Bukannya pelukan hangat yang ia terima, melainkan sebuah tamparan keras tepat ketika dirinya menginjakkan kaki di rumah mewahnya ini. Lengkap dengan ucapan tegas sang papa yang menyebutnya tak tau sopan santun, yang mana itu akan merusak reputasi gemilang sang papa.
"Sekali lagi kamu seperti itu sama rekan kerja papa, papa gak segan - segan kirim kamu ke London"
Kemudian papa berlalu, meninggalkan Raka yang masih diam tertunduk. Brian menghampiri, menariknya dalam pelukan kecil.
"Yuk istirahat, mau gue order-in kopi?"
"Mau, mau yang large Bri"
"Oke, gue pesenin. Lo mending langsung ke kamar aja. Gue disini dulu sampe kurirnya dateng. Nanti nyusul sambil kasihin kopinya"
Dan kemudian Raka berlalu. Berjalan gontai menuju kamar dengan dominasi warna hitam miliknya. Ia merebahkan dirinya dengan kasar. Sial sekali ia hari ini, pikirnya. Saking lelahnya, ia sampai tertidur. Kopi yang ia pesanpun, hanya tersimpan di nakas kamarnya.
Ketika bertemu dengan teman - temannya di kampus pun, ia tak banyak bicara. Vano menyadari pipi Raka sedikit membiru. Tak terlihat jelas memang, namun ia sebagai anak kedokteran tentu bisa melihat hal tersebut. Pasti papanya lagi, benaknya. Namun, ia tak banyak bertanya. Raka pasti akan memberitaunya jika ia ingin. Ia hanya akan mengawasi Raka dari jauh, dan menemaninya ketika butuh.
"Sialan banget kelas gue di cancel" gerutu Vale
"Emangnya lo doang, kan gue juga. Si paling mengeluh emang lo" timpal Hari
"Emangnya Bu Wati kemana? Tumbenan amat absen?" tanya Rafli penasaran
"Kagak tau. Di info cuma dikasih jadwal pengganti aja, mana malem lagi. Gue kan mau online kalo malem" ucap Vale
"Sadar, kak. Udah kuliah bukannya stop maen game malah makin menjadi. Gue aduin ayah tau rasa lo"
"Ya makanya lo jangan cepu"
"Ni bocah berdua heran da gue mah. Berantem mulu perasaan. Lo apa nggak pusing Van? Sabar banget lo" ujar Rafli
"Ya mau gimana. Gue cuma bisa terima nasib" dan mereka semua tertawa akan jawaban dari Vano, termasuk Raka yang tersenyum tipis. Vano sedikit melirik ke arah temannya itu, bersyukur candaannya bisa membuat Raka sedikit bahagia. Ketika sedang memakan wafle-nya, ponsel Raka berdering.
"Kenapa Bri? Kelas gue masih lama. Jangan jemput sekarang"
"Ka, tuan besar.."
"Kenapa? Cewek lagi?"
"Tuan besar masuk rumah sakit. Mobil beliau ditabrak dari belakang dua jam yang lalu. Gue lagi di RS, bentar lagi gue jemput lo. Siap siap"
"Bri, lo jangan ngaco"
"Tunggu gue di depan gerbang, Ka" ucap Brian final. Yang lain pun memandang Raka dengan cemas sebab ekspresi mukanya kontan berubah.
"Ka, kenapa?" tanya Vano, yang duduk persis di sampingnya sambil menepuk pundaknya pelan
"Papa.." ucapnya lirih "Papa masuk rumah sakit. Mobilnya ditabrak orang.."
"Hah?! Serius lo?!" tanya Hari, dan Raka mengangguk
"Brian mau kesini jemput, gue harus cabut. Sorry" ucapnya panik
"Nggak usah minta maaf. Brian bakal jemput di gerbang kan? Ayo gue anter" Vano dengan sigap berdiri, membantu Raka berdiri dan juga membantu membawakannya tas. Mereka bergegas menuju gerbang, menunggu Brian datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kostan Abu - Abu
FanfictionAnother story if trio kembar a.k.a Vano, Vale dan Varo tinggal di sebuah kost kostan bersama empat teman mereka- Tristan, Rafli, Raka dan Hari