Perpecahan

468 50 8
                                    

"Abang.. Kita harus bantuin Raka. Please banget gue mohon. Kemarin dia kasian dibentak kayak gitu sama nenek lampir" ujar Vale.

"Lo sehat dulu deh kak, tengok coba itu tangan kanan lo. Masih ada infusnya anjir"

"Diem, gue ngomong sama Vano. Bukan sama anak bawel kayak lo"

"Kan, baru kemaren gue tremor liat lo collaps begitu. Sekarang kelakuan lo udah balik ke setelan pabrik lagi, alias nyebelin"

"Dek, kalian ini ya. Nanti kita bantuin Raka, tapi lo harus sehat dulu. Syaratnya itu"

"Lama dong?"

"Ya nggak lah? Emang lo mau lama - lama nginep disini?" tanya Vano

"Ya nggak sih hehe"

"Ya makanya. Lagian kita juga harus banyak nanya Brian buat tau kejadiannya kayak gimana."

"Tapi bang, gue curiga deh. Jangan - jangan emang itu cewek yang nampar Raka beneran pacar papanya. Apa ya panggilannya, sugar baby?"

"Tau - tauan banget lo tentang begituan? Abang liat tuh kelakuan adek bungsunya, liar banget"

"Liar apanya sih? Gue biasa aja loh? I'm mature enough. Gapapa kali sesekali ngomongin yang begitu?"

"Nggak boleh nuduh sembarangan dek. Siapa tau dia cuma mau manas - manasin Raka aja biar dia benci sama papanya"

"Ya elo juga nuduh itu bang, gimana sih?!" ujar Vale sambil merotasikan bola matanya malas. Ternyata, abangnya pun sama saja.

.

"Gimana si Vale? Udah sehat dia?" tanya Tristan ketika mereka semua —kecuali Vale tentunya, berkumpul di meja makan. Hari —yang baru selesai menghadiri pernikahan saudaranya pun, langsung bergegas kembali ke kost setelah mendengar kabar buruk tersebut.

"Mendingan sih, kemarin ayah bilang collaps kali ini emang agak lumayan. Jadi yaa gitu deh, bed rest nya harus agak lama" jawab Vano

"Ini salah gue. Harusnya gue nggak nyamperin perempuan itu. Pasti Vale sekarang lagi ngumpul sama kita"

"Don't blaming yourself, Ka. Bukan salah lo, serius deh. Mungkin adek gue emang lagi down aja imunnya. Udah yaa, lagian dia udah baikan kok"

"Tapi kan itu dipicu sama ulah gue, Van. Awalnya dari gue"

"Ka, Vale nggak akan suka lo nyalahin diri sendiri kayak gitu"

"Gue bukan temen yang baik buat dia. Harusnya dia nggak temenan sama gue"

"Raka!! Jaga ya mulut lo!!" Tiba - tiba saja Vano berteriak. Semua pun merasa kaget. Tak pernah Vano semarah ini, bahkan selama Varo menjadi adiknya pun ia tak pernah melihat Vano yang sebegini emosinya.

"Apa?! Emang bener salah gue kan?"

"Gue gak suka ya lo nyalahin diri lo kayak gitu!"

"Gue pergi dulu"

Tak berucap apapun lagi, Raka bergegas pergi ke kamarnya. Mengambil jaket jeans dan kunci mobil, kemudian pergi dari sana.  Mereka semua terdiam. Tak ada lagi yang berbicara setelah perdebatan hebat pertama mereka itu. Ponsel Varo kemudian berdering, menampilkan nama Vale di layar. Varo menghela nafas, mencoba meredakan perasaan tegang yang baru saja ia rasakan.

"Tegang amat lo? Nahan berak?"

Ingin rasanya menghajar kakak keduanya itu dengan kepalan tangannya sekencang mungkin. Jika ia tau permasalahan yang baru saja ia dan anak kost lain hadapi, ia tentu tak akan berani untuk mengucapkan jokes semacam itu.

Kostan Abu - AbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang