39. Book II: Fight on Ice 1.0

1.9K 278 58
                                    

AN: Chapter ini kembali ke alur cerita awal.

━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

Pertengahan bulan Februari, ketika sang surya menebar jingga di tepi cakrawala. Seorang pria keluar dari mobil yang berhenti di persimpangan jalan daerah pinggiran kota. Di sana terdapat banyak bangunan apartemen tua, gang berkelok-kelok dengan luas jalan sekitar enam meter. Sulit untuk dilalui mobil untuk masuk ke dalam, jadi dia memarkirkan mobilnya tepat di samping sebuah mesin pengecer rokok, tak jauh dari phone both di persimpangan jalan.

Dia masuk ke dalam gang, menuju sebuah rumah tua yang sudah sangat dikenalnya. Hanya berjarak sekitar lima puluh meter dari tempatnya memarkirkan mobil, dia sampai di tempat yang ditujunya. Sepanjang perjalanan, dia teringat akan perkataan seseorang.

"Kau mengalami postraumatic stress disorder," ungkap Gregory, setelah Noel sadar dari pingsan, efek dari obat bius untuk menenangkannya yang histeris.

Noel memandang Gregory khawatir. "Apakah itu buruk?"

"Dilihat dari gejala yang kau tunjukkan kelihatannya lumayan. Potongan-potongan ingatanmu yang telah kembali menjadi penyebab kau mengalami gangguan psikis." Gregory menerangkan tanpa sedikit pun keraguan. Dia melanjutkan, "Seiring berjalannya waktu, memori masa lalumu akan kembali, sampai ingatanmu akan kembali sepenuhnya, maka akan semakin besar gejala itu muncul."

"Jadi apa yang harus aku lakukan?" Penjelasan tersebut jelas membuat Noel ketakutan.

Ingatan Noel di masa lalu begitu berharga untuk mengorek informasi tentang Direktur Zwick & SON. Inc-walau hanya sedikit. Namun, di sisi lain, kembalinya ingatan Noel akan berdampak buruk untuk psikisnya. Trauma masa lalu membuat Noel begitu terguncang.

"Kau akan menjalani terapi, jadi jangan terlalu khawatir! Aku juga akan memberikan obat anti depresi untukmu, tapi aku akan memberi dengan dosis yang terbatas, ketergantungan obat juga tak baik."

Untuk sekarang Noel merasa sedikit bisa lebih tenang, dia bersyukur Gregory bersedia membantu. Karena bersekolah di SMA negeri, Noel tidak mendapat keuntungan untuk mengambil kelas psikologi.

"Gregory, kau pernah sekolah kedokteran?"

"Pernah. Aku melulusi jenjang S1 kedokteran, sebelum akhirnya mengambil fakultas psikolog spesialis kejiwaan."

"Tidak mengherankan kau memberiku obat, karena yang kutahu psikolog cuma bisa diajak konsultasi. Tetapi, kenapa kau tidak menetap menjadi Dokter saja?"

"Kakak wanitaku bilang, aku tidak punya potensi, dia berteriak kepadaku saat nilai semesterku tidak cukup memuaskan baginya. Lagi pula, jika aku jadi Dokter sepertinya mungkin dia akan meneriaki aku setiap hari." Gregory tertawa di akhir kalimatnya.

"Tunggu, kau punya kakak?" Noel terkejut bukan main, bagaimana tidak? Gregory itu tak pernah cerita.

"Kami lahir dari ibu yang sama, tapi beda ayah. Dia, kakakku wanita yang galak, itulah yang kupikirkan selama aku tinggal bersamanya sejak kecil, tapi setelah lulus SMP untuk pertama kalinya aku melihat sifat berbeda darinya. Saat itu awal dia diterima menjadi dokter di sebuah rumah sakit, hal yang tak pernah kulihat dari kakakku, dia tersenyum dengan tulus kepada pasiennya serta memberikan pelayanan yang baik tanpa memandang status, dia bilang jika ingin menjadi dokter maka jangan pernah menghilangkan nyawa orang" terang Gregory panjang lebar, Noel mendengarkan dengan saksama. "Tapi Nate bilang tidak ada salahnya menghilangkan nyawa orang yang tak berguna."

"Andai aku juga punya saudara, pasti menyenangkan."

"Jadi, kau tidak memiliki saudara?"

Berpikir sejenak, Noel menggeleng. "Setahuku tidak."

"Kau belum mengingat semuanya, jadi kau beranggapan seperti itu."

Benarkah seperti itu? Seorang saudara, sesuatu yang aku inginkan sejak dulu tapi aku tidak ingat apa aku pernah memilikinya. Hati Noel bergumam, lalu mulutnya bertanya, "Gregory, bisakah aku meminjam mobilmu?"

"Kau mau ke mana?"

"Ke suatu tempat, aku janji tidak akan lama."

Gregory mendesah, lalu mengambil sesuatu dari dalam saku celananya dan melemparkannya kepada Noel.

"Terima kasih." Noel tersenyum, menangkap kuncinya dan segera pergi.

Gregory, sebenarnya ingatanku sebagian besar sudah kembali, tapi aku tak yakin ingin menyimpan kembali kenangan buruk di masa lalu dalam ingatan ini. Jika aku bisa memilih, aku lebih memilih untuk tidak mengingat kembali semuanya.









Chapter ini telah di-ubpublish

✎﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏

Halo! 😃

Buat kamu yang ingin membaca cerita Sang Pembunuh Berbisik lebih cepat sampai tamat tanpa edit/cut, kini ceritanya telah tersedia dalam bentuk e-book.

⚠️ WARNING 🔞 Cerita ini memuat konten NSFW 21+ yang diperuntukkan pembaca dewasa yang menggemari tema sejenis. HAPPY ENDING.

Format: PDF yang terdiri dari Book I, Book II dan Book II

📱WhatsApp 0831-5955-4466

.

Buat yang sudah memiliki dan membaca ceritanya sampai selesai, dimohon untuk tidak spoiler di kolom komentar.

Atas perhatiannya, kuucapkan terima kasih ^^

oishielmo

[BL] Sang Pembunuh Berbisik ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang