nyuruh gue ngumpulin modal sebanyak - banyaknya dulu buat back up semua tagihan nikahan dia haha. Nggak mau nikahan biasa, mau yang mewah"

Maksud hati ingin menghibur Vale dengan ceritanya, tak diduga Vale justru menangis kecil disana.

"Loh? Kenapa lo?"

"Brian b-baik banget.. Gue jadi mau ngucapin makasih sama dia udah bikin lo nyaman selama belum ketemu kita - kita" ucapnya tersedu

Raka tersenyum. Kemudian ia merangkul Vale sambil berucap, "Sekarang gue yang bilang makasih ke kalian, makasih udah milih nemenin gue. Jadi bagian dari hidup gue"

Tak lama, Varo datang sambil menenteng tas olahraganya. Melihat kakak dan temannya saling merangkul dengan perasaan haru, ia pun heran.

"Ngapain?"

Kostan Abu - AbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang