Awal Mula

493 39 2
                                    

Selain disibukkan dengan kegiatan akademik, mereka pun terkadang disibukkan dengan kegiatan kemahasiswaan. Tristan yang paling sibuk tentu saja. Dengan statusnya sebagai mahasiswa kedokteran dan jabatannya sebagai ketua BEM kesibukannya dua kali lebih banyak dibanding teman teman yang lain. Seperti saat ini contohnya, ia terlambat untuk menghadiri kelas pagi mata kuliah wajib yaitu anatomi. Tak sempat mandi, ia hanya memakai parfum di beberapa titik tubuhnya.

"Woi siapa ini yang pake parfum? Eneg banget gue lagi makan coy" teriak Hari. Ia beserta Varo dan Raka sedang sarapan bersama

"Sorry sorry, gue telat kelas. Ri, pinjem motor lo dong. Gue udah telat"

"Motor gue dipinjem Rafli tadi, kan motor dia dirusak si Vale" ia sedikit mengeraskan suaranya, sengaja supaya terdengar oleh Vale yang pintu kamarnya sudah terbuka. Ia yakin, sebentar lagi Vale akan bergabung dengannya di meja makan.

"Kan udah gue service Hariii"

"Tetep aja rusak dodol"

"Gue anter aja, Tris. Bentar gue ambil dulu kuncinya di kamar" ia segera bergegas naik tangga

"Hayo lo, ngerepotin anak sultan. Nanti ongkos anternya lebih mahal dari UKT lo" ujar Varo

"Wtf, dia yang mau kok?! Jangan gitu lo anjir"

"Nyenyenye, makan nugget tiap hari lo Tris" tambah Hari

"Sumpah kalian kagak ada iba - iba nya sama gue. Ini gue 20 menit lagi masuk tapi lo malah bikin rusuh"

Belum sempat ia mengeluarkan semua rasa kesalnya, Raka menarik tas gendongnya menuju arah parkiran

"Dadah dokteeer" ujar Varo dan Hari bersamaan seraya melambaikan tangan, tak lupa dengan cengiran mengejek yang dibalas acungan jari tengah oleh Tristan.

"Ada calon dokter telat begitu, gue jadi pasien dia auto ngamuk - ngamuk dah"

"Namanya juga anak ambis, Ri. Dia pasti banyak project. Makanya tidurnya suka larut, telat dah tuh"

"Ih sarapan gue mana?" tanya Vale yang baru bergabung ke meja makan

"Ya bikin sendiri, lagian lo telat banget bangunnya. Noh abang lo malahan udah ngampus" ujar Varo

"Adek, bikinin gue sarapan ayoo" Vale merayu adiknya, menarik narik lengan sang adik agar beranjak dari duduknya, dan membuatkannya sarapan

"Nggak ah, bikin aja sendiri"

"Nggak bisa bikinnya, ayo cepetan"

"Sumpah ya masa harus dibikinin? Lo beneran nggak bisa? Bikin toast doang padahal ini?" Vale hanya mengangguk, bibirnya sedikit manyun. Tanpa berucap apa - apa lagi, ia berdiri. Vale mendorongnya agar ia berjalan menuju dapur. Ketika sang adik menyiapkan bahan - bahan, ia berucap

"Bisa apa lo tanpa gue, kak"

"Hmm, nggak tau. Gue gak mau bayangin. Pasti kesulitan" ujarnya seraya menyandarkan dagunya pada pundak sang adik.

.

Tristan dan Raka sampai di kampus, sepertinya kelas baru saja dimulai. Tak apa, ia masih bersyukur.

"Ka, thanks banget mau anterin gue ngampus" ujarnya sambil merapikan barang bawaannya

"Santai, fighting buat kelas lo" Raka mengepalkan tangannya, memberikan semangat pada Tristan.

"Will do"

Tristan tersenyum dan bergegas keluar dari mobil Raka. Sepeninggalnya Tristan, ia hendak memutar arah. Suara denting ponsel mengalihkan fokusnya. Brian mengirim sebuah foto. Yang membuat alisnya berkerut, itu foto sang papa. Di sampingnya ada seorang perempuan, menggandeng tangannya cukup mesra. Brian berkata, ia tak seharusnya mengirimkan foto itu. Namun, ia tak bisa menyembunyikannya dari Raka. Berkali - kali ia ucapkan maaf pada Raka, apabila ia telah lancang dalam mencampuri urusan keluarganya. Namun, Raka malah mengucap terima kasih padanya dan memberi kabar kalau ia akan izin tak masuk kelas. Beralibi tak enak badan, masih jet lag sisa kemarin sepulang dari Malang.

Kepergian Raka yang tak kunjung kembali membuat teman - teman kostnya heran. Mereka mencoba menghubunginya, namun tak kunjung mendapat jawaban.

"Ini orang kemana sih? Kampus kan nggak jauh, bukan area rawan macet juga. Kemana ya dia?" Monolog Hari

"Iya, abang juga bilang bentar lagi kelar kelas. Lah ini anak yang anterin Tristan belom balik juga. Ada hubungin lo nggak, kak?"

"Nggak, biasanya dia ngabarin salah satu dari kita kan. Ke gue nggak ada, gue kira ngirim ke salah satu dari kalian"

"Gue juga nggak ada, makanya gue heran" ujar Hari. Benar saja, tak lama Tristan dan Vano serta Rafli pulang. Ekspresi kebingungan dari tiga temannya membuat mereka bertanya,

"Kenapa nih? Kalian kenapa?" tanya Rafli

"Si Raka belom balik, dari tadi nganterin Tristan pas pagi" jawab Hari

"Lah? Tadi langsung pulang kok. Gue sempet liat mobilnya langsung pergi nggak lama gue masuk gerbang"

"Ya makanya gue heran. Di telpon juga nggak bisa"

"Ada yang save nomer Brian nggak?" tanya Tristan, semua menggeleng. Kebodohan yang baru mereka sadari, mereka belum menyimpan nomor Brian. Biasanya, mereka pasti menyimpan satu nomor orang terdekat dari setiap anak kost. Bagai sadar sedang dibicarakan, Brian datang dengan muka yang panik.

"Ada Raka nggak ya?"

"Kita juga lagi bingung, dia nggak ada di kostan sama di kampus" jawab Rafli

"Aduh gawat" ia langsung mengotak atik ponselnya. Bergegas keluar dari ruang tamu, tak tau hendak kemana.

"Susulin aja apa ya? Gue khawatir ini" ujar Vano

"Jangan semua, dua orang aja. Biar nanti jaga - jaga kalo dia balik ke kostan nggak sendirian" usul Tristan. Akhirnya, Vale dan Varo yang pergi menyusul Brian.

"Hati - hati dek, jangan meleng" Keduanya mengangguk. Bergegas keluar menuju parkiran. Lama menunggu, mereka masih saja berkumpul di ruang tamu. Belum ada yang beranjak meskipun masing - masing dari mereka mempunyai tugas kampus. Prioritas mereka adalah Raka. Mereka masih menunggu kabar dari Vale dan Varo.

Ponsel Vano menyala, tampil satu pesan dari Vale yang mengatakan Raka sudah ada bersama mereka. Ia tak menjelaskan apapun lagi, hanya mengirimkan teks itu beserta satu foto yang menunjukkan Brian sedang memeluk Raka.

"Tar dulu, Raka kenapa ini sampe dipeluk begini?" tanya Hari

"Van.. Raf.. Kalian mikirin apa yang gue pikirin nggak?" Kedua temannya itu mengangguk, sedangkan Hari kebingungan. Tak mengerti apapun.

"Apa nih? Dia kenapa?"

"Gue nggak mau self diagnose, tapi ada kemungkinan anxiety. Nanti kita tanya Brian pas dia sampe sini"

"Hah? Anak se tenang dia? Serius lo?"

"Kita cuma menduga, belum pasti juga. Tapi liat dari tangannya Raka yang meluk erat Brian ada kemungkinan condong ke arah sana Ri" ujar Rafli menjelaskan

"God, gue nggak nyangka.."

"Mereka lagi otw pulang, kita pesen makan aja yuk. Biar suasana nya cair"

"Laper bilang aja Raf, kagak usah alibi cairin suasana" timpal Hari

"Ya abis gimana, balik kelas biasanya gue makan. Ini gue belom ada nafsu makan sebelum tuh anak ketemu" Mereka pada akhirnya setuju untuk memesan makanan, sambil menunggu kepulangan ketiga temannya itu.

Kostan Abu - AbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang