Coming Back

364 52 1
                                    

"Jadi, lo kemana aja?" Vano langsung bertanya pada inti dari permasalahan. Jujur saja, sejak bertemu kembali dengan Raka rasa penasarannya kian memuncak. Yang membuatnya mengajak Raka melipir sejenak ke taman belakang.

"Gue ke Semarang. Nggak tau kenapa hal pertama yang gue inget ya mama. Padahal disana juga gue nggak tau mau kemana. Alamat mama pun nggak ada"

"Terus? Lo ketemu sama mama?"

"Ketemu, by accident. Mungkin udah waktunya juga gue tau semuanya. Tuhan sayang sama gue, makanya gue dikasih kesempatan buat ketemu mama di rumah sakit"

"Loh? Kok disana?"

"Gue ketemu sama anak kecil, singkatnya itu anak lagi jalan ke RS mau nemenin adiknya. Jalan berdua sama ibunya. Ketemu sama gue, ngobrol dikit dikit. Gue ngeliat anak itu kayak gue liat si Varo haha makanya gue inisiatif anterin dia sama ibunya ke RS"

"Varo? Adek gue?"

"Varo yang gue kenal cuma satu" Raka mengerlingkan matanya malas, sedangkan Vano terkekeh kecil setelahnya.

"Tapi beneran mirip banget deh. Gak tau mungkin gue lagi kangen dia aja kali ya jadinya keinget. Terus lo tau? Sikap adeknya yang sakit itu juga mirip Vale. Kacau banget dah gue kayak kena pelet adek adek lo Van. Pas pulangnya, di lobi gue kayak liat seseorang. Nggak yakin juga sebenernya, soalnya udah lama banget nggak liat mama. Tapi gue nekat, coba panggil dan samperin beliau"

"Terus beneran mama lo?"

"Hm. Dia juga kaget banget pas ngeliat gue. Kita ngobrol singkat di kantin. Beneran singkat. Padahal udah lama ya dia nggak ketemu sama gue. Tapi nggak ada tuh dia peluk gue"

"Mungkin beliau juga masih mencerna semuanya, Ka. Nggak nyangka"

"Iya. Dari situ, ya gue aja yang ngomong. Beraniin diri buat bilang gue kangen banget sama mama. Sampe gue tulis nomer hape gue, mungkin aja nanti berubah pikiran terus telpon gue. Tapi sejauh ini belom sih. Nggak tau nggak akan kali ya?" Raka tertawa getir

"Kita nggak tau apa yang terjadi, Ka. Jangan dulu nethink"

"Iyaa, sayang. Makasih pengertiannya"

"Stress anjir. Jauh jauh lo" Vano mendorong Raka yang tertawa geli agar menjauh. Ngeri, katanya.

"Lagian lo pengertian banget. Kalo cewek dah gue pacarin"

"Ogah anying. Untung cowok"

"Terus itu dua adek lo sempet berantem ya?"

"Gara - gara elo itu" Raka semakin tertawa dibuatnya.

"Dih serius loh gue?! Sampe capek ngadepin dua bokem itu"

"Iya iyaa maaf ya. Gue apply aja apa ya jadi kakak Varo sama Vale? Lumayan kan ngurangin beban tanggung jawab lo. Tapi gue maunya jadi adek lo, nggak mau kakak"

"Nambah beban gue kalo kayak gitu!"

.

Hari ini Vale mulai masuk kuliah seperti biasa. Entah kebetulan atau apa, jam kuliahnya berdekatan dengan Varo. Ia terus saja merayu adik kecilnya itu untuk memboncengnya menggunakan motor.

"Gak mau ah. Nanti dimarahin ayah perkara bawa lo motoran"

"Ih kan gue yang mau ini, lo bebas dari amukan ayah"

"Gak, pokoknya dianter Pak Rudi aja."

"Please.. Gue mau motoran. Nanti sekalian belajar sama lo. Katanya kalo pengen belajar bisa minta bantuan lo"

"Ya nanti aja di kost, kalo gue ada waktu senggang. Ini kan keburu buru mau ngampus"

"Ya jangan mepet anjir berangkatnya. Gimana sih lo? Gitu aja bingung"

"Pokoknya nggak. Gue gak mau"

"Batu lo"

"Elo juga sama. Nebeng abang aja sana, dia nggak akan bawa mobil tuh katanya"

"Tapi kan abang kelas pagii. Kelamaan nunggunya nanti"

"Ya ke kost lah nyet. Si Raka juga disana tuh. Katanya lo mau jadi adeknya. Sono tempelin dah"

"Kenapa lo? Cemburu kah gue deket - deket sama Raka? Hah?! Haha"

"Kagak ya, gak jelas lo"

"Utututu cayang" Vale mencubit kedua pipi Varo

"Lepas anjir, geli gue" Dibalas tawa kecil oleh Vale.

Namun pada akhirnya, Varo tetap mengikuti kemauan Vale karena ia tak tahan akan rengekan kakaknya. Bunda juga mewanti - wanti agar mereka berhati - hati. Terlebih anak tengahnya itu baru saja sehat.

Malam harinya mereka semua berkumpul di meja makan dengan formasi lengkap. Mereka senang karena sekarang Raka dan Vale sudah kembali bergabung.

"Sepi euy kemaren mah gak ada bocah kecil ini" Ucap Rafli

"Siapa yang lo sebut kecil?" Tristan langsung menolehkan kepalanya pada Rafli

"Noh si Vale. Tukang ngerusuh kan dia. Ada dia ribut, gak ada dia kalut"

"Anjay haha. Merindukan gue ternyata lo. Maaf ya kawan - kawanku sayang, sekarang aku sudah sehat dan bugar. Siap untuk menemani hari - hari suram kalian di kost ini hehehe"

"Jangan over dek, inget kata ayah" Vano mengingatkan. Raut wajah Vale langsung ditekuk, lesu.

"Mulaaai.. Mulaaai.. Drama mulu kak. Kagak cape apa lo?"

Tak lama, datang Brian beserta satu orang di belakangnya. Membawa beberapa jinjingan di kanan dan kirinya. Menurut Raka, ini adalah perayaan kecil atas kesembuhan Vale. Banyak makanan yang tersedia disana, dilengkapi dengan berbagai jenis minuman. Semua makan dengan lahap, termasuk Vale yang meskipun makanannya berbeda dengan yang lain. Masih masa pemulihan kata bunda. Namun ia tetap senang, dan berharap kebersamaan dengan sahabatnya ini akan terus ada. Selamanya.

Cr on pict

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cr on pict.

Kostan Abu - AbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang