Sebuah Pesan

434 46 4
                                    

Sampai di penginapan, Raka terus saja meracau. Mengatakan bahwa tak ada yang menyayanginya lagi di dunia ini, ia sudah lelah hidup sendirian, ia ingin bertemu mama, dan banyak lagi. Semuanya tentang keluarga, yang mana hal itu membuat Vano semakin iba.

"Ka, tidur ayo. Udah malem nih" ucap Vano, yang saat ini mendapat giliran untuk menjaga Raka di kamarnya. Raka sempat muntah - muntah, dan mengeluhkan pusing. Efek alkoholnya masih ada.

"Van, ayo kita pergi ke Korea Selatan" ucapnya dengan nada pelan

"Mau apa lo kesana?" Vano sedikit tertawa dengan ajakan temannya itu

"Muka lo ganteng, gue mau jadiin idol hehe"

"Gue gak bisa ngapa - ngapain, nyanyi gak bisa. Dance apalagi"

"Hmm" Raka menggeleng. "Gapapa. Nanti gue bayar agensinya, lo bisa masuk sana. Dan jeng jeeeng lo jadi artiis yeay" ucap Raka sambil mengangkat kedua lengannya

Raka dengan mode tipsy begini sangat lucu, pikirnya. Ia tertawa terbahak - bahak. Sempat ia juga merekam aksi temannya itu yang meracau kesana kemari. Vano, si anak baik itu terus saja meladeni perkataan tak masuk akal dari sahabatnya. Sampai tak lama, Raka tertidur. Vano merapikan selimut yang Raka pakai, kemudian meninggalkan kamar Raka.

Sampai di luar, ia teringat sang adik sulung secara tiba - tiba. Maka, ia langkahkan kakinya menuju kamar Vale. Disana, terdapat Varo yang sedang mengelus surainya lembut. Sedangkan Vale tertidur.

"Loh, dek? Ada disini?"

"Iya.. Kakak kambuh lagi, bang" ujar Varo

"Hah? Kapan?"

"Tadi, pas begitu lo masuk ke kamarnya Raka. Kayaknya ini anak udah nahan dari lama deh. Tristan bilang emang pas otw ke club juga mukanya udah pucet. Mana gue nggak ngeh lagi. Tau gitu, gue seret balik ini bocah"

"Ya ampun, Vale.." ia bergegas menghampiri. Berlutut di dekat tempat tidurnya. Memegang tangan Vale yang tak tertutup selimut. Dingin banget.

"Udah diminum obatnya?" tanya Vano pada Varo

"Udah katanya. Dia bilang pas begitu sampe sini langsung minum obatnya"

"Hhh.. Pikiran gue kacau banget ini dek" Vano mengusak rambutnya kasar. Kemudian menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"Udah, dia gak akan kenapa napa kok. Lo harus tenang bang. Btw, Raka gimana?"

"Udah tidur. Dia ngelantur aneh - aneh, segala mau ngajakin gue ke Korea lah biar jadi idol"

"Haha beneran?" Vano mengangguk.

"Katanya muka gue ganteng. Gapapa gak bisa nyanyi sama dance, emang agak agak itu bocah"

"Tapi emang muka lo itu ganteng tau bang. Kayaknya emang cocok lo jadi idol. Muka lo juga tipe - tipe cowok innosence gitu. Nggak usah lah jadi dokter, banting stir aja"

"Enak aja tai. Gue udah susah - susah masuk FK, udah gila kali"

"Bun- da..." tiba - tiba Vale berucap lirih dan pelan

Kedua kakak beradik di sampingnya itu langsung menoleh ke arah Vale. Matanya masih terpejam, namun dahinya sedikit berkerut.

"Dek, kenapa? Sakit?" tanya Vano pelan. Ia kembali mengusap tangan sang adik, sedikit menggenggamnya. Terlihat Vale mengangguk.

"Sak-it bunda.."

"Tenang ya.. Gue usap - usap biar nggak sakit lagi" Vano mengusap dada sang adik sulung dengan lembut. Tak lama, Vale kembali tertidur. Membuat Varo, menghela nafasnya kasar.

Kostan Abu - AbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang