26. Book II: Reminiscing About the Past I.0

2.7K 280 72
                                    

AN: chapter ini full flashback.

Selamat membaca. Jangan lupa tinggalkan vote dan komentar ^^
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━


Menginjak musim dingin awal bulan Desember 1992, sepasang kekasih yang merupakan dua orang pemuda saling memeluk satu sama lain di atas kasur, berdesakan menyalurkan kehangatan tubuh satu sama lain. Deru napas hangat yang teratur saling bersahutan.

"Noel," Walther berbisik.

"Hhhm ...," dibalas dengan cara yang sama.

"Tidak ada, aku hanya ingin mendengar suaramu saja." Walther tersenyum tipis juga manis. Samar pendengarannya menangkap kekehan pelan dari mulut sang kekasih. Walther membuka mata untuk melihat senyum yang merekah di bibir Noel.

Gemas dibuatnya, Walther mengeratkan pelukannya pada tubuh Noel, seolah tak ingin lepas barang hanya sedetik. "Jadi ... ini malam terakhirmu tinggal denganku?"

"Begitulah, sudah tiga hari aku tinggal bersamamu, jadi esok aku tinggal di rumahku. Sesuai perjanjian."

Walther mendesah. "Aku harap kau bisa menambah jadwal tinggal bersamaku satu hari lagi, jadi tepat empat hari, bagaimana?" saran Walther, sesekali menghirup aroma harum dari sabun dan aroma natural kekasihnya.

"Bukankah tiga hari dalam satu minggu itu sudah cukup?"

Walther menggeleng. "Tidak, aku tidak suka angka ganjil."

Noel tertawa. "Kau tidak bisa menjadikan ganjil atau genap sebagai alasan." Menurutnya, alasan Walther itu sungguh konyol. "Kau minta diganti jadi genap?" Noel mencondongkan wajahnya, menatap lekat hingga ujung hidung mereka sempat bersentuhan.

Walther mengangguk.

"Jika begitu, kuubah dari tiga menjadi dua. Nah, tidak ganjil, 'kan?" Noel memberi usulan. Namun, usulannya membuat Walther mengernyit tak suka.

Melihat reaksi kekasihnya itu, Noel sontak tertawa-walau dia tidak tahu di mana letak lucunya. Berbanding terbalik dengan Walther, dia melepaskan pelukan dan bergeser sedikit, cuma sedikit, kira-kira empat sentimeter dari Noel.

"Begini saja, jika kau tidak ingin menambah jadwal tinggal di tempatku menjadi empat hari, paling tidak aku ingin jatah malam kita bertambah di siang hari." Walther bernegosiasi.

Tawa Noel terbungkam oleh negosiasi tersebut. Dia menolak, "Ti-tidak!" Memalingkan muka yang bersemu merah ke samping, membelakangi Walther.

"Kenapa, bukankah kau menikmatinya juga?" Walther menyeringai, satu tangannya kembali memeluk Noel dari belakang. Hanyut dalam perasaan senang karena berhasil menggoda kekasihnya, Walther bertekad untuk tidak akan pernah melepaskan Noel seumur hidupnya.

***

Walther mengantarkan Noel ke rumahnya saat malam, hal itu dikarenakan 'kegiatan' mereka tadi pagi, dilakukan dari kamar mandi sampai berlanjut ke atas ranjang. Mereka masih muda, masa di mana gairah sedang memuncak disertai stamina yang masih prima.

Noel mengamati rumahnya dari balik pintu kaca, seperti seorang pencuri yang tengah mengintai rumah yang sudah menjadi targetnya sejak lama. Senyum simpul terbit di bibir Noel-begitu tidak tampak ada cahaya lampu dari jendela kaca. Itu berarti ayahnya sedang tidak ada di rumah. Sekarang kedua pemuda itu masuk sambil berpegangan tangan dengan tubuh berdempetan enggan memberikan jarak.

"Apa yang dikatakan ayahmu saat pertama kali melihatku waktu itu?" tanya Walther, ekspresi penasaran tak terhindarkan dari wajahnya begitu masuk ke dalam rumah Noel dan menutup pintu.

[BL] Sang Pembunuh Berbisik ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang