35

18.2K 2.1K 130
                                    

Malam ini begitu dingin dari malam-malam sebelumnya, bahkan rasanya Graziano bisa beku berubah menjadi sebongkah es. Kabar duka itu, membuat Matteo diam bak orang bisu, tak ada ekspresi, tak ada tanda kemarahan hanya sunyi dan dingin.

Graziano merasa telapak tangannya menjadi dingin, ia kaku tak bisa bergerak hanya untuk sekedar memeluk Matteo memberinya kehangatan dan mungkin sedikit ketenangan. bahkan Graziano hanya diam saat alphanya itu pergi tanpa kata meninggalkan pavilliun Ilichi.

Bayi yang sangat Matteo nantikan kehadirannya, telah pergi seakan Tuhan tak mengizinkannya untuk lahir ke dunia. Yian bahkan sampai meraung, tak terima saat ia dinyatakan kehilangan bayinya. Bayinya meninggal dalam kandungan.

"Anakku!"

"Bagaimana bisa anakku pergi?!" Teriak Yian prustasi, ia benar-benar kacau. Untuk beberapa saat teriakan itu terus menggema sampai mata kelam itu bersi bobrok dengan mata teduh milik Graziano, mata Yian langsung menyala.

"Ini semua karena Duchess!" tuduhnya, membuat Graziano tercekat. Sampai sekarang ia tak memiliki bukti bahwa ia tak bersalah, posisinya benar-benar tak aman, ia menjadi tersangka utama.

"Pembunuh! Laknat! Bagaimana bisa kau meracuni kudapan itu, bahkan aku memberi kudapan yang enak ... aku yang membuatnya sendiri, tapi apa balasanmu? Kau membunuh anakku!" Yian menunjuk Graziano, setiap katanya bagai sebilah pisau yang ditancapkan pada dada kiri Graziano.

Graziano melangkah lebih dekat, hati kecilnya ingin menenangkan Yian. Graziano tahu, kehilangan bukanlah hal yang menyenangkan.

"Selir Yian tenanglah, bukan aku. Aku tak melakukan itu, tenanglah aku akan mencari pelakunya." Tangan Graziano terulur ingin menenangkan, tapi ditepis kasar oleh Yian.

"Pembunuh, kau tak tahu apapun. Semoga kau merasakan bagaimana rasanya kehilangan, aku berharap anakmu mati!"

Plak

Niat awal ingin baik menenangkan, Graziano memilih menampar Yian, terlalu lancang dan gegabah benar-benar sikap Yian yang menjijikan.

"Tutup mulutmu, kau boleh berteriak seperti orang gila kau bisa berteriak sampai penjuru kota mendengar, hanya saja jangan pernah mulut lancangmu berani mengeluarkan kutukan, lancang sekali kau menuduhku, dengar ini baik-baik orang sepertiku tak akan sudi melakukan hal tercela itu." Graziano berucap dengan penuh penekanan, membuat semua orang-orang Ilichi memahan napas menatap keganasan dari Duchess.

"Kau menuduhku, berani sekali si rendahan ini. Aku merasa iba, bahkan aku berkenan mencari siapa manusia biadab itu, tapi lihatlah kau benar-benar manusia tak tahu diri." Katakanlah Graziano kejam, ucapan setajam pisau milik Yian dibalas dengan hunusan pedang beracun milik Graziano, Graziano bisa lebih beracun dari ular jika ia mau, tapi ia bukanlah orang hina yang akan melakukan itu.

Para pelayan menunduk takut, saat mendengar tutur kata Graziano. Sedangkan Yian terus menangis tersedu-sedu bak manusia paling tersakiti dialam semesta ini.

Graziano melangkah pergi, tangannya bergertar amarahnya masih belum meluap seluruhnya, tapi ia tersadar tak seharusnya ia tak melakukan hal itu. Itu sungguh bukan sikap seorang Duchess, sekarang banyak rumor buruk tentangnya, mungkin kejadian tadi akan semakin memperkuat rumor tadi. Graziano menarik napas perlahan lalu menghembuskannya, berusaha meredam amarah.

Saat tiba dikamar, di sana ia mendapati Matteo tengah berbaring membelakangi pintu masuk. Bahkan alphanya bak pengecut yang tak bisa menenangkan orang tercintanya, seharusnya Matteo memeluk Yian memberinya semangat dan memberikan kata-kata penenang, tapi lihatlah, Lion kebanggaan Gardenia memilih meringkuk diatas ranjang.

"Yang mulia." Pelan dan lembut, Graziano duduk disisi ranjang, ia mengelus punggung Matteo. "Aku tahu kau pasti merasa sakit, dan kecewa. Tapi bisakah kau tenangkan Selir Yian, ia begitu kacau saat ini," lanjutnya.

Tak ada jawaban, hanya terdengar pergerakan gorden yang tertiup angin malam.

"Maafkan aku, jika kau masih mencurigaiku, aku berani bersumpah demi leluhurku bahwa aku tak melakukan hal itu," ucap Graziano serak, menahan sesuatu yang mengganjal didadanya, seakan jika ia tak menahannya dadanya akan sesak dan ia akan mati karena tak bisa bernapas.

"Aku percaya."

Dua kalimat yang keluar dari mulut Matteo berhasil menghentikan sebagian kata Graziano yang belum keluar.

"Aku percaya, hanya saja belum tentu orang lain percaya. Besok siang kau akan dibawa ke persidangan Kaisar, aku bingung. Aku merasa kecewa pada diriku sendiri aku tak bisa menyelamatkan anakku, dan aku mungkin tak bisa membantumu," tutur Matteo panjang lebar, perkataan yang ia mati-matian ingin tahan tapi ia tak bisa, ia merasa bajingan jika membuat Graziano menangis untuk kesekian kali.

Graziano merasa tertimpa bebatuan besar, jadi kasus ini sudah sampai pada Kaisar? Lalu siapa yang melaporkannya, bahkan Graziano belum melakukan sidang dengan Matteo dan beberapa orang-orang kepercayaannya.

"Siapa yang melaporkannya?" tanya Graziano.

"Selir Yian sendiri," sahut Matteo, bak disiram air panas diwajahnya. Graziano kembali merasakan gejolak kemarahan. "Apa menurutmu ini semua perbuatan Selir Yian? Karena kalian memiliki perselisihan, jadi dia rela melalukan hal itu, untuk menjatuhkanmu?" lanjut Matteo, membuat Graziano menatapnya seperti orang bodoh, benarkah ini Matteo? Benarkah Matteo tengah memihak dan percaya padanya, apakah ini alasan Matteo tak memeluk Yian untuk menenangkannya?

"Yang mulia, maaf jika aku salah bicara. Tapi apa yang kau katakan barusan benar-benar seperti kecurigaanku, tapi ini gila. Selir Yian berani melalukan hal berbahaya hanya untuk menyingkirkanku, siang itu setelah menemuimu aku didatangi Selir Yian, dia memberiku kudapan buatanya sendiri, ya seperti orang-orang pada umumnya aku melakukan timbal balik, hari setelahnya aku memberikan kudapan buatan orang dapur," jelas Graziano.

Matteo yang sedari tadi berbaring, kini mendudukan dirinya keduanya saling berhadapan.

"Kau sendiri tahu aku tak memiliki hubungan baik dengannya, tapi dengan tiba-tiba dia memberiku kudapan. Aku yakin, dia sudah tahu bahwa memberi harus mendapat timbal balik, jadi ia merencanakan ini agar aku bisa kau hukum, dan mungkin saja kau bisa mengusirku," tutur Graziano, jantungnya berdebar seakan takut jika Matteo mendorongnya dan berkata kasar, tapi pikirannya salah. Matteo tidak mendorongnya melainkan menariknya, pria itu memeluknya erat.

"Maafkan aku." Terdengar lirih dan tenang saat Matteo mengatakannya. Graziano balas memeluk Matteo, ia menjadikan bahu Matteo untuk bersandar, menyembunyikan wajah merahnya diceruk leher sang alpha.

"Aku takut," adu Graziano. Siapa yang tak akan takut dengan hukuman Kaisar? Matteo mungkin kuat, tapi apa ia bisa membantunya hari esok? Ia membiarkan sisi lemahnya dilihat Matteo, menumpahkan rasa yang dari kemarin menghantuinya, ia takut.

"Bagaimana jika aku dihukum mati, karena dinyatakan bersalah karena tuduhan pembunuhan ini?" ucap Graziano, ia meremas punggung Matteo.

"Tak akan, jika itu terjadi. Maka sebelum kepalamu yang dipenggal, kepala Kaisar akan lebih dulu kujadikan bola mainan." Matteo mengelus punggung Graziano, meyakinkan Graziano jika besok akan baik-baik saja, walaupun nyatanya ia tak tahu dan bingung harus melakukan apa.

____

Tipis-tipis aja dulu💅




Duke's Life Prophecy [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang