14. Book I: Mengenang Cerita Masa Lalu 1.0

2.3K 294 26
                                    

AN: chapter ini full flashback.

Selamat membaca. Jangan lupa tinggalkan vote dan komentar ^^
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

Juni 1992

Angin laut bersiul menyibakkan surai pirang seorang pemuda yang sedang berlari dengan semangat masa mudanya. Pemuda itu berhenti untuk memandang takjub laut biru. Kedua kaki si pemuda sudah basah sampai lutut oleh air laut, butiran pasir putih bertebaran di sekitar kaki dan celana panjang yang dipakainya.

Seekor burung camar putih menukik rendah di atas permukaan air laut yang membentang luas, bergradasi warna cerah langit dikelilingi awan mengambang di depan.

Pantai Promenade di Yantatny wilayah Kaliningrad sangat memukau, membuat senyum manis tak lepas dari wajahnya. Saat ombak datang menghantam kaki, keseimbangannya sedikit oleng, refleks dia mundur ke belakang dan menabrak sosok pemuda dengan punggungnya.

"Hati-hati! Ombak di sini sedikit besar," ucap pemuda tadi memperingati sembari menahan si empunya bahu yang barusan menabraknya.

"Ini pertama kalinya aku melihat laut, jadi senang sampai lupa diri," tutur Noel, pemuda bersurai pirang, setengah berteriak karena bising embusan angin sedikit mengaburkan suaranya.

Noel pergi dari sisi Walther begitu atensinya melihat sebuah ranting. Sebuah ide terlintas di kepala, dia lantas menggambar sesuatu di pasir.

"Apa yang kau gambar?" tanya Walther penasaran.

Tanpa menatap balik, Noel membalas, "kau bisa lihat nanti,"

Tak butuh waktu lama lukisan di atas pasirnya pun selesai.

Tawa hampir terhempas jika saja Walther tak cepat menutup mulutnya dengan punggung tangan. Beda halnya dengan Noel, dia memandang hasil karyanya dengan bangga. Sketsa dua orang berciuman tergambar jelas di atas pasir. Jika dilihat lebih lama, gambarnya tidak terlalu buruk juga.

"Wah ... aku iri melihatnya," Walther berkomentar pada sketsa dua orang berciuman tersebut.

Mendengarnya, Noel menoleh ke samping, melirik si pemuda yang sedang asik memandangi hasil karyanya. Dan sedetik berselang, Walther tersentak saat merasakan kecupan singkat mendarat tepat di pipi kanannya. Sontak dia menoleh-mendapati Noel yang nyengir menatapnya.

"Kau sudah tidak iri lagi, 'kan?" tanyanya.

Bukannya menjawab, Walther langsung membalas kecupan Noel dengan sebuah ciuman ringan tepat di bibir.

"Sekarang kita impas, 'kan?" sambung Walther melalui senyum penuh kemenangan.

Tertegun sejenak. Tanpa sadar ujung jari Noel menyentuh pelan bibirnya. Dia yakin pasti saat ini wajahnya sudah memerah. Noel mendadak malu sendiri. Maksud hati hendak menggoda Walther, tapi keadaan berbalik seperti boomerang-ialah yang digoda saat ini, walaupun mungkin Walther sama sekali tidak bermaksud untuk menggodanya.

Bagi Noel, ciuman dari pemuda tadi bukanlah ciuman pertamanya, akan tetapi itu adalah ciuman pertama-yang mampu membuat jantungnya berdegup tak keruan.

Mengabaikan keindahan alam, Walther memilih menikmati wajah Noel. Sebelumnya, gumpalan saliva dia telan mengaliri kerongkongan yang mengering.

Noel memutar tubuh sepenuhnya menghadap Walther.

Meraih tangan kanan Noel, Walther sesaat menikmati gelitik embusan napas hangat Noel membelai kulitnya di antara embusan angin laut yang menerpa, mempercepat debaran dalam dada.

"Aku menyukaimu," ucap Walther tiba-tiba.

Noel terkejut, matanya membulat-menatap sepasang iris coklat yang saat ini tengah menatap mata rusanya. Apakah Noel tidak salah dengar dengan apa yang baru saja Walther ucapkan?

[BL] Sang Pembunuh Berbisik ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang