Sepertinya ide untuk berlibur bersama merupakan suatu hal yang baik. Bak membawa angin segar bagi mereka ditengah hiruk pikuk dunia perkuliahan. Sejak mereka menginjakkan kaki di Bali, semuanya antusias. Termasuk Raka yang biasanya hanya duduk tenang, kini ikut bersama trio kembar untuk bermain air dan berlarian di tepi pantai. Rafli, Hari dan Tristan sedang menyiapkan makanan, dan menggelar alas berupa tikar plastik yang sengaja mereka sewa sebelumnya.
Lelah bermain, ke empat sahabat baik itu berjalan menghampiri Tristan, Raka dan Rafli. Satu persatu mulai membuka box makanan dan juga botol minuman. Mereka makan dengan lahap, sambil sesekali bercerita. Cerita dari Varo banyak mengundang tawa, karena anak itu memang beberapa kali mengalami hal yang tak masuk akal. Terkunci di dalam kamar mandi, misalnya.
"Atuh da, dia ngide banget ngumpet di kamar mandi. Emang nggak takut? Padahal masih kecil ya, ada aja tingkahnya teh" ujar Rafli
"Kagak. Di otak gue pokoknya gue harus menang. Makanya pas abang lari ke atas buat ngumpet di kamar, nah gue ya langsung ngibrit ke kamar mandi bawah. Nggak nyangka juga bakal kekunci. Apes banget. Itu kalo nggak ada Pak Rudi, abis deh gue. Mana dingin banget kan lagi hujan"
"Kalian tau, ayah sampe mendadak pulang duluan dari kantor gara - gara ini bocah. Padahal masih ada meeting. Keliatan kan sekarang, yang tengil itu dia bukan gue" ujar Vale
"Halah, kalian berdua sama aja. Inget nggak bunda pernah marah sama kalian berdua gara - gara main handuk?" tanya sang kakak, Vano
"Handuk gimana maksudnya?" Raka penasaran
"Ya itu. Kita mau pada mandi barengan, di kolam balon yang kecil gitu. Udah di siapin sama Mbak Ani, makanya gue jalan ke luar. Lah ini anak berdua malah kejar - kejaran, sambil muter - muterin itu handuk. Ala - ala helikopter katanya. Nggak ngerti deh gue"
"Terus?"
"Ya udah, kena bingkai foto yang digantung gitu di dinding. Foto mereka berdua pula yang kena. Pecah lah tuh, ngamuk - ngamuk bunda soalnya itu bingkai dapet PO dari temen lamanya di Aussie"
"Bingkai doang? Dari Aussie??" Hari terkejut, heran. Se kaya apa teman - temannya ini sampai bingkai foto saja harus impor dari negeri kangguru tersebut.
"Ya namanya juga ibu - ibu, mana temen lama pula. Ada ukiran khusus katanya, nggak tau lah gak ngerti gue"
"Terus ayah lo gimana? Marah juga"
"Ya jelas. Orang istrinya sampe nangis - nangis gitu, anaknya bandel pula. Ya meskipun nggak sengaja ya kesannya, tapi tetep aja ini anak berdua nggak mau diem"
"Sabar banget lo jadi abang dua bokem ini" ujar Tristan
"Bokem apaan?" tanya Raka
"Bocil kematian, alias tengil kagak ketulung" jawab Vano.
Mereka tertawa terbahak - bahak. Membayangkan Vale dan Vano yang dimarahi habis - habisan oleh bundanya perkara handuk. Memang ada - ada saja tingkah mereka ketika masih kanak - kanak. Kemudian senja mulai terlihat, menampilkan cahaya cantiknya pada ketujuh laki - laki ini. Mereka semua takjub, memandangi ciptaan Tuhan yang sungguh indah. Jarang sekali mereka temui hal - hal seperti ini.
Malam hari, Vale dan Vano memutuskan untuk berjalan - jalan berdua. Tadinya, Vale ingin keluar sendiri. Namun, Vano tak mengizinkan. Ia tentu tak setega itu membiarkan salah satu adiknya pergi sendirian pada malam hari. Setelah berjalan cukup jauh, mereka duduk bersampingan di sebuah batang kayu yang cukup besar. Duduk sambil memeluk lutut, menghadap pantai. Merasakan semilir angin malam yang cukup menusuk.
Mereka tak membicarakan apapun, hanya terdiam. Mungkin jika dihitung, sudah setengah jam mereka berdiam disana tanpa melakukan apapun. Hingga, Vano mengajak adiknya itu untuk pulang.
"Mau minta fotoin dulu, sekali aja"
"Yaudah, mana sini hape nya"
Vale kemudian memberikan ponselnya kepada Vano. Dengan cepat ia membuka kamera dan mengarahkannya pada Vale. Mengambil asal, seperti yang Vale instruksikan. Dilihat dari sudut manapun dan cara berfoto bagaimanapun pasti hasilnya bagus, ucap Vale dengan yakin.
Sampai di penginapan, Vano dan Vale melihat teman - temannya sedang menyiapkan makanan entah untuk yang ke berapa kali. Saking seringnya mereka makan. Padahal mereka baru menginjakkan kakinya di pulau dewata ini satu hari.
"Ini perasaan gue aja atau emang kita - kita ini pada seneng makan sekarang?" ujar Varo
"Sama. Berasa enak banget makan disini. Beda suasananya kali ya" jawab Hari
"Thank you Ka.. Raf.. Udah mau masakin buat kita - kita" Tristan bersungguh - sungguh dengan kalimatnya barusan. Tak tau apa jadinya jika kedua orang ini tak ada. Sejujurnya, ia sedikit kaget. Seorang anak konglomerat seperti Raka, yang hidupnya serba 'tersedia' ternyata memiliki banyak skill yang tak ia miliki. Salah satunya memasak. Terlihat dari caranya menggunakan peralatan dapur, tak ada rasa canggung sama sekali. Begitupun dengan Rafli. Mereka seolah sudah terlatih memasak sejak lama.
"Gue kadang iseng aja masak di dapur. Tapi jarang gue makan. Biasanya, gue minta tolong ke Brian atau ke maid yang lain buat bantu habisin. Sekalian mereka kasih review gimana masakan gue. Paling sekali dua kali lah gue makan hasil masakan gue sendiri. Selebihnya, ya gue makan masakan yang ada aja" jawab Raka
"Tapi gue salut banget loh sama lo, Ka. Maksudnya, kalo gue jadi lo ogah banget gue nyentuh dapur" timpal Hari
"Ya itu sebabnya lo nggak jadi dia, congkak yang ada ntar" ujar Varo yang disambut dengan tawa renyah dari yang lainnya. Raka memandangi satu persatu teman - temannya. Hari ini, momen ini, akan selalu ia ingat baik - baik dalam memorinya. Ia sangat bersyukur untuk hari - harinya saat ini yang dipenuhi dengan kehangatan dan kasih sayang. Jika ia tak mendapatkannya secara nyata di rumah, maka ia bisa mendapatkannya disini. Bersama mereka, orang - orang terbaik yang dikirim Tuhan untuknya.
Rasa harunya buyar ketika Vano memanggilnya. Tak sadar, ia telah melamun selama itu.
"Kenapa, Ka?"
"Nggak. Gue lagi ngelamun aja barusan. Sorry"
"Ada masalah ya?" tanya Vale, dibalas gelengan kecil oleh Raka
"Gue cuma lagi bersyukur, bisa ketemu sama kalian di waktu yang tepat. Waktu dimana gue bener - bener butuh orang lain biar gue tetep survive. Makasih ya, udah mau jadi temen gue"
Vale langsung beranjak dari duduknya. Ia memeluk Raka dengan erat, diikuti yang lainnya.
"Lo nggak akan pernah sendirian lagi, Ka. Bakalan selalu ada kita disini" ucap Vale pada Raka. Dan Raka mengangguk, meyakinkan dirinya sendiri bahwa kenyataan yang ada di depannya ini benar - benar jawaban atas semua doanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kostan Abu - Abu
FanfictionAnother story if trio kembar a.k.a Vano, Vale dan Varo tinggal di sebuah kost kostan bersama empat teman mereka- Tristan, Rafli, Raka dan Hari