34. Book II: Hope Dashed 1.0

95 11 0
                                    


Selamat membaca. Jangan lupa tinggalkan vote dan komentar ^^

oishielmo

━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

"Katakan, apa itu benar?" Noel membuka suara, nadanya datar sambil menatap tajam kepada Walther.

Walther mengembuskan napas nya panjang." Kukira tidak ada gunanya lagi berbohong."

"Berbohong?" Noel mengulang kata terakhir Walther. Napasnya tercekat. Jadi selama ini, pemuda di depannya ini membohonginya? Ternyata ayahnya tidak menjualnya, justru telah dijebak dan dibunuh. Seluruh tubuh Noel gemetar, pikirannya kacau sambil berusaha menepis kemungkinan yang telah terjadi, sebelum dia melihat ayahnya secara langsung dia tidak akan pernah percaya.

"Noel, " panggil Walther mendekati kekasihnya,  satu tangannya berusaha meraih si pemuda. Tanpa terduga, sebuah pukulan keras berhasil dilayangkan tepat di wajah Walther. Pemuda itu terdiam tidak merespons apa yang baru saja terjadi. Namun rasa amis darah dalam mulutnya seketika menyadarkannya begitu saja. Sambil mengelap sudut bibirnya yang mengeluarkan darah, Walther menatap dingin Noel yang ngos-ngosan mengatur napasnya.

Ternyata Noel mempunyai pukulan yang tak bisa dianggap remeh di saat dia sedang marah.

"Kau ..." Dengan detak jantung yang terpacu karena terbawa emosi,  Walther menarik kerah baju Noel dan mengangkat tangannya, bersiap untuk melayangkan pukulan balasan.

Saat itu juga Noel refleks memejamkan matanya. Namun, detik-detik berikutnya dia tidak merasakan apa pun. tangan  Walther yang semula terangkat ke udara sudah jatuh terkulai di sisi tubuhnya ketika Noel membuka mata.

Sudah jelas bahwa Walther saat ini sedang menahan amarahnya tubuhnya bergetar dan giginya menggertak.

"Kenapa? Kenapa kau tidak memukulku, KENAPA?!" Noel berteriak di akhir kalimatnya. Air matanya meluncur begitu saja seperti sebuah bendungan yang hancur.

Air mata itu bagaikan sebuah pedang yang menusuk hatinya, Walther merasakan dadanya sesak ketika melihat air mata Noel jatuh begitu saja. Dia berjanji untuk tidak melukai pemuda yang dicintainya itu, tapi sekarang dia mengingkarinya. Satu kesalahan, berujung satu penyesalan. Entah sudah berapa banyak kesalahan yang telah dia lakukan pada pemuda itu akhirnya dia menerima hukumannya.

"Di mana ayahku?"

"Noel ... "

"Aku ingin bertemu dengannya sekarang juga."

Walther menatap Noel dengan penuh keyakinan dan bertanya," Jika aku mengantarkanmu kepadanya, apakah kau akan memaafkan aku?"

Cukup lama Noel terdiam hanya hingga akhirnya mengangguk dengan kepalanya yang menunduk, tak mampu menatap Walther.

***

Sambil menangis, Noel menggenggam sebuah cincin platina, itu adalah cincin kawin yang biasa dipakai ayahnya dan kartu identitas juga dompet. Tangisnya pecah ketika tiba-tiba rumah sakit tempat ayahnya berada, pria paruh baya itu ternyata sudah meninggal seminggu yang lalu. yang Noel dapati adalah sebuah peti kecil berisikan abu jenazah ayahnya.

Seorang pria berseragam polisi mendekati Noel sambil berkata, "Laboratorium tempat kerja ayahmu terbakar karena ledakan gas propana, semuanya hangus tak tersisa." Polisi itu menepuk bahu Noel, dan melanjutkan perkataannya, "Dari hasil olah TKP yang dilakukan, ayahmu telah melakukan tindakan bunuh diri dengan menyulut gas dengan bensin—"

[BL] Sang Pembunuh Berbisik ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang