Pada akhirnya, Matteo dan Graziano memutuskan pergi dengan cara menyelinap, dan membawa satu tenaga medis yaitu tabib Loi.
Mereka bertiga pergi dengan menyelinap, karena banyak pengawal Kaisar yang berjaga diperbatasan. Demi Tuhan, usulan Graziano berbahaya tapi entah kenapa ia menyetujuinya.
Mereka memakai penutup wajah, Matteo membawa obat bius yang diberikan tabib Loi, ia dengan keahliannya, membius satu persatu penjaga dengan hati-hati, berusaha tak menimbulkan kecurigaan.
Ditengah-tengah Matteo melancarkan aksinya, Graziano dan tabib Loi masuk ke dalam wilayah Gardenia timur. Keduanya setengah berlari, membiarkan Matteo membereskan para pengawal.
"Dari sini ke rumahku itu sangat jauh, kita harus berjalan kaki lama," ucap Graziano, pada tabib.
"Tak apa yang mulia, lagipula kita tak bisa membawa kuda," ucap tabib Loi.
Keduanya menunggu didekat semak-semak takut ada penjaga yang masih tersisa, walau kemungkinan kecil karena mereka tak akan berani masuk.
Lama menunggu, munculah Matteo, yang menghampiri keduanya.
"Sudah, semuanya sudah selesai. Tak akan ada pengawal masuk, karena mereka hanya bertugas diluar, ayo." Matteo berucap penuh keyakinan.
Mereka mulai menempuh berjalan untuk pergi ke rumah Graziano, selama perjalanan sangat sepi tak ada orang yang berlalu lalang, bahkan saat melewati pasar tak ada manusia, hanya ada beberapa dagangan yang terbengkalai, tengah dimakan anjing liar.
Matteo menarik Graziano, menggenggam tangan sang omega. Ia takut jika Graziano terjangkit akan wabah, apalagi saat melihat air liur anjing yang menetes sambil menatap mereka.
"Demi Tuhan, aku lebih ngeri melihat anjing itu dibanding para pengawal penjaga perbatasan," ucap Matteo.
"Apa tak ada jalan pintas lain, maksud saya apa kita harus melewati anjing itu?" Tabib Loi menatap ngeri pada anjing hitam itu.
Belum saja Graziano menyahut Matteo sudah melemparkan belatinya, tepat mengenai perut anjing, membuat anjing itu memekik, merintih kesakitan.
"Kenapa kau membunuhnya?!" Graziano menatap iba pada anjing yang tengah merintih menahan sakit itu.
"Jika kita tak menyerangnya, maka anjing itu yang akan menyerang kita, ditambah melihat tingkah anjing itu yang aneh, bagaimana jika dia memiliki virus dan menyebarkannya pada kita, bukan hanya warga Gardenia timur yang akan diisolasi, tapi bagian barat akan ikut serta," tutur Matteo.
Pada dasarnya anjing normal tak akan bertingkah agresif seperti itu, bukan tak iba tapi Matteo tak ingin terjadi hal yang tak diinginkan.
Graziano pikir apa yang Matteo benar, lebih baik mencegah. Tanpa ada perbincangan lagi, mereka kembali berjalan menempuh jalanan sepi nan panjang.
Dari mula matahari terik, sampai hampir tenggelam, barulah mereka sampai digerbang rumah Graziano, yang sama sepinya.
Gerbang sama sekali tak dikunci ataupun dijaga, Graziano mulai gelisah, dimana para pelayan dan penjaga rumah. Bahkan di sini benar-benar sepi, sudah seperti rumah tak berpenghuni.
"Ayah." Graziano masuk dengan langkah lebar, ia memanggil ayahnya.
Kediamannya ayahnya dan kediaman Matteo berbeda, rumah utama tak begitu terlalu besar dibanding Gardenia barat.
Matteo dan tabib Loi mengedarkan pandangannya dengan waspada, takut ada hal yang tak terduga.
Mereka masuk ke dalam, yang hanya disambut dengan kesepian. Kemana sebenarnya orang-orang?
"Duchess, apa wabah itu benar-benar bisa menyebar lewat udara sampai tak ada seorang pun yang berani keluar, bahkan kupikir ini ruang tengah, apa duke Antonio berdiam diri dikamar?" tutur Matteo.
"Entahlah, aku akan memeriksa kamar ayah," ucap Graziano.
Ia pergi ke kamar ayahnya, yang terkunci. Graziano mengetuknya, ia berharap pikiran buruknya enyah.
"Ayah." Panggilan Graziano bak angin, tak ada yang menghiraukan dari dalam.
"Ayah!"
"Ayah!"
Graziano sudah habis kesabaran, ia mengetuk pintu dan memanggil ayahnya dengan keras.
"Ayah ini aku, apa ayah ada di dalam?" ucap Graziano.
Matteo menghampiri dirinya, alphanya itu menyuruhnya mundur. Dengan terpaksa Matteo menendang pintu sampai rusak.
Graziao berlari masuk, saat melihat ayahnya terbaring lemah.
"Ayah!" Graziano menutup mulutnya, saat rasa mual menyerangnya. Kulit putih ayahnya, rusak dan keluar nanah, seperti melepuh karena terkena air panas, ditambah bau busuk membuat Graziano menahan rasa mual yang menyerangnya.
"Ayah, ada apa ini? Kenapa dengan kulitmu, ayah ... " Graziano rasanya ingin menangis, saat Antonio hanya menggerakkan bibirnya tanpa suara.
"Menjauhlah Duchess, agar tabib Loi yang memeriksa," ucap Matteo.
Graziano beranjak, ia berdiri disamping Matteo membiarkan ayahnya diperiksa oleh tabib.
Ini terlalu mengerikan, bagaimana jika ia tak nekat datang. Mungkin seluruh rakyat Gardenia timur mati karena sakit.
Tabib Loi mulai mengobati Antonio dengan obat-obatan yang ia bawa.
"Aku harus mencari ibuku, mungkin dia berada dipavilliun," ucap Graziano.
Namun ia mengurungkan niatnya, saat wanita yang melahirkannya masuk dengan wajah terkejut.
"Putraku, Ano." Duchess Ciana langsung memeluk Graziano, "inikah kau, aku tak menyangka kau akan datang putraku." Ciana semakin erat memeluk putranya.
"Ibu, ini Ano. Ano datang," ucap Graziano, ia melepas pelukan Ciana menghapus air mata ibunya.
"Ibu tak apa? Apa ibu ikut terjangkit dengan wabah ini?" tanya Graziano.
Ciana menggeleng, "aku tak apa, hanya saja dia," Ciana memandang sendu suaminya, "ayahmu sakit sudah sangat lama," lanjutnya.
Graziano ikut menatap ayahnya, yang tengah diobati.
"Syukurlah jika ibu tak ikut terkena, kumohon teruslah menjaga dirimu demi Ano," ucap Graziano.
Ciana tersenyum tipis, tatapan beralih pada Matteo, ia sampai melupakan menantunya.
"Salam hormat Duke, maaf atas ketidak sopananku dan tak bisa menyambutmu dengan baik ." Ciana memberi salam hangat pada sang menantu, walaupun hubungan mereka mertua dan menantu, tapi Ciana menghormati kedudukan Matteo sebagai Duke.
"Salam hormat Duchess, saya mengerti. Kami berkunjung bukan untuk disambut meriah, kami hanya khawatir dengan orang-orang ditimur ini," ucap Matteo tersenyum tipis.
Ciana bersyukur memiliki menantu hebat dan baik macam Matteo, ia sama sekali tak menyesali pernikahan yang putra kesayangannya lakukan dengan Duke barat ini.
"Aku datang bersama duke dengan sembunyi-sembunyi karena Kaisar menjaga perbatasan wilayah timur, dia melarang orang-orang manapun untuk masuk, dengan alasan agar wabah tak menyebar. Kami benar-benar membantah aturan Kaisar," tutur Graziano, membuat guratan ke khawatiran timbul diwajah Ciana.
"Apa ini pemberontakan dari duke barat ini?" Ciana bertanya pada sang menantu.
"Ya, sebut saja ini pemberontakan. Hanya saja dengan cara halus," ucap Matteo, seakan ucapannya adalah hal biasa.
Ciana benar-benar tak habis pikir, putra dan menantunya mempetaruhkan segalanya hanya untuk membantu orang-orang timur.
"Semoga Tuhan memberkati, bersyukur aku memiliki hubungan baik dengan duke barat ini, kami berhutang banyak padamu," ucap Ciana haru.
"Sudah kewajibanku membantu keluarga omegaku, orang-orangku mungkin akan segera menyusul dengam beberapa tabib, untuk membantu yang lainnya," ucap Matteo.
Kesan Matteo dimata sang mertua sudah sangat bagus, citranya baik ia berhasil mengambil hati sang mertua dengan begitu mudah. Tanpa Duke dan Duchess Gardenia timur sadari, jika Ano putra kesayangan mereka ditekan habis-habisan dirumah menantunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Duke's Life Prophecy [LENGKAP]
RomanceMenjadi seorang submisif yang terlahir dari keluarga bangsawan adalah sebuah anugerah yang patut disyukuri. Graziano putra dari duke Antonio albert harus menerima takdirnya, menikah dengan duke muda sang singa kerajaan, pemimpin daerah barat Gardeni...