32. Book II Friendship Breeds Unrequited Love 2.0

2K 272 24
                                    

Malam itu sekitar pukul 22.41pm setelah mereka pulang dari karaoke. Noel dan Yuri berpisah dengan Randall yang sedang memasukkan kekasihnya Alan yang mabuk ke dalam taksi.

"Ini kesempatan yang besar, cepat katakan padanya," bisik Randall ke telinga Yuri, sebelum memasuki taksi. Mobil itu berjalan meninggalkan Yuri, dan Noel yang sedang bersandar di tiang listrik.

Yuri meminta Noel menunggu, sementara dirinya pergi ke mesin pengecer terdekat. Dia kembali dengan dua gelas kecil kopi dan menyerahkan satu kepada Noel.

"Hati-hati panas!" seru Yuri. Noel menerimanya dengan senang hati. "Kuharap kau tidak bosan dengan kopi, karena kau bekerja di sebuah kafe."

"Terima kasih. Kopi pemberianmu dan kopi yang ada di kafe tempatku bekerja itu berbeda, jadi aku tidak mungkin bosan."

Keduanya menyesap kopi dalam keheningan sambil terus berjalan untuk pulang.

"Apa kau ingat pada seorang anak yang sering kau belikan es krim untuk membuatnya berhenti menangis?" Yuri bertanya, memecahkan keheningan yang sempat mengudara di sekitar mereka.

"Aku takkan pernah bisa melupakan anak itu. Gara-gara anak itu, aku selalu menghabiskan uang jajanku yang seharusnya aku gunakan untuk menabung," Noel berkata sambil memandang kopinya dan terkekeh sama di ujung kalimat.

"Jadi, apa yang harus anak itu lakukan untuk membalas kebaikan seorang anak yang selalu memberikan es krim untuk menghentikan air matanya?"

"Dia bisa memberikan secangkir kopi panas di setiap malam yang dingin seperti ini."

Yuri tertawa sejenak sebelum menjawab, "Tapi kopi tidak semanis es krim."

"Biarpun begitu, kopi bisa menghangatkan, kau hanya perlu menambahkan sesuatu yang sederhana seperti gula, kopinya akan terasa manis."

Keduanya terdiam lagi. Sampai mereka menghabiskan minumannya, dan melanjutkan perjalanan.

"Entah seberapa banyak cangkir kopi yang bisa berikan untuk membalas tiap es krim yang telah menghentikan air mata anak itu, tetap saja takkan sebanding." Suara Yuri menjadi pelan. "Kupikir anak itu tidak pernah meminta imbalan apa pun untuk setiap es krim, tapi nyatanya pemikiranku salah."

Yuri berhenti, kepalanya mendongak sesaat menatap langit. "Selama ini aku terus berusaha untuk menerima orang lain yang menyukaiku, tapi nyatanya aku tidak bisa, begitu banyak hati yang datang mendekat tapi aku tolak." Yuri menatap Noel, "ternyata anak itu sudah mencuri hatiku sebagai imbalan es krimnya, sehingga aku tak bisa menggunakan hatiku lagi untuk membalas perasaan orang lain."

Noel mendengarkan tanpa suara, dia tak mampu mengucapkan sepatah kata ketika Yuri selesai bercerita. Keduanya tenggelam dalam keheningan sekali lagi. Noel menatap sahabatnya dan akhirnya menebak apa yang ada dalam pikiran si pemuda.

"Dia mencurinya begitu saja," sambung Yuri.

"Aku tak menyadarinya," Noel bergumam pada dirinya sendiri, keterkejutan jelas menghiasi wajahnya.

Noel ingat ketika dia berusia delapan tahun, saat itu dia baru saja masuk sekolah dasar yang terletak dekat di panti asuhan. Noel selalu pulang pada pukul tiga sore karena ayahnya selalu menjemputnya lebih lambat dari orang tua murid-murid lain. Noel tidak keberatan dengan itu, karena dia bisa belajar lebih lama di perpustakaan sekolah.

Suatu hari, ketika Noel sedang menunggu sang ayah datang menjemput, samar-samar Noel mendengar suara tangisan seorang bocah. Rasa penasaran lantas membawanya mendekat. Noel sedikit terkejut tatkala mendapati seorang bocah laki-laki yang belum pernah dia temui. Anak itu menangis dengan keras seolah mata itu keran bocor yang gak dapat dihentikan.

[BL] Sang Pembunuh Berbisik ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang