Hanya seminggu Graziano tinggal dirumahnya, hari ini ia sudah kembali ke kediamannya dibarat, akan tak elok jika ia tinggal terlalu lama di rumah orang tuanya.
Saat ia pulang, Matteo sedang disibukan dengan rapatnya bersama para orang penting barat. Dan itu sedikit membuat Graziano lega.
Graziano akan berbaring, namun niatnya harus urung saat pintu kamarnya diketuk dengan begitu keras dari luar. Ia dengan tergesa beranjak dan membuka pintu.
"Apa kau tak belajar dengan benar? Bukankah Duke memberikanmu guru untuk belajar?" Graziano merasa darahnya mendidih saat membuka pintu ia mendapati wajah masam Yian.
Rasanya baru kemarin ia tenang, menghirup udara tanpa adanya Yian, ia merasa roda kehidupan berputar terlalu cepat, sampai ia harus melihat Yian lagi hari ini.
"Duchess, aku ingin bicara denganmu." Yian menerobos masuk ke dalam kamar Graziano, demi Tuhan Graziano sangat ingin menghunus perut yang menonjol itu.
"Katakan dan cepatlah keluar dari kamarku." Graziano menyusul Yian yang sudah duduk dikarpet bulu domba kesayangannya.
Yian mendelik, ia melipat tangannya didepan dada. Ia menunjukkan sikap tak sukanya pada Graziano, benar-benar kekanak-kanakan.
"Duchess gara-gara tempo hari, Duke marah padaku. Karena kau pulang ke timur dan kalian bertengkar, coba jika kau tak marah karena Duke tak datang malam itu, mungkin Duke tak akan marah padaku," tutur Yian, membuat Graziano terbelalak mendengarnya. Apakah urat malu Yian sudah putus? Bagaimana bisa perempuan itu menyalahkannya atas tindakan tercela dirinya sendiri.
"Apa kau pikir ini sepele?" Graziano menekan perkataannya.
"Menurutmu?" Yian berdecak dengan wajah menyebalkan miliknya.
"Demi leluhur saat ini juga aku ingin merobek mulutmu, pergilah sebelum aku melakukannya!" Graziano sudah hilang kesabaran, harus ia akui semenjak ia mengandung anak Matteo ia menjadi pemarah dan gampang kesal, salahkan Matteo yang memiliki kedua sifat itu.
Yian mengepalkan tangannya, ia menatap Graziano tajam seakan tak gentar dengan ucapan sang Duchess.
"Aku tak takut," ucapnya.
Graziano semakin mendidih, ia menarik pisau buah diatas meja, mengacungkannya tepat didekat bibir Yian.
"Enyahlah ke neraka!" Graziano benar-benar melakukannya, ia menekan ujung pisau pada sudut bibir Yian membuat sedikit luka goresan.
"Argggg!" Yian memekik, ia menepis tangan Graziano membuat pisau itu terlempar jauh.
"Duchess pembunuh!" Teriaknya, ia mulai menangis.
Graziano menatap Yian datar, ia sudah muak dengan segala drama yang dilakukan selir dihadapannya ini.
Teriakan Yian mengundang kegaduhan dirumah utama, membuat para pelayan memisahkan mereka yang bertengkar. Kali pertama, Graziano melakukan kekerasan pada lawannya.
Tak lama dari itu Matteo yang tengah rapat, terpaksa mendatangi kegaduhan di rumah utama. Ia dengan tergesa masuk ke dalam kamar Graziano.
"Ada apa?" tanyanya panik, ia menatap dua omega dihadapannya bergantian.
"Matteo ... " Yian langsung menghampiri Matteo dengan tangisnya.
"Aku melukai bibirnya, dia terlalu banyak bicara. Jika yang mulia ingin menghukumku, hukumlah aku sudah biasa merasakan hukum cambuk, jika ingin hukumlah dengan hukuman lebih berat, bukankah begitu Selir Yian?" ucap Graziano, ia menggulir matanya menatap Yian sinis.
Matteo bingung, dari kejadian Yian membohonginya ia menjadi sulit percaya pada Selirnya ini.
"Apa .. perlu ia melukai bibirku?" Yian terisak, dengan dibarengi ringisan. Itu pasti sangat menyakitkan, bahkan tangannya dipenuhi darah, dan gaun yang Yian kenakan sedikit terkena nodanya.
"Pelayan, bawa Selir Yian untuk diobati tabib Loi," titah Matteo, yang langsung dilaksanakan oleh pelayan rumah utama.
Saat ini tersisa Matteo dan Graziano yang seakan acuh akan kehadiran Matteo.
"Tolong jelaskan Duchess," pinta Matteo.
"Penjelasan apa lagi? Aku memang melakukannya, aku melukai Selir kesayanganmu itu, bahkan jika dia tak melawan aku akan merobeknya sampai robekannya sampai ke ujung telinga," tutur Graziano tanpa rasa takut sedikitpun.
"Kau yakin? Kau tak ingin sedikit memberi alasan mengapa kau melukainya, bukankah tak akan ada asap jika tak ada api?" Matteo berusaha menyikapinya dengan tenang.
"Bukankah percuma aku membela diriku sendiri, dia selalu yang Duke ini bela. Aku tak memiliki hak untuk membela diriku sendiri, sudahlah yang mulia aku lelah, pergilah lihat Selir kesayanganmu, aku takut dia sampai harus melakukan pengobatan dengan ritual, karena luka kecil itu," ucap Graziano, berhasil menyinggung Matteo.
Matteo sadar, ia selalu membela Yian dalam kondisi apapun. Tapi kali ini ia serius, ia sama sekali tak ingin membela yang salah lagi, ia tak ingin dibodohi lagi.
"Duchess ... "
"Apa? Kau ingin aku dicambuk tiga puluh kali?" sela Graziano, katakanlah ia sudah tak memiliki sopan santun karena telah menyela ucapan Matteo, ia sungguh kesal saat ini.
Matteo menghela napas, ia tahu Graziano masih marah padanya.
"Maaf,"
"Aku muak mendengarnya, yang mulia kau sungguh membuatku buruk!" sentak Graziano, membuat Matteo sampai tak percaya jika istrinya menjadi lebih keras dan galak.
Graziano menekan pelipisnya, rasanya ia bisa mati muda jika terus-menerus meluapkan amarahnya.
"Ayahmu mengirimku surat," ucap Matteo, berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Lalu?" Graziano mulai melunak.
"Aku tahu kau pasti bercerita pada orang tuamu, maaf untuk itu. Duke Antonio, menyatakan jika kau terus-terusan mengadu dia akan mengambilmu kembali," ucap Matteo.
"Aku tak mengadu," elak Graziano, ia tak terima, kata mengadu seakan-akan menggambarkan dia kenakan-kanakan tukang mengadu pada orang tuanya, ia bukanlah Yian yang suka mengadu.
Lagi-lagi Matteo menghela napasnya, untuk isi lain disurat kiriman mertuanya sedikit membuatnya malu pada dirinya sendiri.
"Apa lagi yang ayahku katakan?" tanya Graziano, melebur pikiran Matteo yang merasakan kegelisahan.
"Kau ingin berpisah, kau bahkan rela diasingkan. Tapi posisimu tak memungkikan karena ... "
"Karena aku hamil," sela Graziano, berhasil membuat Matteo menatapnya sendu. "Aku sangat kecewa padamu, aku tahu kau mencintai selirmu itu, kau tahu? Malam itu aku ingin memberimu kabar bahagia ini, sampai aku mempersiapkan segalanya, tapi nyatanya kau tak datang, ya aku merasa aku terlalu antusias tak seharusnya aku melakukan itu," lanjutnya.
Matteo memejamkan matanya sejenak, berusaha menetralkan perasaannya yang campur aduk.
"Mari rayakan atas kehadiran penerus," ucapnya.
Graziano membuang pandangannya, "tak perlu, aku tak menginginkannya. Pedulikan saja anakmu dengan selir itu kau tak perlu mempedulikan anakku," ucap Graziano, ia mengepalkan tangannya.
"Kenapa kau seperti ini? Dia juga penerusku, aku ber hak atasnya. Kenapa kau berubah dengan kurun waktu begitu cepat, aku akan memperbaiki segalanya, aku akan bersikap adil, kumohon jangan seperti ini," tutur Matteo.
Hening, untuk beberapa saat Graziano sama sekali tak menanggapi.
"Jika begitu, usir Selir Yian dari Pavilliun Ilichi, aku akan menuntutnya karena telah menipumu dan telah berbuat curang padaku," ucap Graziano pada akhirnya.
Matteo tak percaya dengan ucapan Graziano, ini sungguh diluar kendalinya.
"Kau tak bisa bukan? Maka tak usah kau lakukan, aku sudah tahu jawabanmu yang mulia, pergilah bersama orang rendahan itu." Graziano beranjak, tanpa peduli ia berbaring lalu memejamkan matanya, bersikap seolah tak terjadi apapun.
____
lain kali cek aja ya, takutnya kayak hari ini, gue udah up dari tadi padahal, tapi kagak ada notif, sampe gue ulang 3 kali nge upnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Duke's Life Prophecy [LENGKAP]
RomanceMenjadi seorang submisif yang terlahir dari keluarga bangsawan adalah sebuah anugerah yang patut disyukuri. Graziano putra dari duke Antonio albert harus menerima takdirnya, menikah dengan duke muda sang singa kerajaan, pemimpin daerah barat Gardeni...