"Terima kasih ibunda kekaisaran." Matteo melepas pelukan hangat permaisuri.
"Maaf karena aku baru tahu jika Lion ditahan oleh Kaisar," ucap Permaisuri.
Matteo tersenyum tipis walaupun terlambat, Matteo tetap merasa sangat berterima kasih.
Permaisuri menutup mulutnya dengan sapu tangan, ia batuk-batuk. Akhir-akhir ini kesehatannya menurun.
"Permaisuri, kau baik-baik saja?" Matteo khawatir dengan keadaan ibunda kekaisaran ini.
Permaisuri hanya menggeleng pelan, ia cukup sadar diri. Wajar saja kesehatannya menurun, karena usianya sudah mencapai kepala empat.
"Pulanglah dengan selamat, titip salam dari permaisuri ini pada menantu Gardenia barat," ucap permaisuri.
Matteo mengangguk, "sekali lagi terima kasih ibunda, aku akan segera kambali."
Setelah mengatakan hal itu, Matteo melangkah pergi meninggalkan pavilliun permaisuri.
Ia bersyukur akhirnya bisa terbebas dari tahanan itu, bagaimana bisa ia menghancurkan tempat tinggal permaisuri disaat ibunda kekaisaran itu mendekapnya dengan kehangatan, berdebat keras dengan Kaisar, mempetaruhkan segalanya.
Pergolakan batin semakin menjadi, ia sangat ingin membalaskan dendam atas nama ayahnya, tapi ia juga tak ingin membuat permaisuri kesulitan, walaupun permaisuri sudah seperti ibunya tetap saja jika masalah pemberontakn, permaisuri akan tetap setia pada Kaisar walaupun tak memihaknya, kesetiaan seorang submisif pada dominannya adalah sebuah kehormatan bagi dirinya sendiri.
Matteo dan orang-orangnya pergi meninggalkan istana dengan menunggangi kuda. Sepanjang perjalanan ia memikirkan Graziano, entahlah apalagi saat ia tahu jika Graziano mendatangi Kaisar, ia takut kejadian saat itu kembali Kaisar lakukan.
Mereka sampai saat hari akan gelap, Matteo turun dari kudanya. Dari kejauhan ia dapat melihat Graziano yang tengah berbincang dengan Elena yang membawa keranjang stroberi.
Senyumnya mengembang saat mata Graziano balik menatapnya dengan tatapan tak percaya. Matteo ingin mendekap dan mengucapkan terima kasih pada omeganya itu, ia terkekeh saat Graziano setengah berlari menghampirinya.
"Matteo!"
Matteo memang mendekap omeganya, tapi bukan Graziano, melainkan Yian yang menyalib lebih dulu dari arah yang berbeda tanpa disadarinya.
Langkah Graziano terhenti, senyumannya luntur saat Yian berhambur memeluk Matteo. Namun ia kembali menetralkan ekspresinya, melangkah kembali dengan tenang.
"Selamat datang kembali yang mulia." Graziano memberikan senyuman manisnya.
Matteo balik tersenyum, ia melepas pelukan Yian.
"Aku merindukanmu, apa kau tak merindukanku! Kenapa kau tak mau memelukku!" Yian protes akan tindakan Matteo.
"Selir Yian, mengertilah," sanggah Matteo.
"Duchess, bagaimana kabarmu?" Matteo beralih pada Graziano, ia melangkah mendekati sang Duchess yang berdiri dibelakang Yian membuat selir itu mengepalkan tangannya tak suka.
"Tentu aku baik, dan sekarang jauh lebih baik," sahut Graziano.
"Maaf untuk waktu itu, aku belum sempat mengatakannya. Syukurlah kau sudah baik-baik saja, dan untuk usahamu menemui Kaisar, aku sangat berterima kasih," tutur Matteo ia memegang bahu Graziano.
"Itu sudah kewajibanku sebagai Duchess, tanpamu Gardenia barat ini akan lumpuh," ucap Graziano.
Matteo tersenyum tipis, ia memeluk tubuh yang lebih kecil darinya itu. Mendekapnya, memberikan rasa nyaman pada sang omega.
Keduanya seakan lupa ada mata lain yang tengah menyaksikannya, Yian mendengus, dadanya bergejolak ingin memuntahkan laharnya.
"Aku merindukanmu, anak kita juga sangat merindukanmu," celetuk Yian, ia mengelus perutnya yang sudah membesar.
Mendengar itu Matteo melepas pelukannya, membuat Graziano menatap Yian dingin. Selalu saja selir itu merusak suasana.
"Bagaimana denganmu, dan apa bayi kita baik-baik saja?" tanya Matteo, Yian dengan kecentilan bergelayut manja ditangan Matteo, menceritakan keadaannya selama Matteo tak ada dirumah, mencari simpati pada Matteo.
Graziano yang melihat tingkah Yian mengepalkan tangannya, ia juga hamil saat ini, ia berhak mengatakan hal yang sama pada Matteo, pada nyatanya kedudukan anaknya kelak jauh lebih tinggi dari anak seorang selir.
"Yang mulia, jika berkenan datanglah ke kamarku malam ini. Ada sesuatu yang harus aku katakan," ucap Graziano, menyela pembicaraan Yian.
Kening Matteo mengerut, sesuatu? Mengapa tak dikatakan sekarang.
"Apa sesuatu itu sangat penting, dan tak bisa dikatakan sekarang?" tanyanya.
"Ya, ini sesuatu yang hanya boleh aku dan Duke yang tahu." Graziano melihat Yian sekilas, kentara jika ia menyindir kehadiran Yian.
"Baiklah tunggu aku malam ini."
Graziano tersenyum, setelah berpamitan dengan Matteo ia pergi ke rumah utama.
______
Pertama kalinya, Graziano merias wajahnya dan memakai pakaian baru untuk menyambut kedatangan Matteo malam ini. Entahlah, ia merasa bahagia karena akan memberi kejutan pada suaminya itu.
Ia menebak-nebak bagaimana reaksi Matteo saat mendengar kabar ini, akankah terkejut dan sama antusiasnya seperti dirinya.
"Anda terlihat sempurna Duchess," ucap Elena menatap Graziano dari pentulan cermin, ia baru selesai membantu Graziano memberikan sedikit polesan untuk wajahnya.
Graziano mengulum bibirnya, ia bukan tipe orang yang suka dipuji tapi sekarang ia sangat menyukai ucapan Elena, itu embuatnya sangat percaya diri untuk malam ini.
"Saya akan keluar, selamat malam Tuanku." Elena menunduk, lalu melangkah mundur meninggalkan kamar.
Graziano meremas pakaiannya, ia menjadi tak sabar menunggu kedatangan Matteo, alphanya mengatakan untuk menunggu, itu artinya Matteo akan datang.
Lama Graziano duduk didepan cermin, tapi belum ada tanda-tanda kedatangan Matteo. Bahkan keringat sudah muncul dikeningnya, ia terlalu lama duduk.
Hatinya mulai gelisah, apa Matteo akan datang. Ia mulai merasakan rasa tak nyaman, dan panas dihatinya. Ini sudah larut tapi Matteo belum juga mendatanginya.
Perasaan sensitif itu menyiksanya, membuat ia merasa lemas. Graziano beranjak pindah ke ranjang, pinggangnya terasa sakit terlalu lama duduk dikursi.
Ia melepas mantelnya, lalu berbaring. Membiarkan wajahnya yang belum ia cuci, rasanya kecewa saat Matteo tak memenuhi janjinya untuk datang.
Matanya terpejam tapi air matanya keluar, membasahi bantal yang ia gunakan. Graziano mengepalkan tangannya, untuk kesekian kalinya ia dikecewakan. Ia tahu ini resiko menikah dengan petinggi Gardenia, jangankan Matteo, ayahnya saja memiliki tujuh selir dan itu adalah hal wajar.
Seharusnya ia tak merasa begitu kecewa saat Matteo tak datang, salahnya terlalu berharap. Ia tahu, saat ini Matteo pasti tengah menemani Yian, yang sudah jelas menjadi prioritas utamanya.
Graziano terlalu antusias untuk memberi tahu kehamilannya, tanpa ia pikir mungkin Matteo tak akan berlebihan sepertinya, ia bukan cinta sang alpha, ia bukan dunianya, terlalu besar kepala jika ia berharap Matteo memilihnya.
Tangisnya semakin terdengar lirih dan menyayat hati, tangis kecewa yang pernah ia rasakan saat baru-baru menikah dengan Matteo, dimana dimalam pengantinnya ia ditinggalkan, pahit dan sakit saat mengingatnya. Lagi dan lagi ia mengalah, dan hanya bisa meringkukkan tubuhnya, menyedihkan.
Alpha bisa melakukan apapun yang ia mau, apapun yang ia kehendaki sedangkan omega hanya bisa terjerat, dan terjatuh ke dalam lubang kubangan duri, menelan sakitnya sendiri.
"Seharusnya ... aku tak berharap ... " Serak saat sepenggal kalimat itu keluar dari mulut yang mati-matian menahan tangisnya agar tak terdengar, berusaha diam menelan sendirian isakan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Duke's Life Prophecy [LENGKAP]
RomanceMenjadi seorang submisif yang terlahir dari keluarga bangsawan adalah sebuah anugerah yang patut disyukuri. Graziano putra dari duke Antonio albert harus menerima takdirnya, menikah dengan duke muda sang singa kerajaan, pemimpin daerah barat Gardeni...