Buat yang gak suka lapak gue, buat yang gak suka angst mending lo pada minggat, karena story gue gak bakal cocok sama pecinta happy.
Cerita tanpa konflik hambar, karena nyatanya kehidupan penuh dengan konflik. Well barudak ah, lierr dipikiran ge ari masalah mah.
_____
Yian terus menangis saat Matteo menasehatinya, demi Tuhan Matteo masih malu dengan apa yang dilakukan Yian.
"Kau tahu Yian, perbuatanmu membuat muka ku merah karena amarah. Kau sudah diluar batas," ucap Matteo.
"Mat ... "
"Diamlah, aku benar-benar marah saat ini. Mulai besok kau harus belajar tata krama, guru Bee akan datang untuk mengajarimu," ucap Matteo final, ia harus memberikan Yian guru, agar perempuan itu mengerti.
Dengan langkah lebar ia keluar dari pavilliun ilichi, ia benar-benar marah saat ini. Rasanya ia ingin terus memarahi Yian, wanita itu benar-benar menjebloskannya ke lubang penuh cacing, sangat menjijikan.
Matteo memasuki rumah utama, ia harus bicara dengan Graziano, suara lembut dan kata-kata Graziano adalah hal yang ia butuhkan saat ini.
Saat ia masuk ke dalam kamar, hal pertama yang ia lihat, Graziano yang tengah diam menatap jendela kamar.
"Duchess," panggilnya.
Graziano memutar tubuhnya, ia tersenyum tipis saat Matteo menghampirinya.
Ia sedikit terkejut saat Matteo tiba-tiba memeluknya.
"Ada apa?" Graziano mengusap punggung lebar sang suami.
"Biarkan seperti ini dulu, aku sedang marah," ucap Matteo lirih.
Graziano membiarkan kepala Matteo yang tenggelam diceruk lehernya, ia mengusap punggung Matteo agar suaminya itu tenang.
"Ceritalah setelah kau tenang," ucapnya.
Matteo selalu menyangkal jika ia menyukai Duchess, tapi ia tak bisa menyangkal jika suara Graziano adalah hal yang bisa membuatnya tenang.
Matteo melepas pelukannya, lalu menangkup kedua pipi Graziano. Mata kelamnya bersi bobrok dengan mata kelam milik sang omega.
"Terima kasih," ucapnya, lalu mencium kening Graziano.
Perilaku ini yang selalu membuat Graziano tenggelam dalam rasa yang tak mungkin bisa terbalaskan, ia melupakan fakta jika nyatanya suami yang memeluknya, sudah sering memeluk orang lain. Jika Matteo membutuhkan pelukannya ia selalu berikan, tapi Matteo memberikan pelukannya sendiri pada orang lain.
Ia bisa dipeluk Matteo, tapi dirinya sendiri tak bisa memeluk suaminya itu. Ia mungkin milik Matteo, tapi Matteo bukan miliknya.
"Apa Selir Yian tahu kau kemari?" ucap Graziano, ia melepaskan dirinya beralih duduk dipinggir ranjang.
"Tidak, aku menasehatinya tadi. Kali ini tingkahnya sangat keterlaluan, dia membuatku malu dihadapan putra mahkota dengan mengaku sebagai dirimu," ucap Matteo ikut duduk disamping sang omega.
"Bagaimana bisa ia mengatakan jika dia aku," ucap Graziano, ia menatap lurus ke arah jendela, ia masih ingat omongan para Lady di istana, apa Yian melakukan ini agar namanya jelek? Agar ada rumor dimasyarakat jika perangainya buruk?
"Dia mengatakan pada Putra mahkota jika dia adalah Duchess bagian barat lal ... "
"Pada semua orang," Graziano meralat perkataan Matteo, ia menggulir matanya menatap sang suami, membuat Matteo mengerutkan keningnya, "Selir mu mengatakan dirinya Duchess pada semua orang," lanjutnya, ia sekarang tahu mengapa namanya buruk, karena semua orang menyangka Duchess itu adalah Yian dan hal itu berhasil membuat Matteo terkejut.
"Kau serius dengan kata-katamu itu Duchess?" ucap Matteo, ia masih tak percaya jika Yian mengaku-ngaku seperti itu.
"Aku tak berharap kau percaya, karena dimatamu dia yang terbaik. Sebaik apapun orang lain dan se salah apapun dia, dia lah pemenangnya, karena kau mencintainya," tutur Graziano, berhasil membuat Matteo terhenyak dengan pernyataan itu.
"Wajar saja dia mengaku sebagai Duchess, karena nyatanya Duke Gardenia bagian barat ini, memperlakukannya bak Duchess yang pantas dihormati oleh siapapun." Graziano tersenyum tipis setelah mengucapkannya.
Matteo merasa dilempar beribu ton batu, sampai membuatnya sesak. Apa Graziano benar-benar merasakan itu.
"Ahh ... yang mulia jangan dipikirkan, istirahatlah aku akan membawa makanan untukmu." Graziano berdiri dari duduknya, ia tak ingin mempersedih hidupnya dengan tangisan, tak ada tangisan lagi.
Graziano pergi ke luar, ia tak tahan saat mengatakannya. Lebih baik ia memendam segalanya, ia tak mau sampai menangis dihadapan alphanya, itu akan sangat memalukan dan membuat Matteo merasa kasihan padanya.
Matteo hanya diam membiarkan Graziano keluar dari kamar.
Cukup lama Matteo diam, sampai pintu kamar terbuka kembali dengan Graziano yang membawa nampan berisi cemilan, entahlah setiap ia datang ke rumah utama, Graziano akan menjamunya bak seorang raja.
"Kenapa kau tak meminta pelayan saja?" ucap Matteo, membuat Graziano yang tengah menyimpan nampan di atas meja mendongak melihat ke arahnya.
"Ibuku bilang, menikah dengan alpha dari kalangan manapun aku harus bisa melayaninya, entah itu kau seorang duke, pengawal istana, atau hanya sekedar saudagar, karena bagiku kau raja," tutur Graziano.
Matteo menghampiri sang omega, duduk lesehan dengan meja berisikan banyak cemilan.
"Benarkah? Sepertinya aku harus berterima kasih pada ibu mertua," cetus Matteo dengan kekehannya, ia mulai memakan cemilan.
"Duchess, menurutmu nama apa yang bagus untuk anakku?" Matteo membuka obrolan, ia bingung memikirkan nama bagus untuk anaknya dan Yian.
"Aku tak tahu, tapi aku akan berusaha mencari nama yang baik untuk calon putra atau mungkin putri kalian," sahut Graziano.
"Sebenarnya aku ingin seorang putra, agar aku bisa mengajarinya bermain pedang," ucap Matteo, ia tersenyum tipis membayangkan hal itu.
"Semoga saja itu terkabul, aku berharap yang terbaik untuk kalian, semoga tanpa diriku pun kau bisa panjang umur yang mulia," ucap Graziano lirih di akhir kata, ia sebenarnya tak ingin percaya dengan ramalan itu, tapi peramal Oinik sangat dipercaya oleh kekaisaran dan itu sudah sering terbukti.
"Kenapa?" tanya Matteo.
"Entahlah aku hanya khawatir, jika tanpa aku kau akan pergi. Aku takut suatu hari nanti aku meninggalkanmu, dan kau harus menanggung hal yang tidak-tidak, aku tak ingin percaya dengan ramalan itu, tapi peramal Oinik tak pernah main-main dengan ucapannya," tutur Graziano, ia mengatakan hal ini, karena ia khawatir jika suatu saat ia lelah dengan keadaan ini, ia lelah dengan semua hal yang membuatnya selalu terluka.
"Kau akan meninggalkanku?" Matteo menyimpan kue ditangannya.
Graziano menggeleng pelan, "tidak, hanya saja bisa jadi sesuatu memaksaku untuk pergi," ucapnya.
Matteo menghela napas, ia menggeser meja lalu menarik Graziano ke dalam pelukannya. Ia tak tahu se sakit apa menjadi Graziano, tapi ia tak ingin jika omeganya pergi.
Ia membutuhkan omeganya, jika ia berjauhan dengan Graziano ia selalu merasa sakit, ia tak ingin Graziano pergi. Tak akan pernah ia biarkan Graziano meninggalkannya, sekalipun takdir itu sendiri yang membuatnya harus berpisah, ia tak akan membiarkan itu terjadi, karena dari awal takdir sendiri yang telah mengikatnya dengan Graziano.
Selamanya Graziano akan bersamanya, Matteo akan menggenggam erat apa yang menjadi miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Duke's Life Prophecy [LENGKAP]
RomanceMenjadi seorang submisif yang terlahir dari keluarga bangsawan adalah sebuah anugerah yang patut disyukuri. Graziano putra dari duke Antonio albert harus menerima takdirnya, menikah dengan duke muda sang singa kerajaan, pemimpin daerah barat Gardeni...