Hari, bulan sudah berganti. tak ada yang berubah Gardenia barat seperti masih berkabung, tidak bukan Gardenia barat tepatnya pemimpinya. Matteo seperti manusia tanpa nyawa, ia irit bicara ia selalu menyibukan dirinya dibarak.
Kehamilan Graziano sudah menginjak usia enam bulan, ia sangat mudah kelelahan saat ini sehingga saat Matteo pulang dari barak, ia pasti sudah terlelap dan terbangun ketika Matteo sudah pergi ke barak. Sudah cukup Graziano tak berbincang, hari ini ia memaksakan diri pergi ke barak menyusul Matteo, tak peduli dengan larangan dari alphanya itu.
Elena berjalan mengikuti Graziano dengan cemas, kehamilan omega pria bukanlah hal mudah mereka lebih rentan, Elena sangat mengkhawatirkan kesehatan Duchess.
"Yang mulia, apa sebaiknya kita kembali saja. Saya pikir, Duke akan kembali jika Anda mengirimkan surat agar beliau pulang lebih awal," ucap Elena, namun Graziano menggeleng. Ia sudah mengirimnya, namun tak ada balasan dari Matteo, padahal barak dan kediaman mereka tak berjarak sangat jauh.
Saat sampai dibarak, yang ia dapati hanya Matteo yang tengah serius berlatih pedang. Lion sesungguhnya kembali bangkit, tak ada Matteo yang sedikit bisa bersikap lembut bahkan Graziano bisa mendengar bentakan Matteo pada para bawahannya yang terlihat tak fokus pada latihan.
Graziano meyakinkan diri, ia menghampiri Matteo dengan tenang.
"Yang mulia." Suara Graziano menghentikan suara dentingan pedang yang saling beradu. Matteo menggulir matanya, dan mendapati Graziano dibelakangnya.
Ia reflek menarik tangan Graziano membawanya ke tenda tempat istirahatnya.
"Ada apa, kenapa kau menarikku Duke?" Graziano bertanya panik, karena cekalan Matteo yang sungguh begitu kasar.
"Ada apa kau bilang?!" Matteo reflek menaikan nada bicaranya sampai membuat Graziano bungkam.
"Sudah kukatakan jangan keluar dari rumah utama, apa yang sebenarnya kau pikirkan Duchess?!" Matteo melempar pedangnya ke sembarang arah, ia mendudukan dirinya.
"Maaf, aku hanya ingin memastikan jika kau baik-baik saja. Maafkan aku yang mulia." Graziano duduk disamping Matteo yang menetralkan pernapasannya, kentara jika pria itu benar-benar tengah emosi.
"Aku baik, bahkan selalu baik. Tapi kumohon diamlah dan patuhi setiap ucapanku," ucap Matteo, nada ucapannya biasa saja tak meninggi seperti tadi. Graziano meremas pakaiannya, ia tak bisa dibentak seperti tadi. Kepergian Yian tak merubah apapun, Matteo tetap Matteo yang selalu mengabaikannya.
"A-apa kau tak bisa menerimaku?" ucap Graziano tiba-tiba, membuat atensi Matteo beralih padanya.
"Tidak. Aku tahu setelah kepergian Selir Yian kau benar-benar tak memiliki waktu untukku, maksudku bukan apa-apa hanya saja apa benar aku tak memiliki tempat dihatimu Duke?" Graziano menatap penuh harap.
"Sekarang bukanlah waktunya membicarakan itu, lagipula kau adalah Duchess itu tandanya kau sudah menjadi pasanganku, lalu mengapa kau bertanya seperti itu. Bukankah hal itu saja membuktikan jika aku menerimamu?" ucap Matteo, ia mengepalkan tangannya menahan sesuatu yang ia tahan sedari tadi.
Graziano mengangguk, ia tahu ia memang Duchess. Tapi yang ia maksud adalah, apa ia diterima dihati Matteo sebagaimana Matteo menerima Yian dulu.
"Iya atau tidak aku harus mengatakan ini, aku akan menggugat dirimu Duke. Aku tak bisa lagi menjadi Duchess Gardenia barat ini, aku memilih diasingkan, tak apa. Aku rela hidup sendiri tanpa pasangan seumur hidupku ini pertanyaan terakhirku hanya untuk sekedar meyakinkan keputusanku."
Matteo semakin mengepalkan tangannya, ia ingin menjawab dan berteriak ditelinga Graziano jika ia tak ingin berpisah. Hanya saja, mungkin Graziano lebih baik tak bersama dengan dirinya yang tak berguna.
Matteo tak menanggapi ucapan Graziano, sampai membuat sang omega beranjak dari duduknya merasa berbincang dengan Matteo hanya membuang-buang waktu, Matteo sudah dibutakan oleh cintanya pada Yian. Graziano menahan air matanya, ia selalu sensitif kehamilannya benar-benar membuatnya terlihat lemah padahal nyatanya ia ingin menusuk telinga Matteo agar tak tuli.
"Sebelum berpisah dariku, setidaknya carilah bangsawan yang kedudukannya lebih tinggi atau setara dariku agar kau bisa menikah lagi." Matteo berucap menghentikan langkah Graziano yang akan keluar dari tenda.
"Untuk saat ini diamlah dirumah sampai kau melahirkan, setelah itu aku tak akan membatah keputusanmu untuk berpisah," lanjut Matteo serak, seakan pita suaranya baru kembali.
Graziano hanya mengangguk lalu pergi, hatinya sakit. Apa itu tandanya Matteo setuju berpisah dengannya setelah anak mereka lahir? Betapa malang nasib anaknya yang akan putus aliran darah bangsawan jika ia membawanya, karena mau bagaimanapun ia tak akan menyandang nama panjang ayahnya lagi. Graziano rasa, ia harus menyiapkan mental dan segalanya untuk kehidupannya nanti.
Setelah kepergian Graziano, Matteo menghela napasnya. Kedua tangan mengepalnya kini sudah terbuka dan lemas kembali. Selama beberapa bulan ini ia tak begitu ber-interaksi dengan Graziano, katakan saja ia egois dan tak waras. Jujur saja bayang-bayang Yian selalu menghantuinya, bahkan perempuan itu selalu mendatangi mimpinya membuatnya enggan untuk tidur. Ia masih bisa mendengar tangisan Yian yang meraung dan menyalahkan dirinya, apakah roh Selirnya itu tak tenang? Matteo selalu bertanya-tanya apa Yian tak tenang dialam sana sampai ia masih mengganggunya. Melihat perut Graziano yang semakin membesar itu semakin mengingatkannya pada Yian.
Kematian bukanlah hal baru bagi Matteo, ia sudah sering melihat mayat bertebaran dimedan perang. Bahkan tangannya sudah sering menebas kepala musuh, hanya saja Yian berbeda saat selirnya dihukum mati ia meyanyangi wanita itu, bayang-bayang itu terus menghantuinya seakan semuanya adalah salahnya.
"Yang mulia Duke."
Matteo tersadar dari lamunannya, ia mengusap peluh dikeningnya yang entah sejak kapan semakin banyak membasahi keningnya.
"Apa kita akan melanjutkan latihan?" tanya Gilyan, yang diangguki Matteo. Keduanya keluar dari tenda, dan kembali untuk latihan.
"Aku tak ingin ditinggalkan untuk kedua kalinya, tapi jika berpisah denganku itu hal terbaik maka pergilah, aku akan berhenti bersikap egois, denganku kau akan semakin terluka." Matteo membatin, ia menarik pedangnya. Ia mengerahkan kekuatannya, tak melihat lawannya sebagai bawahan melainkan bayang-bayang yang ingin sekali ia enyahkan. Matteo bak orang kesetanan menyerang Gilyan membabi buta membuat Gilyan sulit mengimbangi kekuatannya.
"Aku mencintaimu Matteo,"
"Semoga kau dan Duchess bahagia,"
"Matteo!"
"Matteo!"
"Aku mencintaimu, selalu mencintaimu!"
"Yang mulia!" Gilyan melemparkan pedangnya, saat ia tak sengaja melukai bahu Matteo. Baju yang Matteo pakai robek dengan darah yang keluar dari luka ulahnya.
"Mohon ampun yang mulia, orang rendah ini telah melukai Anda." Gilyan bersimpuh, ia menundukkan kepalanya penuh sesal.
Matteo menelan saliva-nya, nyawanya seakan baru kembali, ia merasakan perih dibahunya.
"Yang mulia, Anda bisa menghukum saya. Saya rela jika Anda meminta kepala saya." Gilyan kembali berkata.
"Tidak, aku yang kurang fokus. Mari istirahat dulu, aku sedikit kelelahan."
_____
Bentar lagi tamat ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Duke's Life Prophecy [LENGKAP]
RomanceMenjadi seorang submisif yang terlahir dari keluarga bangsawan adalah sebuah anugerah yang patut disyukuri. Graziano putra dari duke Antonio albert harus menerima takdirnya, menikah dengan duke muda sang singa kerajaan, pemimpin daerah barat Gardeni...